“Memang, Bapak tahu T-Rex?“, begitu celetuk si kribo cilik saat kecil dulu (masih SD). Saat itu dia begitu gandrung dan mengidolakan binatang yang bernama Tyrannosaurus Rex setelah nonton film Jurassic Park. Filmnya ditonton berulangkali, bahkan ketika bapak ibunya bosan, sampai saat ini kalau ada ulangan film itu di jaringan Transvision, dia masih setia menontonnya.
Nyengir.
Polos pisan (banget) ini anak.
Mungkin yang terbayang di pikirannya, karena zaman dulu belum ada internet, pengetahuan orang-orang yang lahir beberapa generasi yang lalu tidak mencakup hal-hal yang seperti ini.
Di era digital seperti sekarang memang mudah sekali menemukan pengetahuan seperti ini. Cukup ambil smartphone, kemudian buka browser (penelusur internet) dan masuk Wikipedia. Jawabannya akan tersedia.
Tentu, bagi generasi Millenial seperti si kribo (yang sudah tidak kecil lagi), sulit membayangkan hidup dimana internet bahkan belum terdengar namanya. Komputerpun belum menjadi salah satu perangkat kehidupan. Bahkan, lampu listrik di Indonesia, Bogor belum menyeluruh di Bogor.
Jadi, bisa dimaklum agak sulit membayangkan bagaimana bapaknya, yang lahir di tahun 1970 bisa tahu T-Rex. Sesuatu yang menjadi “ikon” dunia perfilman dan internet.
Untung anak sendiri.Kalau tidak, sudah saya jitak kepalanya. Merendahkan sekali.
Jawabnya, YA.
Saya sudah tahu tentang keberadaan Tyrannosaurus Rex sejak dulu. Bahkan, sebelum filmnya direlease tahun 1993. Saat masih duduk di bangku SD pun di awal tahun 1980-an, saya sudah tahu.
Tidak bohong.
Jika pertanyaannya darimana? Jawabnya dari KHAZANAH PENGETAHUAN ANAK-ANAK.
Bentuknya seperti foto di bawah ini.
Buku ini memiliki 10 edisi dengan judul yang berbeda-beda. Ada tentang “ANGKUTAN” yang berisi tentang perkembangan sejarah berbagai sarana transportasi di dunia. Ada tentang “MATEMATIKA”, “KEHIDUPAN DI BAWAH AIR”. “DUNIA BINATANG”, dan beberapa topik lainnya.
(Sayang edisi yang DUNIA BINATANG belum ditemukan hingga saat ini, jadi fotonya tidak bisa ditampilkan dalam artikel. Padahal, darisanalah saya mengenal T-Rex.)
Seri buku ini merupakan karya terjemahan dari buku aslinya yang berbahasa Inggris. Penerbitannya di Indonesia berkisar antara akhir tahun 1970-an dan 1980-an.
Isinya?
Mirip sekali dengan Wikipedia, tetapi karena diperuntukkan anak-anak porsi gambar menjadi agak lebih banyak, tetapi penulisannya serius dan bukan berupa cerita. Bahasanya, ringan karena saat itu ketika masih SD sekalipun saya bisa menangkap dengan jelas isinya tanpa merasa bosan.
Bisa dikata KHAZANAH PENGETAHUAN ANAK adalah Wikipedia Anak 40 Tahun Lalu.
Memang, tidak semua anak di masa itu seberuntung saya. Punya bapak ibu yang juga doyan membaca.
Harganya lumayan mahal untuk buku-buku seperti ini. Masih teringat di kepala, setiap bulannya ibu harus menyisihkan sebagian dari uang belanja untuk mencicil pembelian buku-buku ini. Entah berapa tepatnya harganya, tetapi di kala itu mencapai puluhan ribu rupiah perbuah (jangan pakai nilai sekarang yah, karena di masa itu 1 Dollar masih sekitar 1000-an).
Tetapi, bapak dan ibu saat itu berpandangan bahwa pengetahuan anak harus diluaskan dan bukan hanya dari sekolah. Oleh karena itulah, mereka rela menyisihkan dana untuk melakukan pembelian buku-buku ini.
Darisanalah banyak pengetahuan yang saya dapatkan. Pengetahuan yang di kemudian hari ternyata kemudian berguna dan bahkan menjadi topik pembicaraan, seperti T-Rex tadi itu.
Buku-buku ini sudah tua sekarang. Maklum saja usianya sudah 40 tahun. Kertasnya sudah menguning dan lem-nya ada yang sudah lepas.
Usia tidak bisa dibantah. Bahkan, hal itu berlaku untuk buku sekalipun.
Tetapi, tahukah Anda? Bahwa, buku ini sudah melahirkan dua generasi menjadi penyuka membaca/buku. Tahun 1970-1980-an , saya tertarik membaca dan membaca salah satunya karena buku-buku ini. Tahun 2000-an, si kribo cilik yang giliran menyukai membaca setelah melihat T-Rex idolanya ada dalam salah satu buku ini.
Hobi yang kemudian terus dikembangkannya hingga sekarang, meski tidak lagi sebatas hanya T-Rex. Lebih jauh lagi.
Bisa bayangkan betapa besar manfaat yang dihadirkannya? Mungkin, itulah yang terbayang di benak bapak dan ibu, eyang kakung dan eyang putrinya si kribo, saat memaksakan diri mengkredit buku ini. Mungkin karena mereka tahu bahwa buku-buku ini akan membawa anak cucunya melihat dunia dan berkembang lebih maju.
Sesuatu yang membuat mereka merasa “murah” dan rela mengeluarkan hasil jerih payahnya dan menukarnya dengan buku-buku ini.
Sesuatu yang memang terbukti sampai 40 tahun kemudian. Dan, mungkin akan terus berlanjut ke gerasi berikutnya.