[Saya] Bukan Pemberi Saran Yang Baik

Hola Maniakers!

Serius loh, saya memang bukan pemberi saran yang baik. Jadi, kalau bisa hindari bertanya kepada dan meminta saran dari saya.

Kenapa? Karena seringnya, saya tidak akan pernah membuat hati Kawan MM senang dan puas. Bahkan, sangat mungkin jawaban yang saya berikan akan membuat kesal dan menjengkelkan yang bertanya.

Contohnya, di Kafe MM, mbak Thessa beberapa hari yang lalu bertanya tentang tips dan trik fotografi Flatlay. Ia mengatakan sudah mencoba tips dan trik yang diberikan, tetapi hasil fotonya tetap kurang memuaskan.

Ia secara terbuka bertanya kepada para “master” fotografi tentang tips dan trik fotografi jenis ini agar foto yang dihasilkannya menarik.

Respon saya? Silakan lihat di TIPS FOTOGRAFI FLATLAY di Kafe MM.

Mungkin, mbak Thessa merasa tidak puas dengan jawaban saya. Tetapi, saya pikir itulah yang “harus” saya sampaikan terhadap pertanyaan itu.

Banyaknya tulisan tentang tips dan trik fotografi bertebaran di internet, tetapi sayangnya, banyak di antara tulisan itu yang sebenarnya tidak dibuat oleh mereka yang paham tentang fotografi. Banyak blogger yang menulis hanya sekedar meniru dan menulis ulang tanpa pemahaman yang baik tentang fotografi.

Jika ditambah dengan berbagai kata-kata clickbait, seperti MENAKJUBKAN, KEREN, HARUS, WAJIB, PASTI dan sebagainya, tidak sedikit yang akhirnya menjadi sebuah tulisan yang menyesatkan. Setidaknya tidak memberi gambaran yang sebenarnya.

Fotografi sama dengan menulis adalah sebuah skill yang didapatkan melalui proses belajar yang panjang, konsisten dan penuh perjuangan. Perlu kemauan untuk bereksperimen, melakukan kesalahan, dan kemudian memperbaikinya terus menerus.

Dari sanalah skill yang didapat.

Pertanyaan Mbak Thessa sebenarnya wajar, mayoritas orang ingin seperti itu, tetapi, saya pikir itu adalah jalan yang salah. Tidak ada fotografer yang bisa menghasilkan foto yang baik dan menarik hanya sekedar dengan membaca satu dua tips dan trik saja.

Apalagi dari website, yang mungkin dibuat blogger yang tidak menekuni fotografi. Website atau blog yang mungkin untuk pemanisnya dimasukkan foto dari Pixabay atau Pexels. Bukan hasil karya sendiri.

Jika mau mempunyai foto-foto yang bagus, maka mulailah lebih serius belajar fotografi. Jangan mau cepat karena tidak ada jalan pintas. Sama prosesnya dengan belajar apapun di dunia.

Tidak bisa hanya membaca 100 tips dan trik dan kemudian berharap hasil foto menjadi menarik.

Tidak ada seseorang yang menjadi chef hanya karena dia membaca buku resep masakan dan cara memasak. Tidak ada seorang penulis yang menjadi penulis hanya karena dia membaca 100 buku tentang cara menulis yang baik dan benar.

Pengetahuan teori (yang benar) harus diimbangi dengan kemauan untuk berlatih dan mempraktekkan. Skill tidak didapat dari teori, tetapi dari bagaimana teori itu diterapkan dalam praktek, dipahami, dan kemudian dikembangkan.

Jadi, saya melihat ada “kesalahan” pandang dalam pertanyaan Mbak Thessa. Mungkin ia beranggapan bahwa dengan mengikuti tips dan trik yang dibacanya sudah cukup dan hasilnya langsung terasa, padahal kenyataan jauh dari itu.

Butuh lebih banyak dari itu untuk bisa menghasilkan foto yang menarik.

Henri Cartier Bresson, bapaknya fotografi jalanan, pernah mengatakan “10000 fotomu adalah yang terburuk”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa untuk bisa menjadi seorang fotografer dan membuat foto yang menarik, butuh perjuangan.

Perjuangan itu dimulai dengan belajar dan terus belajar. Banyak pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, yang harus dikeluarkan untuk bisa mencapai hasil yang diinginkan. Tidak ada jalan pintas karena biasanya “jalan pintas” itu menyesatkan.

Itulah yang saya pelajari sebagai seorang manusia tua yang sudah hidup 50 tahun. Segala sesuatu perlu proses. Cepat lambat akan tergantung pada individunya. There ain’t such a free lunch, segala sesuatu ada konsekuensinya.

Pandangan itulah yang mungkin mendudukkan saya pada bangku “bukan pemberi saran” yang baik di masa sekarang, era instan.

Saya tidak akan bisa mengajarkan sesuatu dalam waktu singkat, saya tidak tahu yang namanya jalan pintas dalam hal memperoleh skill, termasuk dalam dunia fotografi.

Segala sesuatu harus dimulai dengan langkah yang benar, yaitu pola pandang “belajar”.

Jadi, ada baiknya, bagi kawan MM yang mungkin ingin bertanya kepada saya, lebih baik batalkan saja niatnya. Kalaupun memang tetap mau meminta saran, ada baiknya persiapkan mental dan diri dulu.

Sebab, tidak sedikitpun pernah muncul di pikiran saya untuk memberikan saran sekedar membuat senang yang bertanya. Saya akan mengatakan yang menurut saya benar, meskipun hal itu akan menyebalkan bagi yang bertanya.

Siapkah Kawan MM dalam hal ini?

11 thoughts on “[Saya] Bukan Pemberi Saran Yang Baik”

  1. aku pernah nanya dan aku puas dengan jawaban mas Anton. 🀣

    Dalam hal fotografi, aku setuju. Meski uda nerapin tips and trick yang diberikan. Belom tentu eksekusinya jadi bagus. Musti banyak latihan hingga akhirnya bisa melihat dengan mata kamera. Karena akan lain kalo lihat pakai mata sendiri hehehe Itu yang aku dapetin juga dari master fotografi di komunitas foto yang aku ikuti. Beliau bilang harus latihan teruuus supaya dapetin momen yang pas sehingga hasil fotonya WOW.

    Reply
    • O ya.. hidung saya jadi kembang kempis nih Friska.. hahaha

      Betul sekali Fris. Jangan pernah berkhayal ada obat manjur dalam hal ini. Semua harus dilakukan dengan kesungguhan dan usaha keras. Sayangnya , memang tidak menyenangkan karena harus mengorbankan banyak hal. Capek. Makanya, kebanyakan orang lebih suka bermimpi kalau membaca tips dan trik, hasilnya dijamin bagus. Padahal mah, ya tidak mungkin juga..

      Hayo latihan terus Fris

      Reply
  2. Sebenarnya bukan hanya dunia fotografi ya pak ya, saya itu malas Googling karena kebanyakan itu itu yang ditulis orang-orang itu itu bukan pengalaman pribadi tapi menulis ulang dari pengalaman orang lain. Jadi memang akan lebih baik kalau kita mencari tahu dari minimal orang yang yang bisa mengenal fotografi atau apa yang kita cari.

    Apalagi kalau kita tahu ada yang benar-benar mendalami hal itu.
    BTW saya kepo Pak, OTW ke sana ah.
    Saya tuh paling sulit foto produk apalagi dengan teknik flat Lay, kelar dah, hahaha.

    Reply
    • Pada dasarnya memang begitu kok Rey.. bukan cuma fotografi saja, tetapi juga banyak hal lainnya. Kalau mau pinter, ya belajar, dan belajar itu tidak menyenangkan karena makan waktu dan tenaga…

      Apapun itu harus diupayakan dan butuh perjuangan. Tidak mudah

      Reply
  3. Saran yg blak2an, dan keras biasanya bisa jd cambuk utk memperbaiki malah mas. Tapi memang sih, tergantung mental orgnya :D. Kalo pada dasarnya ga bisa dikerasin, ya pasti jera nanya :D.

    Itulah kenapa suamiku dulu males2an beliin aku DSLR. Krn dia yakin seyakin2nya, aku ga bakal rutin pake , dan dia bener hahahahaha.

    Itu kamera banyakn ngendom di dry box, drpd aku pake. Sekalinya aku bawa traveling, aku ttp LBH banyak foto pake hp Piye toh hihihi… lama2 aku jual murah , ato kalo ada yg mau jualan/belajar fotography ato menjadikan motret sebagai pemasukan cuma ga ada kamera, aku mungkin ga masalah utk kasih :D. Itung2 membantu πŸ˜€

    Daripada di aku mubazir.

    Reply
    • Maaauuuuuuuuuuuu… wkwkwkwkwkw daripada nganggur tuh kamera.. wakakakakakakaka..

      Sebenarnya smartphone memang handal sekali kalau buat traveling Fan. Ringkas. Apalagi kalau punya kamra yang bagus, lebih enak bawa itu. Nggak berat dan nggak repot..

      Berarti suamimu tau banget karaktermu tuh…Hayo Fan, coba motret pake tuh kamera, jangan dijadiin jimat atuh.. biar hasil fotonya semakin waahhh…

      Kalo soal saran, ya itu.. tergantung orangnya, tapi banyak yang bakalan ga tahan kayaknya.. wkwkwkwkw

      Reply
  4. Di antara semua postingan blog mas anton, aku tertarik baca judul yg ini. Eh kok malah pas di dalamnya ternyata bahas pertanyaan aku di kafe MM. Hehehhe.. Sepertinya semesta mentakdirkan aku baca postingan ini.

    “Jadi, saya melihat ada β€œkesalahan” pandang dalam pertanyaan Mbak Thessa. Mungkin ia beranggapan bahwa dengan mengikuti tips dan trik yang dibacanya sudah cukup dan hasilnya langsung terasa, padahal kenyataan jauh dari itu.”

    Jujur aku ga setuju dg kata2 Mas Anton yg ini. Sepertinya yg salah malah Mas Anton menganggap pertanyaan aku adalah cara mudah untuk tips flat lay dg hasil lngsng instan. Dan menggiring opini orang juga menganggap pertanyaan aku seperti itu. Justru pertanyaan aku itu lebih ke tips untuk aku praktekkan terus menerus, tips untuk dipraktekkan dg latihan berulang kali. Aku bukan minta tips langsng jadi yaa. Hheehhe.. Aku paham kok ga ada yg instan, mi instan aja ttp hrs memalui proses dimasak dulu πŸ˜€
    Bukannya ‘ruang motret’ di kafe MM memang diperuntungkan untuk berbagi sharing tips seperti itu? Atau aku yg salah mengerti?

    Dan tips ide, konsep, pencahayaan dll yg Mas Anton berikan sangat bermanfaat. Justru setelah itu pr besarnya adalah bagaimana untuk mempraktekkannya. Mungkin target aku ga semuluk2 master fotografi yg Mas Anton bilang, buat orng yg serius fotografi. Tp target aku adalah menghasilkan foto yang nyaman untuk dinikmati para pengunjung blog (yg mayoritas sbnrnya lebih fokus ke tulisan blog nya).

    Reply
    • Hola Thessa..

      Saya salah? Sangat mungkin… πŸ˜€ karena saya berusaha menangkap apa yang tersirat dari apa Thessa tulis. Jadi, mungkin sekali saya memang salah. Kalau memang dipandang melakukan kesalahan, mohon dimaafkan dan terima kasih sudah dikoreksi.. πŸ˜€

      Meskipun demikian, dari jawaban Thessa di atas, secara pribadi, justru saya semakin yakin memang ada kesalahan pola berpikir dalam menyikapi urusan fotografi flatlay ini…#keukeuh wwkwkwkwkw..

      Begini.. Mengutip dari jawaban Thessa

      (1)

      Mungkin target aku ga semuluk2 master fotografi yg Mas Anton bilang, buat orng yg serius fotografi. Tp target aku adalah menghasilkan foto yang nyaman untuk dinikmati para pengunjung blog (yg mayoritas sbnrnya lebih fokus ke tulisan blog nya).

      Koreksi kalau saya salah ya .. Kalimat ini bisa diinterpretasikan dengan “Saya kan cuma mau buat foto yang enak dilihat saja, tidak perlu yang seperti para master fotografi buat” (Tersirat tetapi tetapi tidak tersurat dalam kalimat tersebut, “Berarti harusnya tidak perlu harus serepot mereka untuk menguasai berbagai teknik fotografi. Seharusnya dengan membaca berbagai tips bisa dilakukan”). Bisa tolong koreksi kalau memang yang tertangkap salah..

      Kalimatnya hampir mirip dengan .. “Saya kan cuma mau buat masakan untuk keluarga saja, bukan makanan para chef” (Jadi, kenapa harus repot belajar (teknik dan cara) memasak kayak para master chef)

      Pertanyaannya : Apakah ada jalan membuat masakan tanpa proses belajar, memilih bahan, memotong bahan, meracik bumbu, prosedur memasak, mengetahui tahap memasukkan bahan dan bumbu? Apakah masakan yang dibuat tanpa mengetahui semua hal ini akan enak dimakan?

      Menurut Thessa gimana? Bisa kah? Berapa besar kemungkinan masakan itu gosong, keasinan, dan tidak bisa dimakan? Peluangnya pasti besar sekali.

      Bagaimana cara menghasilkan masakan (rumahan atau restoran) yang enak ? Ya dengan mengetahui berbagai cara memasak, termasuk yang disebutkan tadi.

      Mau master chef atau ibu rumah tangga harus melewati cara dan pola yang sama kalau mau menghasilkan masakan yang enak (sekedar untuk keluarga atau tamu yang membeli). Mereka harus paham cara meracik, memotong, memadukan, bahan dan cara memasak.

      Iya kan?

      Mau tidak mau, caranya ya belajar semua teknik memasak itu. Tidak ada jalan lain kan? Kalau mau memasak sayur lodeh, ya pelajari soal sayur lodeh. Mau sayur sop, ya pelajaran memasak sayur sop yang harus dilihat dan dipelajari (lewat mana sih terserah..mau lewat Youtube boleh saja)

      Berpikir bahwa karena tujuannya hanya “foto yang nyaman/enak dilihat oleh pembaca blog” berarti berbeda dengan “foto yang nyaman/enak dilihat a la master fotografer”, itu yang saya sebut kesalahan cara pandang. Keduanya harus melalui jalan yang sama. Masakan enak a la seorang chef dan ibu rumah tangga keduanya sama dan harus diproses melewati jalan yang sama, belajar memasak..

      Itu yang pertama..

      (2)

      Kalau googling hasil foto2 orang yg flat lay tuh bagus2 banget. Pas dicoba sendiri kok ya jadinya cuma alakadarnya gitu. huhu.. Ku kan syediihh..

      Kemudian, penutupnya


      Bagi ya tips foto2 flat lay yang bisa diterapkan biar hasil fotonya menarik. Makasii sebelumnyaa.
      .

      Tip = sepotong advice/saran dari orang yang lebih tahu cara melakukan sesuatu (sifatnya spesifik tentang satu hal yang spesifik)

      Trik (trick) = cara yang disederhanakan agar sesuatu mudah dipahami atau menjadi “lebih baik”, contoh 4-5+8 berapa hasilnya, trick-nya supaya hasil tidak salah, tambahkan kurung serta pertambahan serta perkalian di dahulukan maka hasilnya 4-5+8 = 4 – (5+8) = 4-13 = -9

      Keduanya pada dasarnya merupakan shortcut atau jalan pintas agar seseorang bisa memahami sesuatu tanpa harus membaca secara keseluruhan penjelasan/teori.

      Kemudian, analisa saya dari kalimat Thessa (yang di bawah)

      Kalau googling hasil foto2 orang yg flat lay tuh bagus2 banget. Pas dicoba sendiri kok ya jadinya cuma alakadarnya gitu. huhu.. Ku kan syediihh..

      ==> Lihat google (beserta tips dan trick) ==> praktek ==> Hasil (kok jelek?)

      Bagi ya tips foto2 flat lay yang bisa diterapkan biar hasil fotonya menarik. Makasii sebelumnyaa.. ==> Jalan pintas?

      πŸ˜€ πŸ˜€ πŸ˜€ kok ga tanya caranya? kok ga nanya teorinya? kenapa langsung ke tipsnya? kok nggak tanya teori fotografi flatlay itu seperti apa? kok ga nanya gimana cara ngatur propertinya? kok ga nanya juga tentang pemakaian warm dan cool color? Kok ga nanya komposisi yang bagus gimana? πŸ˜€ πŸ˜€ Kok langsung ke tips?

      Salah pandang ? Kemungkinan besar! Karena ingin hasil yang bagus, kok cuma nanya tipsnya saja..

      Ini pertanyaan sama dengan, seorang yang tidak pernah memasak : “tolong dong , tips memasak sayur sop supaya rasanya gurih dan berkaldu. Nggak perlu kayak para master deh, cuma buat keluarga kok”

      Kalau saya jawab : “tambahkan lemak daging saja supaya kaldunya keluar”.. Bisakah orang itu memasak sayur sop berkaldu nan gurih. Kemungkinan besar TIDAK BISA. Kenapa? lah dia belum pernah memasak sayur sop (dan tidak pernah memasak). Dia asal cemplung lemak, hasilnya belum tentu sop yang enak.. Iya nggak?

      Saya kasih tips juga tidak bakalan bagus..

      Itulah kenapa saya sebut kesalahan pola pandang? Karena di sana ada “lompatan” besar sekali antara melihat Google ==> praktek==> hasil . Proses belajar teknisnya tidak ada.

      Sekaligus hal itu menjadi alasan mengapa saya berasumsi bahwa Thessa tidak memahami teori fotografi? Karena, mayoritas penggemar fotografi, yang baru memulai tetapi sudah paham teorinya, dia akan menanyakan (kepada orang lain atau diri sendiri) saat melihat foto di Google

      * pakai aperture berapa tuh?
      * shutter speed berapa?
      * perlu pake rule of thirds nggak yah?
      * itu di dalam ruangan atau di luar ruangan? (karena cahaya di luar ruangan dan di dalam ruangan akan butuh setting yang berbeda)

      Yang paling sering diminta (dalam komunitas fotografi), “Bro, bisa minta EXIF datanya kah” kalau mereka melihat sebuah foto yang ingin mereka tiru. Kenapa EXIF data? karena di sana ada banyak data, seperti aperture, shutter speed, ISO, jenis kamera..Dari sana mereka akan mencoba meniru setting kamera. (salah satu cara).

      Kalau mereka tidak merasa perlu itu, mereka akan mempertanyakan, properti dan cara penyusunannya. Karena komposisi foto adalah bagian yang sangat penting dalam fotografi.

      Tapi, Thessa meminta tips (potongan saran) yang pada dasarnya merupakan shortcut (jalan pintas) yang bersifat spesifik. Bagaimana memberi tips kalau teori dasarnya belum dikuasai?

      Padahal, untuk bisa memahami sebuah tips (atau trick), pengetahuan dasar tetap perlu. Bagaimana kalau saya berikan tips untuk “fotografi flatlay dalam ruangan” seperti di bawah ini

      * ISO set ke 400
      * aperture set di atas f/5.6
      * pakai shutter speed agak lamban di 1/100 karena ISO sudah tinggi
      * white balance pakai setting dalam ruang (2500-3000 Kelvin) atau pakai setting dengan simbol lampu
      * kombinasikan active (warm) color dan pasive (cool) color, yang active sebagai obyek utama dan yang cool sebagai pelengkap
      * potret pakai bird eye view tapi coba juga berbagai angle yang lain seperti high view

      Apakah tipsnya sama di luar ruangan? Ya tidak lah.. beda lagi karena cahaya matahari karena sinar matahari berada pada kisaran 5500-6500 Kelvin.

      Bisakah Thessa membayangkannya? Bisakah Thessa menerjemahkannya dalam bentuk setting kamera?

      Bisakah memberikan tips yang berlaku umum? Ya, saya sih ga bisa .. saya juga ga bisa menjanjikan dan memberi harapan bakalan cepet. Soalnya, jangankan dalam ruangan dan luar ruangan, kalau lampu bohlam dan neon saja setting bisa berbeda.

      Memotret butuh kejelian dalam mengamati situasi dan kemudian menyesuaikan kamera dan hal lain agar sesuai dan bisa menghasilkan foto yang kita mau. Tidak ada yang bisa berlaku umum. Butuh pengalaman untuk bisa mengamati situasi dan memanfaatkannya untuk mewujudkan ide kita.

      Itulah mengapa Phebie di Kafe MM meminta Thessa posting foto targetnya. (untuk upload image silakan klik di SINI)

      Mungkin terdengar “harsh” bahwa saya menyebut terjadi salah pola pikir, dan kalau Thessa merasa begitu, mohon dimaafkan. Tetapi, saya pikir, memang sebenarnya ada kekeliruan cara berpikir dalam hal ini. Sebuah hal yang umum dan bukan hal yang mengherankan. Banyak yang berpikir, mungkin karena terpengaruh berbagai tips tadi bahwa membuat foto yang baik itu cukup jepret, pakai kamera yang bagus, pakai konsep ATM, dan hasil pasti bagus.

      Kenyataannya tidak begitu.

      Kok saya bisa bilang begitu? Karena yang Thessa alami adalah salah satu kesalahan yang saya lakukan di awal perjalanan saya menekuni fotografi. Saya berpikir bahwa hal itu bisa dilakukan dengan meniru berbagai tips dan trik via internet. Hasilnya, ya malah saya stagnan dan tidak berkembang.

      Barulah setelah pola pikir itu diubah, saya mengalami kemajuan yang banyak dan berkembang. Dengan catatan tersendiri, bahkan itu dengan tujuan yang sama seperti Thessa, supaya foto di blog menjadi lebih enak dilihat. Saya tidak pernah berniat menjadi seorang fotografer pro (meski lumayan sering menerima orderan dan dibayar juga).

      Itulah yang saya sarankan dalam bentuk “tips” yang sebenarnya bukan “tips” itu karena terlalu panjang. Itu adalah dasar.

      Kalau mau sedikit tambahan, kalau memang berniat mencoba fotografi flatlay “FOKUS” pada tiga pertama dulu, “IDE, KOMPOSISI, PROPERTI”. Olah di situ dulu sebelum beranjak ke teknis, aperture, pencahayaan bisa belakangan.

      Itu saja.. dan sekali lagi, sekaligus mau puasa, mohon dimaafkan kalau ada salah-salah kata..

      Reply
  5. Kok yg saya tangkap dr tulisan mas anton, jd klo mau gabung nanya2 di ruang motret, mending spesifik nanya ISO, EXIF datanya, dll yg memang cocokny buat yg udah ngerti fotografi. Jd aku berasa salah tempat nanya tips di situ. Oh oke, jadi memang itu bukan tempat ya pemula yg ingin belajar fotografi kaya aku buat nimbrung di situ.
    Sekali lg jg aku sampaikan, tips yg aku maksd itu memang cara2 motret yg baik (dlm hal ini khusus flat lay). Bukan tips singkat buat lngsng jago. Tp sudahlah, mas anton tampaknya sudah berpandangan lain dg yg aku mskd kan. Mungkin bagi mas anton terdengar seperti cara singkat, pdhal aku bermaksd belajar teori2 di situ untuk dipraktekkan n dipelajari.
    Aku akan lbh apresiasi misalnya mas anton menjwab, tanpa menjudge penanya terlebih dahulu. Pdahal jawabannya bagus dan menarik..

    Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply