Mengurangi Jumlah Topik , Membuat Blog Lebih Baik?

Sebenarnya bukan urusan saya. Bagaimanapun, setiap blogger berhak dan bebas menentukan yang mau dia tayangkan dan tulis di blognya. Tidak boleh ada larangan. Sebaiknya juga, tidak seharusnya ada yang merendahkan apa yang dilakukannya.

Namun, setelah berkeliling lumayan sering selama 2 mingguan terakhir berkunjung ke berbagai blog, dalam dan luar negeri, saya memiliki pandangan kecil. Hal kecil itu terkait dengan jumlah topik pada sebuah blog.

Saya paham sekali bahwa kebanyakan blogger terjun ke dunia ini, seringnya karena iseng atau sekedar ikut-ikutan saja. Hal itu membuat mereka pada dasarnya tidak memiliki konsep blog saat memulai.

Blog diisi dengan sambil berjalan sesuai dengan rasa ketertarikan bloggernya pada suatu waktu. Rasa ini lah yang kemudian membuat isi sebuah blog menjadi tidak terarah dan beragam, bervariasi.

Semua hal yang dianggap menarik langsung dituliskan dan diterbitkan. Dan, diberi label baru.

Sebagai hasilnya, jumlah label/kategori menjadi banyak sekali. Kadang sampai ada yang lebih dari 40. Seringnya, kesemua label ini tidak berkaitan sama sekali.

Bayangkan saja, dalam sebuah blog, ada label teknologi, parenting, memasak, traveling, otomotif, keuangan, perbankan, sekolah, pengembangan diri, lomba blog, kulineran, blogging, relationship, digital marketing, marketing, produk, review, ulasan buku, fotografi, komputer, ulasan film, tutorial, tips dan trik, gadget, kecantikan, fashion, sponsored post, content placemtn, dan sebagainya.

Pertanyaan : Bagaimana kesan Anda melihat paragraf di atas? Membingungkan? Acak-acakan? Semrawut?

Saya cukup yakin Anda tidak membaca paragraf di atas karena terlihat tidak menarik dan ruwet.

Mungkin, itulah yang saya rasakan ketika menemukan sebuah blog dengan topik yang luar biasa banyak. Sejak awal keruwetannya sudah mengurangi minat membaca.

Belum lagi ditambah dengan perasaan, bloggernya ahli di bidang apa yah? Mana yang harus saya baca? Kelihatannya bloggernya kok ahli dan serba bisa ya di semua hal lagi yah (yang menyentil logika terhadap kodrat manusia yang tidak bisa menguasai semua hal).

Brandingnya jelas tidak terbentuk sama sekali. Betapapun bagusnya tagline yang dipajang di bawah judul blog, ia dikhianati oleh label dan kontennya sendiri.

Tidak nyambung dan justru malah membingungkan.

Citra yang ingin tersampaikan menjadi kacau balau. Saya sering bertanya-tanya

  • ini blog personal atau blog lifestyle yah? Mau disebut personal, justru banyak tutorial, tips dan trik yang bersifat informatif. Mau disebut blog personal, justru cerita tentang bloggernya tidak ada
  • saya harus melihat bloggernya sebagai seorang ahli di bidang apa yah? Yang mana dari semua label itu yang bisa menunjukkan passion dan keahlian dari si bloggernya? Siapa dia?

Pada akhirnya, terlalu banyak topik menunjukkan sisi terburuknya, seorang blogger menjadi kehilangan citranya sendiri. Saya sebagai pembaca tidak bisa menemukan “Siapa yang menulis?” Identitas itu tidak terbentuk di kepala saya karena kesulitan menemukan inti blog itu.

O ya jangan disalahartikan bahwa blog niche lebih baik dan lebih berpeluang sukses. Tidak ada kaitannya sama sekali. Saya termasuk orang yang berpandangan setiap orang punya jalan masing-masing. blog gado-gado atau blog niche sama-sama berpeluang untuk berhasil.

Namun, saya berpendapat, ada baiknya seorang blogger multi topik pun berpikir taktis sedikit. Tujuannya agar “rumah” mereka tidak terlalu penuh dengan barang.

Tahu sendiri kan rasanya kalau masuk ke sebuah ramah yang terlalu penuh dengan perabot?

Hal itu bisa dilakukan dengan “mengurangi” jumlah topik. Bukan berarti menghapus yang sudah ada, tetapi

  • memilih topik-topik tertentu saja untuk menjadi inti, misalkan dari 20 yang pernah ditulis, tayangkan saja 5-6 yang paling dikuasai
  • kelompokkan label atau kategori, misalkan gadget dan komputer yang bisa dijadikan sub dari teknologi
  • buat label atau kategori non-kategori untuk tulisan yang hanya ditulis sekali dua kali saja dan bukan merupakan inti blog
  • kurangi kebiasaan menulis sesuatu hanya karena rasa tertarik, tetapi pertanyakan apakah bahan tulisan tersebut bisa dimasukkan ke dalam salah satu kategori yang sudah ada
  • hilangkan pemakaian label (untuk Blogger/Blogspot) dengan begitu pembaca hanya melihat bagian menu saja
  • bila memakai Wordpres (Self Hosted), pergunakan homepage atau beranda yang berbeda dan bukan menunjukkan latest post agar pembaca melihat hanya yang ingin kita perlihatkan

Dengan begitu, meski masih gado-gado, blognya akan lebih terarah. Kita akan tetap bebas menulis semau kita, tetapi pembaca tidak perlu melihat semuanya.

Pembaca akan lebih mudah menemukan ciri dan karakter dari blog dan bukan terjebak dalam keruwetan tumpukan topik.

Namun, seperti sudah dikatakan di atas, tidak ada seorangpun yang berhak melarang seorang blogger dalam mengurus blognya. Yang di atas adalah sekedar saran saja, yang bisa diterima atau ditolak.

It’s your own choice.

Leave a Comment