Menggunakan Kata HARUS Atau WAJIB Pada Judul, Siap Terima Komentar Ini

Hola Kawan MM!

Kalau dipikir dan diperhatikan, semakin hari semakin banyak judul tulisan yang menggunakan kata HARUS atau WAJIB tidak pada tempatnya.

Contohnya :

  • 10 Perlengkapan WAJIB dimiliki fotografer
  • 10 Yang HARUS Dilakukan Orangtua Supaya Anak Pintar

Banyak sekali penulis di media online atau blogger yang menggunakan kedua kata tersebut demi menarik pembaca , meski tidak sesuai dengan makna seharusnya. Persaingan memperebutkan perhatian pembaca kadang membuat banyak orang gelap mata dan mengabaikan banyak hal.

Mayoritas anggota masyarakat sendiri sebenarnya sudah terbiasa dan menganggapnya “bukan masalah”. Setiap hari disuguhi tulisan-tulisan dengan judul seperti itu pada akhirnya menjadikannya tidak berbeda dengan kebiasaan pemotor naik ke trotoar. Semua dianggap “wajar”.

Tetapi…

Tidak semua.

Masih tetap banyak orang yang menganggap bahwa hal itu adalah sebuah “masalah”. Hal itu kerap tercermin dalam kolom komentar sebuah tulisan di media online (termasuk blog) yang menggunakan judul “harus” dan “wajib”.

Salah satunya “SAYA”.

Sebagai mantan Internet Ronin yang biasa “berkelahi” di dunia maya, terkadang urat jahil saya “tercolek” kalau membaca judul bombastis seperti itu. Tidak jarang saya meninggalkan komentar singkat, tapi pastinya akan terasa “menyebalkan” bagi penulisnya.

Memang tujuannya seperti itu untuk mengajak berpikir tentang “kesalahan” yang dilakukan penulisnya.

Beberapa komentar yang pernah saya tinggalkan dalam kolom komentar blog yang memakai kata HARUS dan WAJIB tidak pada tempatnya adalah sebagai berikut :

  • “Eh, elu siapa pake mengharuskan begini dan begitu?”
  • “Terus kalau saya tidak mau mengikuti tulisan di atas, kamu bisa apa?”
  • “Siapa elu maksa gua ikut kata elu”
  • “Pelajaran bahasa Indonesia dapat 5 ya, kok tidak tahu pakai kata HARUS atau WAJIB”
  • “Suka-suka saya saja dong mau pakai cara apa, kenapa kamu maksa!”
  • “Memang elu sendiri udah pernah nyoba, sampai bisa bilang begitu. Kalau tidak punya terus bagaimana?” (Yang ini saya tinggalkan pada blog yang digadang-gadang sebagai blog terkenal Indonesia dan membahas dunia marketing online, bisnis, blogging, tapi tiba-tiba ada tulisan perlengkapan fotografi yang “HARUS” dimiliki seorang fotografer)

Variasinya banyak.

Tidak selalu saya lakukan juga sih. Juga tidak sering, cuma pernah saya lakukan. Biasanya saya akan menilai situasi, kondisi, dan tergantung mood “jahil”. Lagipula, sebagai seorang blogger, saya menyadari tujuan mereka melakukan itu.

Jadi, sering juga saya biarkan orang lain yang “peduli” yang mewakili berkomentar. Biasanya sih ada saja orang yang “jahil” seperti saya.

Apa respon penulisnya? Sejauh ini semua tidak memberikan balasan. Ada komentar saya yang tidak diterbitkan juga. Entah, mungkin si penulisnya malas berdebat atau menyadari kesalahan yang dilakukannya. (Kemungkinan yang pertama yang paling mungkin)

Mengapa saya begitu “memperhatikan” hal kecil seperti ini? Yah, mungkin karena saya tidak ingin melihat “KAWASAN WAJIB MASKER” dianggap “KAWASAN DISARANKAN PAKAI MASKER”. Juga, tidak mau “WAJIB MEMAKAI SABUK PENGAMAN” diterjemahkan oleh masyarakat “DISARANKAN MEMAKAI SABUK PENGAMAN”.

Hal itu mungkin terjadi kalau masyarakat terus dicekoki sebuah kesalahan terus menerus setiap hari.

Leave a Comment