Selamat Siang Kawan MM!
Pernah merasa terinspirasi setelah membaca tulisan sesama blogger atau penulis? Pasti sering dong.
CR Challenge #3 menunjukkan betapa banyak sekali blogger yang terinspirasi oleh blogger lainnya. Sesuatu yang wajar dan normal dalam kehidupan manusia, karena pada dasarnya, persis seperti kata Prince EA,
Setiap manusia itu pada dasarnya adalah influencer
Dan, saya mengamini pandangan itu karena memang sesuatu yang merupakan kodrat manusia untuk saling mempengaruhi.
Namun, setelah membaca itu saya memiliki sebuah pertanyaan, pernahkah kita terinspirasi oleh diri kita sendiri?
Padahal, pandangan si rapper sekaligus motivator asal Amerika Serikat itu sendiri memiliki sisi lain. Pandangan itu tidak menafikan kenyataan bahwa seseorang bisa menginspirasi dirinya sendiri.
Contohnya saja, saya hari ini membaca ulang tulisan-tulisan lama saya di beberapa blog dan tiba-tiba saya merasa bersemangat, termotivasi, nyaman, dan bahagia. Semua rasa yang sama kalau saya membaca tulisan yang menginspirasi karya orang lain.
Dan, saat itu, saya pikir, saya terinspirasi oleh diri sendiri.
Kalau ditelaah lebih jauh, hal itu sangat dimungkinkan. Banyak kisah dan hal-hal yang terjadi dalam diri sendiri selama hidup. Baik dan buruk. Tidak kalah dengan yang ditebarkan atau dialami oleh orang lain.
Kalau dipikir lebih jauh lagi, mayoritas dorongan bagi kita untuk bergerak maju justru lebih sering hadir dari diri sendiri, bukan dari orang lain.
Banyak sekali pelajaran dari kehidupan sendiri yang bisa digali dan dijadikan bahan untuk mendorong diri sendiri untuk berubah dan maju. Tidak bedanya seperti yang dilakukan oleh “inspirasi” yang berasal dari luar.
Saya pikir hal itu sering terjadi dalam kehidupan siapapun.
Pertanyaannya, mengapa kita lebih suka mengatakan, saya terinspirasi oleh si Anu, saya termotivasi oleh si Itu.
Apakah memang selalu lebih keren menyebutkan orang lain sebagai inspirator, bergabung dengan ribuan orang yang punya inspirator yang sama?
Ataukah memang inspirasi hanya bisa datang dari “luar” saja? Ataukah, memang orang lain selalu lebih baik dari kita sehingga inspirasi hanya bisa datang dari mereka? Ataukah, ada istilah lain bagi inspirasi yang datang dari diri sendiri?
Ataukah kita menghindari diri menjadi seorang narsis karena memuji diri sendiri sebagai inspirator?
Yang mana jawabannya menurut Kawan MM?
Hm hm hm… Topik yang menarik, wk 🤣
Aku sebetulnya juga begitu, Pak Anton. Waktu baca tulisan-tulisan lama di blog kadang merasa takjub sekaligus geli sendiri, apalagi kalau melihat tulisan sendiri yang alay. Hahahah 🤣 Tapi ada kalanya, Syifana pernah sampai di titik “Wah, aku ternyata bisa ya begitu?” Entah karena doing something yang menurut Syifana looking great atau hal lainnya.
Tapi menurut Syifana, Pak Anton. Terinspirasi dari orang lain itu ya sah-sah saja. Lalu bilang ke khalayak ramai kalau “aku habis terinspirasi dari si A”. Hal-hal demikian juga yang merangsang kita untuk melakukan hal yang “serupa” dalam konteks yang jauh lebih baik lagi.
Pada akhirnya, semua bisa terinspirasi dari siapapun. Kita pun juga bisa menginspirasi orang lain. Yang membedakan adalah seberapa unik dan otentiknya kita daripada manusia di luar sana. Karena kalau hanya pada tahap terinspirasi, lalu meniru, lalu sudah. Itu sama saja bohong. Hahaha 🤣
Eh, ini komenku nyambung nggak ya sama isi tulisan Pak Anton? 🤣
Nah kan sama juga..
Yang bilang tidak boleh terinspirasi oleh orang lain siapa? Justru kalau manusia tidak begitu, ya aneh. Itulah kenapa pernyataan dari Prince Ea saya pajang, karena di sana saya pikir banyak kebenarannya. Manusia saling meng-influence satu dengan yang lain.
Cuma, pertanyaannya, kenapa Syifana nggak pernah mengatakan bahwa Syifana terinspirasi oleh diri sendiri. Ga pernah kan, tapi biasanya dengan bangga mengungkapkan bahwa dikau terinspirasi oleh si Dia dan Dia. Alasannya apa?
Padahal, sebenarnya pada akhirnya, seorang manusia akan memecahkan masalah dan bergerak maju biasanya karena “inspirasi” dari dirinya sendiri, dan dia adalah inspirator bagi dirinya sendiri. Cuma, kenapa lebih bangga mengatakan terinspirasi oleh orang lain.
Hahaha.. bukan berarti ga sah…
Meniru adalah bagian dari belajar, yang berbahaya adalah kalau menirunya keterusan dan seseorang tidak akan menjadi dirinya sendiri kalau begitu. Nah, kalau terus terinspirasi oleh orang lain, dan perlu bantuan orang lain untuk terinspirasi, kapan kita menjadi diri sendiri? Iya nggak sih?
Nyambung banget.. malah senang melihat komentar Syifana..
Wkwkwkwk, oke mulai sekarang Syifana akan bilang kalau Syifana terinspirasi oleh diri sendiri. Haha 🤣
Eh iya Pak Anton, setuju! Kalau terus-terusan nggak baik.
Tapi-tapi selama ini dan sejauh ini, Syifana mengamati diri sendiri itu paling malas kalau punya pola yang sama dengan orang lain. Syifana selalu punya keinginan untuk “tampil beda”. Wadidaw apa maksudnya 🤣
Wajar kan kalau memang ingin berbeda karena pada dasarnya manusia itu berbeda. Kenapa haris sama kalau memang harus berbeda? Terinspirasi bukan berarti harus sama.
Wakakakaka… senang diskusi kayak gini Makhluk Mars… baru tau ada makhluk Mars yang suka mengamati diri sendiri
Mungkin karena aku yang masih begini-begini saja, ya.. ga dipungkiri ada peningkatan, tapi ga bisa dibanggakan juga, jadinya aku berfikir kalo aku ga mungkin bs menginspirasi diriku sendiri.
Tapi aku ingin terus terinpirasi, dan paling mudah adalah dari orang-orang yg terbukti jauh lebih baik dariku dari sisi pencapaian. dan dari situ, aku selalu melihat orang lain dan berharap belajar banyak dari pengalaman-pengalaman mereka.
mirip seperti saya melihat pak Anton.
selain tulisan blognya, komentarnya yg selalu kutunggu karena selalu sukses menyentil diriku sendiri. “iya yah, kok aku gitu ya..”
O ya, sebegitunya Ady punya pandangan..? Waduh mindernya sudah level gaswat ini.. wkwkwkwkwkw
* apa benar sudah terbukti orang yang menurut Ady lebih baik itu benar lebih baik? 😀 Apakah sudah terbukti saya lebih baik dari Ady? Banyak orang berpendapat saya itu orang yang menyebalkan loh.. wkwkwkwk
* pengalaman orang lain berbeda sekali dengan situasi dan kondisi yang Ady alami, lalu bagaimana pengalaman itu bisa dimanfaatkan dan berguna?
* kenapa Ady merasa “begini-begini saja”, kontradiksi sih sebenarnya karena mengatakan ada peningkatan juga. Begini begini saja = stagnan, tapi ada peningkatan
Kamu punya banyak Dy, tapi selalu merasa kurang.. Hasilnya, hati kita akan terus merasa kurang. Kamu punya banyak sekali kelebihan, yang sepertinya tidak terlihat oleh kamu Dy.
Saya ga nyentil ahh.. cuma ngajak mikir saja.. maklum kebanyakan waktu luang neh.. wkwkwkw
gpp pak nyentil juga, soalnya sekarang karena udah sedikit kenal pak Anton, jadi aku justru melihatnya dari sisi yang positif, ya itu dia.. ngajak mikir.
hahaha… iya maksudnya ga dipungkiri kalo aku ada peningkatan kalo ngelihatnya ke diri sendiri, tp ketika melihat kepada kondisi ekonomi, aku bertumbuh seiring laju inflasi, jadi kayaknya gini-gini aja.
iya sih pak, aku emang minderan khususnya dari sisi kemampuan finansial. dan dari situ aja udah bikin aku minder ke hal-hal lainnya.
Aku ga tahu kalo aku punya kelebihan apa, tapi yang pasti, kalo aku butuh mengetahui sesuatu, aku pasti pelajari.
iya pak, pak Anton emang nyebelin, tapi itu karena pak Anton orangnya blak-blakan, straight forward, ga basa basi. Kalo belum kenal ya merasa diserang, tapi kalo udah tahu, ternyata pendapatnya ada benernya dan selalu ada yang bisa diambil, malah emang dibutuhkan.
makanya kalo aku lagi badmood, ga mau berinteraksi sama pak Anton hahahahaha…
Wooohooo… Jadi itu toh. Cuma, tidak semua orang melihat dikau dari sisi finansial Dy. Saya juga bukan orang berada dan biasa saja. Tapi ga berarti saya mau minderan kok.. Toh saya tidak minta makan dari orang lain, saya makan dari usaha sendiri. Jadi, kenapa saya minder?
Mau belajar adalah sebuah kelebihan yang harus dibanggakan Dy karena banyak orang yang malas dan sudah berhenti belajar.
O ya.. wakakakakaka.. bagus bagus.. 😀
Lebih ke arah kuatir dibilang narsis mas hahahahaha. Itu jawaban paling jujur :D.
Aku ga pungkirin kok, kdg2 aku yakin Ama pemikiran ku, dan sering juga tiba2 mendapat inspirasi sendiri saat sedang melamun, berfikir banyak, ati saat sedang traveling. Melihat keadaan sekeliling, dan kemudian, terpikir, oh iya, kenapa aku ga ngelakuin ini buat mereka, kenapa aku hrs begini, kenapa bukan begitu aja.. dll.
Tapi jujurnya semua inspirasi itu ya jarang aku share, Krn alasan td. Takut dianggap riya’, ato narsis :D. Padahal dipikir, iya juga sih, yg paling tahu ttg diri kita, ya pasti kita. Harusnya kita juga yg LBH tahu apa yg terbaik buat diri sendiri. :).
Walopun ttp aja, ada bbrp orang yg memang aku jadikan panutan. Walo ga setiap saat. Kayak mba Trinity traveler, aku ngidolain dia sejak lama. Aku ikutin semua hal2 ekstreme yg dia lakuin kayak bungy jump dr Macau tower, rollercoaster yg rel2 nya mengerikan :p. Tapi ga semua cocok di aku. Kegiatan extremenya yg diving, udh jelas ga sesuai, buatku yg ga suka berenang dan panas :p. Dia idolaku, tp bukan di segala hal :D.
Tetep aku yg harus pegang kendali dan mutusin apa yg terbaik buatku sendiri 😀
Nah kan.. saya pikir tidak ada salahnya kalau seorang yakin bahwa dia tahu yang terbaik. Tidak berarti dia narsis. Kalau dishare juga tidak berarti dia riya karena itu kan tergantung hati masing-masing.
Betul sekali bahwa kita harus memegang kendali dalam pembuatan keputusan karena yang paling tahu tentang diri kita, ya diri sendiri. Persis kata Fanny.
setuju sama part “dari kehidupan sendiri bisa dijadikan bahan untuk jadi lebih maju”, ini banyak benernya tapi kadang ada juga yang merasa (termasuk itu aku juga) kalau kita merasa kayak terpuruk gitu. istilah lainnya jadi down
prinsip aku, duhh ini prinsip bukan ya :D, kalau orang lain bisa, aku pastinya bisa juga
kalau terinspirasi dari orang lain, pasti pernah. misal belajar gimana berpikir kreatif, berpikir ala leader yang disegani. Tapi ga semua “contekan” dari orang lain ditiru plek sama, ada unsur ATM juga, amati, tiru dan modifikasi
Kenapa terpuruk? Apakah penyelesaiannya harus selalu dengan melihat orang lain? Tidak bisakah menemukan solusinya dari diri sendiri.
Melihat “ke luar” bukanlah sebuah kesalahan. Bagaimanapun manusia kerap membutuhkan dorongan dari “luar” tadi. Hanya, apakah harus terus berpola begitu?