Berlibur atau liburan itu pasti akan “makan biaya”. Itu adalah fakta yang saya pelajari selama hidup. Baik kita pergi ke suatu tempat, ataupun sekedar di rumah saja, tetap akan selalu ada aliran uang yang mengarah keluar dompet kita.
Hasil dari keluarnya uang itu, acapkali tidak kasat mata. Ada dan tiada.
Begitu juga dengan yang namanya hiatus alias “nyepi” atau “istirahat” bagi seorang blogger. Meskipun banyak yang bilang profesi tanpa biaya, sebenarnya tetap ada ongkos yang harus dibayar. Menjauh dari blog itu juga punya harga yang harus dibayar.
Apalagi, bagi saya yang mengurus blog berbasis WordPress Self Hosted, alias semua diurus sendiri.
Lumayan besar juga biaya yang sudah dikeluarkan selama 2 tahun periode hiatus yang saya ambil.
Hitung punya hitung, kira-kira besaran uang yang dipaksa keluar dari dompet seperti di bawah ini
- 2 x 12 x US$ 25 (2 tahun dikali 12 bulan dikali biaya hosting di Cloudways/Digital Ocean untuk dua IP yaitu US$ 25/bulan) = US$ 600
- 2 x 7 x Rp.200.000 (dua tahun kali 7 domain x biaya domain pertahun) = Rp2.800.00,- (kurang lebih yah karena harga domain beragam)
Total ongkos liburan yang dikeluarkan kira-kira US$ 600 X Rp. 16.000.- (kurs dollar ke rupiah) + Rp. 2.800.000.- = Rp. 12.400.000.-
Tidak tepat 100% hitungannya karena saya malas melihat data dan kurs yang berlaku. Namun, jumlah tersebut tidak akan jauh di atas yang sudah dikeluarkan.
Lumayan besar kan? Buat saya sih lumayan besar juga uang yang sudah melayang itu.
Hasilnya?
Secara materi bisa dikata minim sekali. Penghasilan Adsense memang tetap jalan, tetapi karena blog sudah jarang diisi, maka jumlahnya menurun drastis. Tidak nol, tetapi sekarang hanya sekitar 10% saja dari sebelumnya.
Pengunjung juga menurun teramat sangat, walau pemakaian SEO di banyak blog masih membantu sekali mendatangkan pembaca dari mesin pencari. Tetap saja, jumlah sangat jauh dari ketika semua blog masih aktif.
Situasinya memang parah sekali di semua blog yang saya kelola.
Saya tidak akan heran kalau ada yang berpandangan bahwa semua itu tidak sebanding dengan biaya yang sudah dikeluarkan selama itu. Bagaimanapun, uang tersebut termasuk besar. Bagi saya pun demikian.
Namun, saya merasa hal tersebut “LAYAK” dan memang harus dikeluarkan. Tidak peduli biayanya, saya harus tetap memastikan blog tersebut harus tetap hidup, walaupun saya tidak mengurusnya selama masa hiatus itu.
Mau tahu alasannya? Dua diantaranya adalah
- LB Digital adalah singkatan dari Lovely Bogor Digital : dengan kata lain, bisnis yang sedang saya kembangkan ini berbasis pada blog utama/pertama yang saya bangun, yaitu Lovely Bogor. Menghilangkan dan mematikan blog itu akan mematikan fondasi dari bisnis yang sedang dijalankan
- Mematikan blog yang ada, sama saja saya mematikan alat yang mungkin sekali bisa dipergunakan untuk mengembangkan LB Digital
Namun, alasan utamanya adalah saya tetap ingin menjadi BLOGGER. Meskipun saya hiatus, bukan karena saya tidak lagi cinta blogging seperti saya kehilangan cinta pada buku. Hiatusnya saya lebih karena fokus saya harus dialihkan dulu ke LB Digital karena sebuah bisnis yang baru dibangun perlu perhatian lebih agar bisa bertahan. Dan, saya tidak punya banyak waktu tersedia untuk menangani kedua hal itu sekaligus.
Ketika LB Digital sudah bisa “dilepas” alias “biasa dijalankan oleh timnya sendiri”, saya berniat kembali ke dunia blogging. Dunia dimana saya merasa berada di tempat yang seharusnya.
Namun, kalau semua itu akan sulit dilakukan kalau semua blog yang ada dihapus dan dimatikan. Saya seperti terputus dengan dunia blogging. Saya seperti kehilangan rumah untuk pulang.
Kalau itu terjadi, saya mungkin tidak akan pernah kembali menjadi blogger.
Tentu saja, untuk memastikan saya bisa “pulang ke rumah”, saya harus memastikan bahwa rumah-rumah itu tetap ada, meskipun dalam kondisi tidak terurus, Saya yakin akan dapat memperbaiki dan merapikannya kembali ketika sudah pulang.
Dan, untuk itu, biaya dibutuhkan untuk memastikan rumah-rumah itu tetap ada dan tidak runtuh. Hal itu bisa diterima dibandingkan kalau saya kembali dan harus mulai lagi dari awal. Rasanya pasti akan lebih berat lagi.
Jadi, meskipun uang yang keluar lumayan besar, bagi saya, hal itu memang layak dan perlu dikeluarkan. Hasilnya memang tidak kasat mata dan sulit dirasakan.Namun, setidaknya saya tahu ketika saya “pulang” ke dunia blogging, ada tempat yang menunggu saya dan tidak menjadi blogger tanpa blog.
Bagaimanapun, saya tetap dan akan terus menjadi seorang blogger.
Pahaaaam banget kok mas. Kalo aku JD mas Anton, aku pun bakal rela ngeluarin uang lebih hanya demi blogku ttp exist.
Pas dulu aku masih kerja, susaaah banget utk bisa update blog, even seminggu sekali. Makanya duluuuu zaman kerja, aku update 2 Minggu sekali, bahkan kdg sebulan sekali. Krn memang kerja kantor pasti lebih utama.
Cuma ga kepikir utk mematikan blog, Krn buatku menulis itu passion. Blog ibarat rumah Maya , tempat aku pulang kalo jenuh udah berasa. Dengan menulis pikiranku bisa fresh.
JD lebih rela sih ngeluarin uang lebih utk blog yg hiatus. ❤️. Lebih bagus begitu, drpd blog mati, lalu kalo nanti pengin nulis lagi terpaksa buat baru. Hrs memperkenalkan blog lagi . Lebih capek sih
Iya FAN.. karena saya niat kembali, makanya ga dimatikan. Kalau dimatikan berarti saya berniat berhenti jadi blogger padahal kan nggak. Malah istri nyemangati tuk segera balik lagi..
Tul banget. Itu pertimbangan yang sama dgnku Fan