Yin Yang, Filosofi Keseimbangan Dalam Komposisi Tulisan

Selamat pagi Kawan MM!

Yin Yang, pernah mendengar kan kata ini? Meski berasal dari kebudayaan Cina (Tiongkok) Kuno, dua kata ini sudah bukanlah sesuatu yang asing. Bahkan, dalam percakapan di warung kopi pun, istilah ini kerap terlontar.

Inti dari filosofi ini adalah “keseimbangan” dalam segala hal. Menurut filosofi Yin Yang, Segala sesuatu (bahkan semesta) yang ada di dunia ini akan selalu berdasarkan pada keseimbangan dari segala unsur yang ada di dalamnya. Ketidakseimbangan akan menghasilkan kerusakan atau kehancuran.

Contoh paling sederhana, dan tidak bisa tidak memperlihatkan hal itu, adalah banjir. Iya kan. Rusaknya hutan dan hilangnya tanah resapan (rusaknya keseimbangan alam) membuat air melimpah ke luar jalur dan merusak yang dilewatinya.

Filosofi yang sama sebenarnya berlaku juga dalam tulisan seorang blogger *menurut saya yah*.

Tulisan yang “keseimbangannya” rusak atau tidak ada, akan terasa tidak enak dibaca. Sebaliknya, kalau yang “seimbang”, biasanya akan terasa menyenangkan untuk dibaca dan meninggalkan kesan.

Ketika saya masih sekolah, dulu, salah satu hal yang diajarkan guru/dosen bahasa Indonesia saat membuat karangan, makalah, karya tulis, dan skripsi adalah berusaha memperhatikan keseimbangan komposisi tulisan itu.

Sebuah karya tulis sederhana dan bahkan rumit sekalipun (buku), intinya berdasar pada konsep yang sama, yaitu

  1. Pembuka
  2. Isi (Pembahasan)
  3. Penutup

Nah, saya juga diajari kalau keseimbangan antara ke-tiga unsur ini menentukan. Saya diajarkan sebuah teori sederhana saja, PEMBUKA dan PENUTUP harus “diusahakan” tidak melebihi ISI (PEMBAHASAN).

Ibaratnya, seperti menerima tamu di rumah. Kita membuka percakapan biasanya dengan “membuka pintu”, mempersilakan masuk dan semua pendek-pendek saja. Kemudian, percakapan biasanya dilakukan di ruang tamu dan durasinya biasanya lebih lama dari ketika kita menyambut. Penutupnya mengantar mereka kembali ke luar rumah, yang juga biasanya lebih pendek.

Itu pola komposisi dasar yang paling saya ingat *karena pernah diomeli oleh dosen*.

Nah, hasil “terpaksa” libur ngeblog beberapa hari dan kelayapan di dunia blog rupanya, mengingatkan kembali tentang pelajaran itu. Saya jadi banyak memperhatikan hal-hal kecil yang remeh karena memang sedang tidak minat menulis.

Yang saya temukan mendorong saya kembali membaca tulisan sendiri dan menemukan bahwa saya rasanya masih harus memperbaiki “keseimbangan” tulisan sendiri.

Kenapa bisa begitu? Karena saya menemukan tulisan-tulisan kawan blogger yang enak, fokus, dan mudah dibaca biasanya memakai prinsip sederhana seperti itu. Sebaliknya umumnya, tulisan yang tidak memperhatikan komposisi sederhana ini akan terasa kurang pas dan cenderung ngalor ngidul tidak jelas.

Umumnya yah, tidak semua. Lagi pula, ini adalah kesimpulan yang jelas subyektif dan kawan silakan berpandangan berbeda.

Sebagai gambaran saja, yang saya temukan, ada tulisan yang pembukanya 8 paragraf, isinya 2 paragraf, kemudian penutupnya 1 paragraf. Rasionya 8:2:1. Pembuka lebih banyak.

Hasilnya, saya terasa dibawa ngalor ngidul tidak jelas dan setelah sampai di inti, merasa kecewa karena menemukan hanya sedikit saja. Miriplah rasanya dengan setelah bersusah payah membuka buah kecapi atau kenari, tahunya isinya kecil dan asam pula.

Ketidakseimbangan yang saya temukan, bervariasi sekali, tetapi umumnya, letaknya ada di bagian awal di mana “pembuka” panjang sekali. Banyak sekali hal yang tidak berkaitan atau menunjang penjelasan, tetap saja dipaksakan untuk masuk ke bagian itu.

Hasilnya, kesan yang saya tangkap dari beberapa tulisan tersebut, “Ini tuh tulisan tentang apa sih sebenarnya?“. “Kok, antara judul dan isi nggak yambung?

Kalau yang enak dibaca biasanya memberi kesan, saya digiring masuk dan kemudian diajak ngobrol, dan kemudian ditemani pergi menuju pintu keluar.

Yang kurang enak dibaca membuat saya seperti diajak ngobrol di depan pintu tanpa dipersilakan masuk. Kemudian tiba-tiba disuruh pergi.

Memang, saya menyadari sekali bahwa dunia tulis menulis itu berkembang dan menyesuaikan dengan perubahan dan situasi yang terkini. Dinamis, tidak statis.

Dunia blogging, yang merupakan produk masa kini, dengan kebebasannya, memang tidak mensyaratkan seorang blogger harus mengikuti aturan apapun. Saya sangat sepakat, tidak boleh ada yang membatasi seorang blogger menulis dengan caranya (kecuali memang ia mau). Dunia blog bukanlah ruang kelas/perkuliahan.

Blogger memiliki kebebasan untuk mengekspresikan diri dengan caranya sendiri-sendiri. Mau pakai rasio komposisi 100:2:0 sekalipun, yo sah sah saja. Iya kan?

Juga, dosen dan guru saya tidak mengajarkan rasio berapa yang baik itu. Mereka, seperti juga guru pada umumnya, cuma berkata, “Ya tergantung sama panjang tulisanmu“. Jawaban yang menghadirkan lebih banyak tanda tanya daripada jawaban.

Cuma, mungkin sedikit empati kepada pembaca dengan membuatnya lebih “seimbang” sesuai pola “kuno” tidak ada salahnya. Lagipula, tidak selalu nilai-nilai yang sudah kuno lebih buruk dari yang baru.

Paling tidak, kalau tulisannya lebih fokus, terarah, “seimbang”, orang-orang kuno seperti saya bisa ikut menikmatinya. Otak di kepala, yang sudah lemot ini, tidak perlu terlalu harus bekerja keras menemukan inti yang disampaikan.

Rasa itu juga yang membuat saya langsung membuka kembali banyak tulisan sendiri dan menganalisanya dari sudut pandang “keseimbangan”. Rasanya, saya juga masih harus melakukan beberapa perbaikan tentang yang satu ini.

Karena saya menemukan adanya gangguan pada “Yin Yang” tulisan yang saya buat sendiri.

Semoga saja tulisan ini setidaknya sudah bisa mencerminkan perbaikan itu.

14 thoughts on “Yin Yang, Filosofi Keseimbangan Dalam Komposisi Tulisan”

  1. Hal ini sekelibat terpikirkan lagi olehku kemarin, pak.

    Jeleknya aku, biasanya menulis secara spontan dan dibiarkan ngalir begitu aja, ga pake kerangka, dan seringkali bingung menentukan judul.

    Kalo bikin judulnya aja susah, berarti kan itu ada indikasi kita ga begitu tahu mau menyampaikan apa dengan tulisan kita, ya kan?

    Akupun sering merasa pembukanya panjang, intinya dikit, akhirnya ga jelas pula… hahaha, pasti kebanyakan tulisanku di blog jg akan berkesan “ini ngomongin apa sih?bingung deh gue…”

    hahahaha…

    Setiap berkunjung kesini, pasti selalu dapet ilmu yang sebetulnya akupun tahu tapi luput dan terlupakan.

    kedepannya akan mulai mencoba menulis berdasarkan keseimbangan pembuka+isi+penutup karena tentu aku ingin siapapun yg baca blogku, bisa enak bacanya dan maksudku tersampaikan.

    itulah targetku 2021, ingin menulis dengan lebih baik, storytelling yang baik jg, ya mirip tulisan pak Anton.

    pak Anton, terima kasiiiiih, yang banyaaaakkkk….

    Reply
    • Kalau saya iya Dy, kalau saya sudah kebingungan soal judul, biasanya tulisannya malah ngaco. Karena judul itu batasan yang dibuat untuk isi.

      Memang mungkin saya agak kolot soal menulis, jadi rasanya janggal kalau tidak seimbang. Rasanya gimaanaaa gitu.. hahahaha

      Saya percaya Ady akan bisa. Sekarang saja menurut saya sih sudah bagus, cuma butuh konsistensi dan waktu sedikit saja kok. Nanti suatu waktu, kayaknya saya yang ngantri tandatangan Ady si Fotografer Dokumentasi

      Makasih dah datang dan berkomentar di sini Dy..

      Reply
      • ahahaha.. pak Anton udah kayak yang lain, paling bisa memuji dan semoga aku bisa menyikapi pujian sebagai keramahtamahan aja dan buat memotivasi biar lebih baik lagi.

        Terima kasih pak Anton untuk tulisan-tulisannya yg bagiku selalu penting dan jadi masukan yang berharga sebagai seorang blogger khususnya.

      • Jangan lupakan selain Ronin, saya jugar marketer yah.. hahahahaha… But, di dalamnya bukan cuma basa basi kok. Kalau dikau bisa menemukan jalan kamu, suatu waktu bisa terealisasi.

        Makasih sama-sama kok Dy…Bukankah itu gunanya punya teman *walau yang agak gelo*

  2. Wah, I see, baru memperhatikan soal ini mas, hihi, selama ini saya nggak pernah benar-benar tau rasio tulisan saya, baik dari sisi pembuka isi dan penutup, tapi dari tulisan yang mas bagikan, kayaknya ke depannya saya akan mulai lihat-lihat apakah rasio tulisan saya sudah pas 😂

    Well, perlu banyak belajar ternyata dalam dunia menulis agar tulisan kita bisa dibaca dan menyenangkan, nggak membuat pembaca buru-buru tutup sebelum kelar hahahaha 😆 Semangat semangattt, jadi semangat buat upgrade kualitas tulisan 😁 Terima kasih, mas ~

    Reply
    • Hahahaha… Kayaknya Eno tidak perlu teori ini. Kalau saya baca, entah sadar atau tidak, ada keseimbangan di dalamt tulisan Eno.

      Ada banyak orang yang mungkin karena terbiasa membaca, ketika menulis, keseimbangan itu langsung hadir.

      Dan, saya pikir dari beberapa kawan Blogger, termasuk Eno, biasanya tulisannya “seimbang” dalam artian struktur dasarnya selalu ada. Hanya rasionya saja yang bervariasi.

      Reply
  3. saya sepakat tentang Yin dan Yang
    terlebih dalam hal opini dan fakta yang kita paparkan
    dan juga mengenai bagian opening, isi, dan penutup
    dalam sebuah pelatihan menulis yang pernah saya ikuti, sebenarnya ada banyak cara membagi tiga bagian itu
    tapi saya masih senang dengan 1:3:1
    terutama, opening yang menggigit dan asyik
    ketika memaparkan sesuatu, pasti ada plus minusnya
    ini yang sering jadi bumerang
    kadang saking asyiknya kita terlalu menuliskan hal-hal positif saja atau sebaliknya
    makanya, kalau ada waktu, membuat lay out tulisan sederhana bisa jadi cara terutama bagi yang ingin tulisannya berbobot dan enak dibaca
    sayangnya, kebanyakan penulis yang baru bersemangat menulis mengira dengan tulisan panjang, maka akan lebih baik
    padahal, tulisan lebih dari 1000 kata, kalau tidak asyik mengemasnya orang akan bosan juga

    walah jadi panjang nih komentarnya Pak
    hahahaha maapkeun 🙂 🙂

    Reply
    • Iya mas Ikrom.

      Kalau saya sih tidak punya pakem pola. Kalau tulisan pendek 200-300 1:2:1 cukup lah. Semakin panjang tulisan, makin besar rasio isinya.

      Betul banget tuh mas kadang karena terlalu asyik, semua dipandang penting dan layak dimasukkan, hasilnya semua membengkak tanpa disadari. Jadinya bukannya fokus malah ngalor ngidul nggak jelas.

      Kalau soal kata sendiri, saya sih tidak bisa memandang tulisan panjang pasti lebih baik atau sebaliknya. Tergantung kebutuhan dan cara ngolahnya. Bener banget tuh kalau 1000 kata tapi yang ngolah ga bisa ya nggak enak juga tuk dibaca.

      Kurang panjang malah mas.. saya malah pingin mas komentar dua atau tiga kali lipat.. wakakak bener loh, saya suka membaca komentar panjang..

      Reply
  4. ((Langsung balik kanan pulang ke rumah menghitung Feng Shui eh Yin dan Yang))😬

    ((Bingung sendiri ))🤣

    Semakin pendek tulisannya mungkin semakin mudah ya melihat keseimbangan Yin dan Yang nya.

    Reply
    • Eh.. itungin Feng Shui gue juga dong Pheb.. hahahahaha

      Yup, semakin pendek akan makin mudah menemukan keseimbangan. Kalau semakin panjang biasanya rasio isi akan membesar terus.

      Kalo Phebie.. ga usah diajarin. Keliatan banget orang yang banyak baca jadi rasionya biasanya seimbang dan sesuai.

      Reply
  5. Membaca artikel ini aku seperti ngulang pelajaran Bahasa Indonesia jaman sekolah. Tapi kali ini, penjelasannya lebih enak, soalnya dicontohkan dengan obrolan. Aku juga ngerasain kalo ngobrol sama teman, tapi pengantarnya kelamaan juga nyebelin. Giliran cerita isinya, kok ya cuma gitu tok. Trus penutupnya malah kadang nggak ada.

    Terima kasih untuk insight-nya mas. Aku jadi perlu instropeksi sama tulisan sendiri nih. Jangan-jangan aku bagian orang yang kebanyakan basa-basi, trus endingnya cuma ngusir orang suruh pergi.

    Reply

Leave a Reply to Ikrom Cancel reply