Para master blogger akan selalu mengatakan yang satu ini kepada para blogger pemula, “Kalau memilih template, perhatikan kecepatan loading karena kalau lamban, maka pembaca akan kabur dan tidak mau kembali”. Betul tidak.
Karena petatah-petitih dari mereka lah GTMetrix atau Pagespeed Insight kebanjuran pelanggan. Kebanyakan ingin mengetahui seberapa cepat blog mereka tampil dan tayang di internet.
Wejangan yang sama juga yang mendorong banyak sekali blogger mengutak atik blog mereka supaya bisa mencapai angka di atas 90% ala Yslow atau Pagespeed Insight di GT Metrix. Tidak sedikit yang mencoba mengejar angka impian 100%.
Berbagai hal dilakukan para blogger untuk membuat blognya menjadi ringan. Mencopot plugin (di WordPress) atau widget adalah hal yang paling sering dilakukan. Ada juga yang mengurangi javascrip dan melakukan modifikasi pada templatenya agar menjadi seringan kapas dan hanya perlu satu detik saja untuk tampil.
Semua dilakukan banyak blogger dengan satu alasan, supaya kecepatan loading blognya menjadi sangat cepat.
Tidak peduli tampilan blog menjadi begitu sederhana dan tidak enak dilihat, yang penting di bawah 3 detik, angka keramat kecepatan loading salah satu master blogger Indonesia.
Wajar, tentu saja, karena siapa yang ingin pembaca kabur hanya karena sebuah blog memerlukan waktu terlalu lama untuk tayang.
Tetapi, tidak dengan saya.
Saat memilih template, kecepatan loading bukanlah prioritas utama. Ada beberapa hal lain yang menjadi kriteria pemilihan yang jauh lebih penting dibandingkan seberapa cepat sebuah template akan tampil.
Mengapa Kecepatan Loading Bukan Prioritas Utama Saat Memilih Template?
Kenyataannya sebuah website terdiri bukan hanya dari template. Disana ada konten, menu navugasi foto/image, dan lain sebagainya.
Betah tidaknya pembaca akan tergantung pada banyak hal, tidak tunggal. Sebuah blog boleh saja cepat, tetapi kalau tulisannya tidak enak dibaca, apakah mereka mau kembali? Kecepatan sudah 1 detik, tetapi menu navigasi sulit, benarkah mereka akan berlama-lama disana? Penayangan cepat sekali, tapi warna atau tampilannya tidak enak, maukah mereka menghabiskan waktu?
Ada begitu banyak hal yang mempengaruhi betah tidaknya pembaca , dan bukan sekedar kecepatan blog.
Memang, kecepatan loading “penting”. Siapa sih yang mau menghabiskan waktu membuka sebuah website tetapi tidak tayang-tayang? Tidak ada. Saya pun tidak mau. Hanya, seberapa lama mereka mau menunggu? Itu pertanyaannya.
Sebuah survey di Amerika Serikat menemukan 30-40% pembaca akan menekan tombol close atau back ketika laman tidak tayang dalam 3 detik. Sebuah hasil yang kemudian menjadi rujukan para blogger Indonesia untuk menghadirkan mitor “kalau tidak 3 detik, pembaca akan kabur” tanpa mengindahkan bahwa ada 60% responden yang tetap menunggu lebih dari 3 detik.
Bukti pun mengatakan bahwa tetap masih ada pembaca yang akan menanti lebih dari 3 detik. Website Detik, Kompas, Cumilebay, Mojok.co, dan masih banyak website lainnya akan membuat para penggemar GTmetric dan Pagespeed Insight ternganga.
“Merah” semuanya. Website-website ini tidak akan lulus dari ujian kecepatan loading karena nilainya sangat rendah. Kerap waktu yang dibutuhkan mencapai 5 detik. Tetapi, sudah diketahui bersama kalau semua website ini banjir pembaca setiap harinya. Kontras dengan mitos 3 detik para blogger.
Bukti yang menunjukkan bahwa ada saat dimana kecepatan loading dianggap tidak penting dan diabaikan.
Semua itu karena pada dasarnya pembaca datang ke blog/website bukan sekedar ingin melihat seberapa cepat sebuah laman ditayangkan. Mereka ingin membaca.
Tentunya, menyuguhkan sesuatu dengan cepat merupakan service yang baik, tetapi bukan segalanya. Banyak hal lain yang menjadi alasan mereka betah di sebuah blog.
Ketika diterapkan pada salah satu blog milik sendiri, hasilnya juga mengatakan demikian. Lovely Bogor tetap memiliki pembaca, bahkan banyak yang setia, padahal kecepatan loadingnya di atas 3 detik.
Kriteria Memilih Template (ala Maniak Menulis)
Bagaimana kriteria memilih template yang tepat?
Jujur saja, saya tidak akan mengatakan “yang tepat”. Pemilihan template akan tergantung pada tujuan dari ngeblog atau membuat website. Tidak bisa dibuatkan sebuah deretan standar atau kriteria yang pasti, baku, dan kaku.
Seorang blogger yang hendak membuat blog diary, manalah mungkin harus mengikuti kriteria template blog berita. Yang satu lagi hendak membangun blog sambil ingin berjualan, yang berarti harus template yang compatibel dengan Woo Commerce, haruskah mematuhi standar blog yang dibuat seorang internet marketer?
Ya tidak lah. Masing-masing punya kriteria sendiri-sendiri. Jadi, sebenarnya, tidak bisa ada gebyah uyah , atau penyamarataan dalam hal ini. Pemilihan harus berdasarkan ide, kepentingan, keinginan, dan tujuan dari blog dan si bloggernya sendiri. Bukan apa yang menurut orang lain bagus.
Bagi saya sendiri, sebuah template harus merupakan kompromi antara penampilan, kemudahan pemakaian, kecepatan loading, kemungkinan pengembangan ke depan, harga yang terjangkau, dan populer atau tidaknya.
Semua bagian memegang peranan penting dan tidak bisa diabaikan. Meskipun demikian, jika, memang diharuskan membuat skala prioritas, maka urutannya akan menjadi seperti di bawah ini. Kecepatan loading memang tidak menempati urutan pertama.
1. Kemudahan Dalam Pemakaian/Pengoperasian
Saya orang yang malas repot. Terserah apa kata orang, tetapi mengutak-atik template, memasang plugin atau widget dan sejenisnya, jelas bukanlah pekerjaan favorit. Saya lebih suka memfokuskan perhatian pada kegiatan menulisnya.
Jadi, sebuah template yang mudah dioperasikan adalah keharusan.
Dalam hal ini, berbagai template WordPress memang yang paling saya sukai karena kemudahan penggunaannya. Tidak perlu masuk ke dalam struktur kode untuk merubah apapun. Cukup install dan selesai.
Tetapi, tidak semua template/theme WordPress ternyata mudah dioperasikan. Banyak yang juga rumit dan memerlukan penginstallan plugin tambahan juga, yang juga buat ribet karena kadang tidak kompatibel dengan WordPressnya.
Template Blogger sendiri lebih rumit karena kebanyakan harus masuk ke dalam bagian HTML kalau mau merubah sesuatu. Meskipun demikian, ternyata tidak semua template untuk blogger begitu. Dua kali saya membeli template premium dari luar negeri dan ternyata jauh lebih mudah untuk mengoperasikannya dan bahkan untuk memasang iklan, saya tidak perlu masuk ke dalam kode. Sudah disiapkan oleh yang buat.
Jadi, kemudahan pengoperasian adalah hal yang paling utama bagi saya saat memilih sebuah template. Kalau ruwet dan harus masuk bagian kode (walau saya bisa), malas memakainya.
2. Tampilan Harus Sederhana Tapi Terlalu
Sederhana harus.Keren jangan dilupakan.
Yang seperti apa keren tetapi sederhana? Menurut saya sih nggak rumit.
Warna putih sebagai latar belakang pada bagian posting, buat saya keharusan karena warna itu yang paling pas buat membaca.
Dua kolom rasanya cukup untuk laman postingan. Satu kolom baca dan satu sidebar. Tiga kolom rasanya terlalu ribet dan rumit. Malah perhatian pembaca akan terbagi dan terganggu. Apalagi kalau 4 atau lima.
Meskipun demikian untuk halaman homepage, tema magazine atau majalah, rasanya keren dan enak dilihat. Apalagi, homepage yang seperti ini akan menampilkan lebih banyak pilihan daripada yang standar saja.
Itu sederhana dan keren menurut saya.
Mungkin karena saya berpandangan bahwa “blog” dalam wujud aslinya yang berupa diary atau jurnal sudah semakin kurang bisa menarik perhatian, maka tampilan sebuah blog dewasa ini harus lebih mengarah pada “majalah” . Sebuah blog juga harus bisa menjadi sebuah sumber informasi tidak resmi bagi pembacanya.
(Bukankah blog Linda Ikeji juga sudah mulai beralih dari wujud standar ke arah media?)
Oleh karena itu penampilannya harus setidaknya mirip dengan “media-media” masa kini. Tidak perlu sama persis, tetapi agak mirip saja.
Masalah selera memang untuk hal ini, dan mungkin inilah selera saya.
3. Tidak Mahal (Terjangkau)
Cepat. Keren. Keliatan pro. Menu bagus. Tapi MAHAL, ya sama saja bohong. Tetap saja hikss, tidak kebeli dan tidak bisa dipakai.
Bagaimanapun, kantung juga harus dipikirkan.
Bukan berarti saya anti memakai template gratisan. Cuma kok yah ada yang ganjel dalam hal ini. Bukan karena harus memberi link kepada si pembuatnya, itu sih buat saya tidak masalah juga. Mereka berhak menerima penghargaan atas kerja kerasnya.
Tetapi, walau tidak berlebih, saya mampu membeli. Jadi kenapa tidak menghargai pembuatnya dengan membayar tenaga, waktu, dan jerih payah dalam membuat template. Siapa tahu mereka juga jadi lebih semangat berkreasi.
Lagi pula, hal itu juga mendorong diri sendiri untuk bisa mempertanggungjawabkan apa yang sudah dikeluarkan. Perlahan tetapi pasti mengarah pada perubahan kuadran menjadi “pebisnis”. Ada motivasi lebih saat memakai sesuatu yang berbayar.
Soal terlihat lebih “pro” dengan template berbayar? Itu sih relatif karena sebenarnya jarang orang melihat sampai ke bagian footer dan melihat link. Masyarakat awam juga kadang tidak tahu bedanya dari hanya link yang mengarah ke website si pembuat. Ini bukan alasan saya memakai template berbayar.
4. Kecepatan Loading
Nah. Barulah kecepatan loading dipikirkan setelah semua yang di atas tadi.
Juga, tidak terlalu ngoyo. Bagaimanapun, kecepatan loading bukan hanya dipengaruhi satu faktor juga. Banyak hal lain, seperti kecepatan internet, perangkat yang dipakai pembaca (dan kita), image, dan masih banyak hal lainnya.
GTMetrix atau Pagespeed Insight memang berguna memberikan gambaran tentang “kemungkungan” lama waktu supaya sebuah laman tayang, tetapi tidak berarti akan sama. Sebuah homepage tipe majalah dengan banyak image akan diloading lebih lama dibandingkan laman postingan yang kadang hanya ada 1-2 image saja.
Masalah 3 detik atau pengunjung kabur, saya tidak terlalu terpaku pada yang seperti ini. Kenyataannya tidak demikian dan yang seperti ini cenderung mendekati mitos saja tanpa bukti yang mendukung. Cobalah tanyakan apakah sudah ada survey tentang ini di Indonesia? Rasanya belum dan entah apakah bakalan ada.
Saya membuatnya sederhana saja. Berapa lama saya tahan menunggu sebuah laman loading kalau hendak membaca blog orang lain, itulah yang akan saya jadikan patokan. Tentunya dikurangi beberapa detik supaya tidak terlalu lama.
Jadi, saya buat patokan kecil berdasarkan hasil test pada homepage dengan GTmetrix saja. Kalau masih berada di kisaran 4-5 detik, menurut saya cukup aman. Homepage lebih lamban biasanya dari laman postingan. Ini juga berdasarkan pengalaman mengelola beberapa blog.
5. Kepopuleran
Poin pertimbangan terakhir dalam memilih template, versi saya adalah kepopuleran.
Jangan salah sangka. Bukan berarti saya akan memakai template yang paling populer. Justru, sebaliknya.
Template yang sangat populer dipakai akan saya abaikan. Walaupun terkenal dengan SEO Friendly, kecepatan loading, atau tampilanya, kalau banyak sekali dipakai, maka tidak lagi saya pertimbangkan.
Alasannya, yah, relatif, tetapi rasanya tidak enak saja masuk blog orang lain serasa masuk blog sendiri.
Itulah yang saya alami saat menggunakan Evmagz, template legendaris buatan sang legenda, Mas Sugeng. Murah meriah, bagus, dan banyak sekali dipakai oleh blogger Indonesia saking terkenalnya. Tidak terhitung blog yang pernah saya masuki memakai template yang satu ini.
Hasilnya, ya saya batalkan penggunaan template ini. Terlalu populer dan membuat blog saya menjadi “sama saja” dengan yang lain. Memang bisa diakali dengan mengutak-atik templatenya, tetapi seperti disebutkan di atas, saya itu orang malas.
Bukan saya tidak menyadari bahwa template apapun, kalau tidak buat sendiri, sudah pasti akan ada yang memakainya. Pastilah. Kalau mau benar-benar berbeda dan unik harus dibuat sendiri berdasarkan ide sendiri, dan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar dan waktu yang lama.
Sadar sekali tentang hal ini.
Hanya saja, kalau terlalu banyak yang memakai, hasilnya seperti orang membeli pakaian secara kodian dengan warna yang sama, corak yang sama. Jadilah, semua terkesan sama. Apalagi kalau ada versi gratisannya, tidak akan terhitung lagi yang memakai.
Itulah juga mengapa saya sering membeli versi premium sebuah template. Saat sudah mencapai titik serius sekali, maka saya akan membeli ulang yang baru dan yang tidak ada versi gratisannya.
Dengan begitu setidaknya, ada sedikit “perbedaan” dengan yang lain. Kalaupun ada yang memakainya juga, tidak masalah, selama bukan 1000 atau dua ribu di lingkungan/wilayah yang sama.
Maaf yah Mas Sugeng, templatemu menurut saya bagus dan sangat user friendly, tetapi kebanyakan yang pakai, jadi terpaksa dicopot. Padahal, saya suka.
—
Itulah berbagai faktor yang saya pertimbangkan saat memilih template, dan kecepatan loading memang bukan prioritas utama. Masih ada hal-hal lain yang lebih perlu diperhatikan
Maniak Menulis saat ini masih memakai template Simplify 2 dari Arlina, tetapi jangan heran kalau suatu waktu akan berubah. Tidak dalam jangka waktu dekat, tetapi sudah direncanakan dan sudah ada pilihan penggantinya.
Template ini sebenarnya cukup lumayan dan tidak ribet memakainya. Tetapi, ada satu hal yang membuat agak ‘gimana itu”. Kalau melihat statistik di blogger, setiap laman ditayangkan maka penambahan pageviewnya tidak normal. Untuk homepage, jika tayang pageview bertambah satu, laman posting tanpa dikomentari 3 dan kalau komentar bertambah 5. Tidak normal. Bukan sebuah masalah juga tetapi aneh saja rasanya disuguhi data tidak akurat.
Makanya, saya memutuskan akan menggantinya, walau tidak sekarang karena dananya belum ada untuk membeli yang baru karena lumayan mahal. Harganya 23 dollar untuk regular license alias satu website saja dari Themeforest. Keren dan terlihat potensi pengembangannya. Mungkin pertengahan tahun atau akhir tahun karena ada beberapa yang perlu diganti.
Nah, itu menurut saya. Bagaimana menurut Anda? Kriteria apa yang Anda punya saat memilih template atau theme untuk blog Anda?
Artikel nya menarik, mengulas preoritas kecepatan loading blog dari sudut pandang yang berbeda dan yang terpenting masih masuk akal. Perihal template saya juga sepemikiran, sebetulnya saya juga agak kecewa, soalnya template yg saya pakai di blog banyak yang pakai. Karena saya nggak pengen orang awam tau jenis template yg saya gunakan, saat diketik CTRL+U nggak akan ada informasi atau keterangan jenis template. Selain itu, saya juga sedikit mengubah nya. Ya, walaupun sebagian orang tetap tahu, minimal tidak semua orang. ☺️
Makasih mas Nino… Hehehe.. memang rasanya gimana gitu kalau menemukan website yang templatenya sama. Nggak beda sama pakai baju dan kemudian bertemu teman yang ternyata pakaiannya sama persis.
Kalo ngomongin template, kemarin sempat mau ganti, tapi kenyataannya ngga ada yg cocok di hati. Mau beli versi premiumnya saja ngga yakin, apakah akan sama bagusnya dengan yang dipakai sekarang.
Mungkin karena saya sudah melakukan modifikasi dan terlanjur cocok dan suka. Saat ini rasanya berat untuk mengganti, biarlah pakai yang gratisan.
Masalah loading, ah, saya sudah ngga ngerti lagi cara mengoptimalkannya. Apa yang ada aja.
Kalau sudah nggak cocok di hati, ya jangan dipaksa… benar kan…
Mau pakai gratisan ya ga masalah selama cocok di hati mah
tobat gonta ganti template, ga ada puasnya, yang ada menghambat produktifitas, lupa buat konten
Sebuah sikap yang benar mas karena blogging bukan cuma soal template. Intinya malah bukan itu
template juga bisa mempengaruhi mas asalkan kontennya menarik dan enak kalo dibaca, bener apa kata mas, termasuk saya sering gonta ganti template yang kecepatannya dibawah 3 detik, tapi itulah memang memakai yang free sih
Hahahaha.. template mempengaruhi.. krn manusia Indonesia kan juga senang penampilan…