ENNY ARROW : Si You-Know-Who Legenda Sastra “Rendahan” Yang Dicerca Tapi Diburu

Selamat Siang Kawan MM!

(Disclaimer : sebelum meneruskan membaca, luangkan waktu 5 menit. Buang pikiran ngeres dari kepala)

Menurut Kawan MM, terutama yang gemar membaca buku, siapa penulis yang bukunya punya pembaca paling banyak di Indonesia? Sekedar dugaan pun tidak masalah. Raditya Dika, Na Willa, Oemar Kayam, Pramoedya Ananta Toer, Abdullah Harahap, Tere Liye, Dewi Lestari, atau silakan sebutkan namanya?

Siapa?

Tapi, kalau saya sendiri, ada jawaban yang berbeda. Nama yang saya sebutkan sangat mungkin tidak akrab di telinga para blogger pecinta buku, apalagi kaum wanita. Namun, nama ini rasanya cukup dikenal oleh kalangan cowok, terutama yang masa SMP dan SMA-nya antara akhir tahun 1970 hingga akhir 1990-an.

Namanya ENNY ARROW.

Pernah dengar nama ini? Saya yakin para pengulas buku, seperti si Peri Kecil Lia, atau Jane From The Blog tidak pernah mendengar nama ini. Dan, saya tidak akan menyarankan untuk mencoba mencarinya. Tidak perlu berpikir untuk membuat review bukunya juga.

Jadi ingat saja nama ini sebagai pengetahuan saja. Tidak lebih, tidak kurang.

Kenapa?

Pengalaman saya menunjukkan, walau bukunya selalu ada tokoh wanitanya, buku karangannya tidak “cocok” untuk kaum hawa. Efeknya, paling minim adalah muka merah padam, menjerit, melempar buku dan diam karena tidak tahu harus berkata apa.

Seorang kawan wanita semasa SMA dulu menunjukkan semua gejala itu ketika ia kena prank (istilah anak masa kini) oleh kawan pria Keingintahuannya terhadap apa yang dilakukan kawan-kawan pria yang sedang bergerombol berujung pada ia diminta membacakan buku itu keras-keras.

Hanya butuh dua menit membacakan buku itu, kemudian ia menjerit dengan suara lebih keras, membuang buku, dan mukanya merah seperti kepiting rebus. Kemudian, ia berjalan dan duduk di bangkunya sambil geleng-geleng kepala, tidak bisa berkata apa-apa selama beberapa saat.

Itu efek buku Enny Arrow terhadap kalangan wanita saat itu.

Seperti apa sih karya buku Enny Arrow? Sebegitu menakutkan kah? Buku bertema horor?

Secara fisik, bukunya jelas tidak akan menarik untuk dilihat, apalagi oleh para pecinta buku masa kini. Penampilan buku ini bahkan dibandingkan dengan buku TTS (Teka Teki Silang) sekarang saja kalah bagus kualitasnya. Pasti tidak akan dilirik.

Ukurannya sedikit lebih kecil daripada buku TTS yang dijual sekarang. Tebalnya pun hanya 30-40 halaman saja. Kertas yang dipakai adalah kertas stensil berwarna kuning buram (kertas untuk alat cetak manual masa 1970-1980). Untuk mengikat lembaran kertas, staples yang dipergunakan, tidak dilem atau dijahit.

Itulah mengapa buku sejenis ini punya nama sebutan lainnya, “stensilan” karena terbuat dari kertas untuk stensil.

Jelek banget.

Yang menarik mungkin hanya cover-nya saja yang biasanya memakai gambar atau foto wanita sexy. Tidak beda juga dengan buku TTS di masa itu yang gambar sampulnya sering memakai foto wanita seperti ini (beda dari jaman sekarang).

Harganya antara 1000-5000 rupiah saja.

Lalu, mengapa kawan saya sampai menjerit? Apakah karya Enny Arrow bergenre horor?

Bukan. Enny Arrow tidak pernah membuat buku bertema horor.

Semua hasil karyanya, tergantung cara memandang adalah masuk pada kategori “sastra erotis”. Itu klasifikasinya, tetapi pandangan saya, sebenarnya kategori itu kurang tepat menggambarkan apa yang ada di dalam buku ini.

Buku ini seperti berada di antara erotis dan porno. Persis lah seperti seseorang berada di pinggir tebing dengan badan yang sudah condong untuk jatuh ke bawah.

Kok bisa?

Yah, bagaimana tidak. Dari jumlah halamannya yang tipis itu, 3/4-nya dihabiskan untuk menggambarkan “berbagai adegan ranjang”. Tanpa foto.

Penggambarannya pun tidak tanggung-tanggung karena dilakukan secara terperinci sekali. Rinci.

Bukan berarti, buku ini tidak ada alur cerita. Buku ini punya jalan cerita hubungan antara pria dan wanita, perselingkuhan, dan juga terkadang punya pesan moral di dalamnya. Hanya saja, semua itu tertutup oleh banyaknya penggambaran yang tadi.

Polisi dan pemuka agama akan menggolongkannya ke dalam pornografi. Bahkan, hingga pada tahun 2017 sebuah diskusi bertajuk nama penulis ini dibubarkan polisi.

Ini contoh sampul dari salah satu karyanya yang masih bisa ditemukan di internet. (Meski kebanyakan pembeli akan membuang sampulnya, terutama kalau masih bersekolah)

ENNY ARROW Si You Know Who Legendaris Sastra Rendahan Yang Dicerca Tapi Diburu

Jadi, bisa membayangkan mengapa kawan wanita saat SMA tadi menjerit dan mukanya merah padam?

Pembacanya banyak?

Terus terang, kalau saya disuruh mengajukan data berapa penjualan buku ini, saya tidak akan bisa memberikannya.

Pada masa itu, bahkan menyebutkan namanya saja bisa membuat “antena” di kepala guru atau orangtua langsung berada pada posisi siaga. Buku ini mirip dengan Voldemort dalam Harry Potter, si You-Know-Who.

Tidak ada penyebutan secara terang terangan. Bahkan, saat pembelian pun, tidak jarang penjual dan pembeli tidak menyebut namanya. Terkadang memakai kode (seperti yang diutarakan kawan dulu) atau memakai kata “stensilan”.

Jadi, tidak ada data pasti.

Alasan mengapa saya menduga pengarang ini memiliki luar biasa banyak pembaca adalah karena semasa saya SMA, buku ini memang dibaca banyak orang terutama kaum adam.

Kalau buku normal, biasanya dibaca 1 orang atau satu keluarga, atau ditambah beberapa teman, kemudian ditaruh di rak. Iya kan?

Nah, pada masa itu, satu buku, dibaca mayoritas siswa pria di kelas yang jumlahnya 26 orang. Terkadang satu buku itu digilir, hari ini untuk si B, besok si C, dan terus.

Selesai sampai di situ? Belum, kadang buku itu dipertukarkan dengan kawan dari kelas lain yang berjudul lain, dan kemudian dibaca bareng atau bergilir.

Salah satu trik paling sering dipakai adalah dengan cara menaruhnya di tengah buku pelajaran dan kemudian membaca saat guru menerangkan.

Sudah selesai? Belum. Banyak kawan saya yang memfoto-copy buku ini.

Padahal, SMA tempat saya bersekolah dulu punya 8 kelas untuk setiap tingkat dengan 300-320 siswa setiap tingkat.

Kalau satu sekolah saja sudah sebegitu menyebarnya, bisa bayangkan kalau satu edisi (judul) dicetak 5000 eksemplar saja, jumlah pembacanya bisa seperti deret ukur.

Itulah kenapa saya cukup yakin, bahwa pengarang dengan pembaca terbanyak di Indonesia bukanlah nama-nama yang sering disebut di media. Justru nama pengarang paling terkenal itu tabu untuk disebutkan, persis seperti si Voldemort.

Apalagi, setelah beberapa hari yang lalu, saya membaca sebuah posting dari seorang kawan blogger, Rahul Sjarif yang dalam kolaborasinya dengan Thessalivia menyebutkan fakta ia pernah membacanya.

Begini katanya.

ENNY ARROW Si You Know Who Legendaris Sastra Rendahan Yang Dicerca Tapi Diburu 2

Cerita yang saya sampaikan di atas berada di rentang waktu 1986-1989, sedang mas Rahul saat ini masih mahasiswa yang belum lulus. Ada selisih sekitar 25-27 tahun. Itupun belum termasuk belasan tahun sebelum saya mendengar namanya karena pengarangnya “diduga” mulai menuliskannya sejak tahun 1970.

Dan, nama itu masih disebut-sebut hingga saat ini.

Bisakah menyebutnya bukan “legenda”? Bahkan, penulis masa kini pun, seperti Tere Liye, Dewi Lestari, atau lainnya, saya masih ragu karyanya bisa dikenal oleh orang yang hidup puluhan tahun dari sekarang.

Bisa bayangkan berapa jumlah orang yang sudah membacanya dalam periode itu?

Dugaan saya, jumlah pembaca karya Enny Arrow berkali lipat, hingga puluhan kali pembaca karya Tere Liye atau Na Willa atau Dewi Lestari.

Hanya karena sifatnya underground, maka jumlah itu seperti tidak ada. Nol.

Misteri & Debat Sastra “Rendahan”?

Karya-karya Enny Arrow ternyata juga menimbulkan banyak pertanyaan dan debat. Lagi-lagi, tidak dalam forum terbuka karena pasti mengundang kecaman dan polisi untuk datang, seperti dalam berita di atas.

Yang sering menjadi pembahasan, salah satunya adalah tentang “SIAPA” sebenarnya Enny Arrow itu?

Beberapa sumber menyebutkan bahwa Enny Arrow aslinya adalah wanita asal Bogor bernama Enny Sukaesih, seorang wartawan yang pernah tinggal di negara Paman Sam, Amerika Serikat. Meskipun demikian, banyak yang tidak sepakat dengan hal itu. Bahkan ada dugaan, penulis ini adalah nama pena dari pengarang novel horor dan percintaan terkenal di tahun 1970-1980-an Abdullah Harahap.

Banyak yang menduga bahwa sebenarnya orang di belakang nama ini lebih dari satu orang karena gaya penulisannya tidak selalu sama.

Tidak ada konsensus yang pernah tercapai dan tidak ada konfirmasi pastinya.

Perdebatan kedua adalah tentang harus dimasukkan kategori manakah hasil karyanya?

Tidak sedikit yang menyebutnya sebagai karya sastra “rendahan” mengingat isinya yang dipandang membahas sesuatu yang tabu dan tidak pantas disebut karya sastra. Tidak sedikit yang menyebutnya sastra erotis. Polisi yang melihat dari segi hukum jelas memasukkannya dalam kategori yang berbeda sekali.

Diskusi ini sepertinya tidak ada habisnya, bahkan setelah “penulis” ini tidak berkarya lagi dan internet hadir.

Saya sendiri pada akhirnya memutuskan untuk tetap memandangnya sebagai sebuah karya sastra. Bagaimanapun, apa yang ditulisnya, seberapapun tabunya adalah hasil kreativitas manusia dalam hal literasi.

Apalagi, kata “sastra” itu sendiri adalah sesuatu yang netral. Tidak ada kata rendahan, tinggian, baik, buruk. Pandangan moral tidak seharusnya mengabaikan kenyataan bahwa Enny Arrow adalah buah karya tulis seseorang.

Toh juga banyak literatur/kitab dari masa lalu yang membahas sejenis, seperti contohnya Kitab Kama Sutra. Lalu, mengapa Enny Arrow harus dipandang berbeda?

Tapi, kalau saya ditanya apakah saya akan membiarkan si Kribo membacanya? Jawaban bisa berbeda.

♣♣♣

Apakah saya pernah membaca karya Enny Arrow? Mau tahu jawabannya? Nah, jawaban saya, saya akan menjadi seorang hipokrit tulen kalau menjawab belum pernah.

Tulisan ini dibuat sebagian besar dibuat berdasarkan pengalaman sendiri pada masa SMA dulu. Kejadian kawan wanita menjerit dan melempar buku ini, sampai sekarang masih menjadi bahan tertawaan kami saat reuni. Kawan wanita yang dulu di-prank untuk membacanya pun sekarang senyum-senyum saja dan tertawa bersama.

Bagaimanapun, kami semua pernah muda dengan keingintahuan yang besar dan ingin menikmati keseruan bersama kawan-kawan yang lain. Merasakan adrenalin terpacu saat membaca agar tidak diketahui orangtua/guru dan tertawa bersama membahas isinya saat camping, sekarang menjadi bahan tertawaan dan memory yang lucu.

Apakah kami menjadi “penjahat” setelah membacanya? Tidak lah.

Teman-teman sekelas yang dulu membacanya sekarang masih hidup normal. Ada yang sekarang menjadi dokter, bergelar Doktor, dan ssshttt…. salah seorang pejabat yang menduduki posisi penting sekali di Komisi Pengawas Persaingan Usaha Indonesia termasuk di dalam kalangan (pernah) menjadi pembaca si Enny Arrow dulu loh (percayalah, saya garansi kebenarannya).

Tapi, kalau Kawan MM punya anak, terutama laki-laki dan berusia di bawah 17 tahun atau masih belum berdiri sendiri, berwaspadalah kalau putra Kawan tiba-tiba browsing internet untuk mencari nama si You-Know-Who.

Alarm di kepala Anda sudah harus menyala, seperti saya yang sekarang menjadi ekstra waspada dalam hal ini. Dan, nama ini pun tidak pernah saya sebutkan di muka si Kribo, alasan utama saya lebih suka membawanya ke Gramedia dan membeli buku yang harganya berkali lipat.

Saya tidak mau ia mengenal si You-Know-Who saat ini.

20 thoughts on “ENNY ARROW : Si You-Know-Who Legenda Sastra “Rendahan” Yang Dicerca Tapi Diburu”

  1. Saya lupa sih Bapak, apakah saya pernah baca tulisan si Enny ini, cuman memang saya tuh, udah baca tulisan erotis di novel, tau deh karangan siapa, nggak hafal, sejak SMP dong wakakkaka.

    Waktu SMP memang lagi heboh-hebohnya saya suka baca, dan seeringnya dipinjamin novel serial silat sama dokter temannya mama saya.

    Tapi meski novel silat, tetep juga ada adegan yang nggak pantas dibaca anak SMP.
    Trus, kakak sepupu saya, usianya beda 3 tahunan atau 5 tahunan ya?
    Dia tuh hobi baca juga, dan selalu dapat pinjaman novel erotis yang kemudian dipinjamin ke saya juga hahahaha.

    Meskipun, kalau pengalaman saya, mungkin karena jaman dulu terbatas ya, saya nggak ngerti apa yang saya baca itu, padahal ya, saya gampang banget meresapi tulisan ketimbang video.

    Nah tantangannya tuh zaman sekarang, duhhh ngeri banget Pak!
    Si kakak anak saya tuh suka banget baca, keponya luaaarrr biasa, sampai saya nggak berani kasih internet dong Pak.

    Tapi kan lama-lama kasian, saya punya ide instalin gramedia digital dan pilih langganan paket Kids, cuman ternyata di hape saya itu ada play book which is kemaren saya intip-intip, astagaaa ada novel erotis karangan siapa ya, itu cuman 10reboan Bapak, dan sereeemmm banget ceritanya.

    Sungguh ya, jadi ortu zaman now itu luar biasa tantangannya

    Reply
    • Nah, ternyata ada juga yang suka baca golongan si You-Know-Who ini.. wakakakakaka…Tosss Serial silatnya apa Rey, Khoo Ping Hoo yah.. wakakakakaka

      Memang agak berbeda Rey, dulu untuk endapatkan akses ke buku si You-Know-Who ini tidak mudah, berbeda dengan sekarang dimana akses internet membuat siapapun bisa mengakses. Disebut berat, ya berat karena harus menyeimbangkan antara perkembangan zaman dan menjaga anak dari pengaruh yang buruk.

      Cuma saya pikir kalau terus mengekang juga tidak baik Rey karena perkembangan zaman. Anak-anak sekarang harus membiasakan diri dan terbiasa dengan digitalisasi. Saya pikir tidak ada salahnya tetap memberikan langganan paket Kids, tetapi Rey harus berusaha supaya ia tidak mengintip lebih dari itu. Kalau dilarang, malah sebenarnya defensif dan pada titiknya, nanti si anak akan mencari tahu dari orang lain. Malah sulit dikekang.

      Juga, saya pikir orangtua kita dulu juga berpikir sama dengan kita sekarang..😁😁😁 Zaman selalu berubah dan setiap generasi orangtua akan menghadapi tantangan yang berbeda.

      Reply
  2. Eeaalaaa ini orang salah makan atau gimana nih?🤔 🤔 🙄 😳Ide dari mana sampai bahas si Enny Arrow.🤣 🤣 Bacaan Favorit gw tuh kong sewaktu STM kalau bolos sekolah..🤣 🤣 🤣 Bahkan dulu dengan mesin ketik saya membuat cerita yang hampir sama persis dengan stensilan karya Enny Arrow…🤣 😋 Sejak itu banyak pesanan atau ketikan yang harus saya selesaikan dengan imbalan uang…Dan pernah juga ditegur guru atas karya saya itu Beehhhaaa..🤣 🤣 Mungkin karena itu pula saya tahu dunia blogging dan senang sama yang namanya membaca dan menulis.

    Karena itu pula saya hobi Nongkrong dipasar Senen, Karena banyak buku2 menarik lainnya selain Enny Arrow..🤣 🤣 Bahkan Kartu Remi bergambar porno dulu marak disekitaran pasar Senen dan hampir bareng tenarnya sama Stensilan Enny Arrow, & Majalah Play Boy Serta Koran Porno berbahasa Inggris.

    Era teknology berganti sehabis Enny Arrow dan sejenisnya terkubur berganti maraknya Laser Disc dan VCD Porno yang bisa dibeli bebas dikawasan pasar Glodok. Bahkan lebih parah dari Stensilan Enny Arrow, Karena para penjualnya terang2,an…Pembelinya pun dari anak Smp sampai yang sudah Ujur ikut bercampur baur disana.😢😢

    Eehhh malahan curhat gw disini…🤣 🤣 🤣 🤣

    Kalau untuk Enny Arrow asli orang Bogor dan bernama Enny Sukaesih itu Hoaxs kalau menurut saya…Dan menurut saya Enny Arrow itu hanya nama Fiktif belaka saja…Karena era 90,an saya punya toko buku langganan dipasar Senen ia pun menjual Stensilan Enny Arrow. Saya sempat bertanya siapa yang menerbitkan buku tersebut…Ia menjawab tidak tahu dan hanya memesannya dari sebuah percetakan kampung dikawasan Jakarta Timur….Dan kata beliau kemungkinan Enny Arrow itu hanya buku karangan seniman jalanan atau penulis jalanan. Benar atau tidaknya yaa masih menjadi Misteri sampai sekarang….Meski dulu memang banyak dikawasan Jakarta pusat seniman atau penulis jalanan yang kerap memamerkan karyanya dipinggir2 Trotoar jalan…Masalah ada hubungannya dengan sebuah karya Enny Arrow yaa tidak tahu juga saya.🤣 🤣

    Dan saya juga setuju dengan apa yang ente sebutkan kong, Tidak ada sebuah Sastra Rendahan, Sastra yaa tetap sebuah Sastra. Cuma ulah orang saja yang membeda-bedakannya karena berkesan tabu….Bahkan Novel karya Nick Carter saja 11 12 sama Enny Arrow Fullgarnya juga hampir sama. Cuma bahasa penulisannya saja lebih tertata dan tidak sekasar Stensilan Enny Arrow…Tetapi yaa tetap saja unsur tabunya tinggi juga jika kaum hawa yang membaca novel karya Nick Karter tersebut.😊

    TERAKHIR…

    Dan, Nama Enny Arrow ini pun tidak pernah saya sebutkan di muka si Kribo, alasan utama saya lebih suka membawanya ke Gramedia dan membeli buku yang harganya berkali lipat….

    Lhaaa 😳😳 Tanpa ente sebutkan juga si Kribo lebih pintar dan pastinya sudah lebih tahu kong…Cumaa nggak mungkinlah dia cerita hal begitu sama bapaknya, Pastinya akan ia pendam sampai ia menemukan sahabat yang menurutnya tepat untuk membicarakan hal seperti itu. Karena anak sekarang tuh penjelajahannya lebih dalam ketimbang anak dulu yang era zamannya juga berbeda dengan sekarang.

    Intinya beri arahan saja yang positif dari sebuah hal tabu…Toh si Kribo anak laki ini…Yang nantinya juga bakal membawa anak orang kerumah.

    Ciiieee sotoy banget gw yee…”Anak, Anak gw kenapa luh yang repot tong!”..🤣 🤣 😋

    Lagian aya-aya wae sih, Segala Enny Arrow jadi bahan postingan…Atau jangan2 ente lagi buka buku2 zaman sekolah terus nemu Stensilan karya Enny Arrow, Bacaan Favorit sewaktu masih SMA dulu terus setelah membacanya langsung terinspirasi Beeehhhaaaa..🤣 🤣 🤣 🤣 🏃🏃🏃💨

    Reply
    • Nah, pengakuan dari adik kelas datang.. wakakaka… Hem, tema asli Maniak Menulis kan bukan sekedar tentang blog doang, meski intinya di situ. Blog MM temanya sedikit lebih lebar ke arah “baca” dan “tulis”, jadi sebenarnya bahasan soal Enny Arrow ini masih berada di lingkaran tema yang hendak diraih.

      Tema ini saya pilih salah satunya sebagai penyeimbang bahwa dunia buku Indonesia kan yang “terang-terang” saja, jadi perlu dimasukkan sebuah penyeimbang bahwa di dalamnya ada dunia “gelap” yang bahkan sebenarnya melebihi dunia terang.

      Gue ga heran kalau dikau sering baca yang ginian lah… hahahaha…Bacaan lu serem juga yah ada Nick carter. Biar gue pikir, yang ini mah lebih alus.

      Dan, bener banget itu bahwa Enny Arrow tergusur sama internet, dvd, vcd karena lebih mudah didapat. Hahahaha

      Saya pikir memang begitu. Tidak seharusnya karya sastra dilabeli rendah atau tinggi dan sejenisnya. Penilaian itu bersifat subyektif dan berdasarkan preferensi saja.

      Hahaha.. gue kan bilang gue ga akan bilang dan menyebut namanya, alias tidak mau memperkanalkan. Tetapi, gue cukup sadar kok kalau dia pasti akan menjelajahi dunia dan mencoba banyak hal. Yang penting gue sebagai orangtua ga ngajarin. Gue cuma buat batas dan mempersulit, walau gue yakin, dia akan selalu bisa menemukan celah.. hahaha.. Kayak gue dulu juga pan… bukankah siklusnya memang begitu, orangtua mempersulit, anak mencari celah..

      Mas Rahul yang ngasih ide, soalnya gue pikir juga banyak kawan-kawan di sini yang kagak kenal kalau nama ini disebut. Mereka tahunya kan yang baru-baru saja, jadi saya memperkenalkan bagian dari sejarah perbukuan di Indonesia. Juga sekaligus memberikan insight bahwa sastra itu banyak jenisnya, termasuk yang satu ini…

      Soal pengarangnya sendiri, gue sepakat bahwa nama Enny Arrow ini bukan merujuk ke satu orang.. karena memang tidak ada yang tahu pasti kebenarannya. Makanya menjad menarik karena tidak ada seorangpun yang bisa mengkonfirmasi. Yang ada adalah dugaan liar saja

      Gitchu tong.. makasih buat komentar panjangnya, jadi ada konfirmasi

      Reply
  3. makin dilarang malah makin penasaran, pak!

    aku sekarang malah jadi penasaran banget, pengen tahu.. pengen baca, hahahaha….

    Biasanya ya, ada perbedaan antara kita menonton dan membaca, kalo nonton ya kita disuguhi apa yang terlihat, segitu aja, tapi kalo baca, apalagi tulisannya yg katanya sedetil itu, kayaknya imajinasinya bakal seliar-liarnya nih, betul ga pak?

    hehehe…

    tapi setelah difikir-fikir, mau baca ga ya? hahaha

    terima kasih pak Anton, terima kasih karena udah memberitahu pengetahuan penting ini 😀

    Reply
    • Biasanya sih gitu Ady.. makin dicegah, makin penasaran.

      Betul, sesuatu yang “tidak jelas” samar sering lebih menarik karena imajinasi menjadi liar .. bentul sekali ntu… Kalau nonton film, imajinasi kita sudah dibatasi banget dengan visual kita.

      Terserah Ady mah, sudah nikah ini mah.. wakakaka.. mau baca barengan sama si Panda juga ga masalah dah.. wakakakaka

      Hahahaha.. kata kamu penting, tapi buat yang lain sepertinya pingin mentung saya deh… terutama kaum cewek. Cuma saya pikir, ini adalah bagian dari sejarah kesusastraan di Indonesia. Saya hanya ingin memberitahukan bahwa Indonesia ada nama-nama penulis lain, yang populer dan terkenal dalam kalangan yang berbeda-beda.

      Reply
  4. Kak Anton tepat sekali. Aku baru pertama dengar nama penulis ini dari blog Rahul dan lewat tulisan ini hahahaha 🤣. Lucunyaa membayangkan siswa laki-laki pada saat itu saling bertukar baca buku karya Enny Arrow bahkan sampai diselipkan ke buku pelajaran dan dibuang dulu covernya 🤣🤣. Kalau di zamanku, lebih sering majalah yang diselipkan seperti itu 😂 tapi itu majalah biasa. Dan kalau yang berbau porn, mungkin lebih banyak via video sampai sering hp anak-anak cowok kena sita guru karena isi gallerynya banyak porn 😂.

    Reply
    • Sudah saya duga, kalau anak-anak masa kini jarang yang dengar namanya. Makanya kaget juga Rahul masih pernah bisa mendapatkan yang seperti ini di masa sekarang.. wakakak.. ga nyangka masih ada yang kayak beginian karena perannya sudah banyak digantikan oleh produk visual sejenis seperti CD, DVD, dan internet.

      Jaman dulu mah, majalah kayak gitu ajah susah didapat Li… hahahahaha..

      Dan, itu emang bener banget kebanyakan ga ada covernya jadi kalau dilihat paling diduga baca cersil (cerita silat).. hahahahaha

      Reply
  5. Belum pernah baca bukunya tapi saya tau Enny Arrow itu siapa kok Mas Anton hahaha cuma lupa taunya pas kapan dan dari mana, kayaknya pas kuliah dan dari temen cowok haha.

    Tapi baru tau kalau asal kata cerita stensilan tuh karena dari sini lhoo, selama ini taunya cerita stensilan yaa cerita erotis doang 😂 Kertasnya tuh apa sejenis kertas yang dipakai komik-komik Petruk atau Siksa Neraka gitu?

    Saya sendiri kenal cerita erotis gara-gara fanfiction dan udah aman pas kenal udah di atas 17 tahun, tapi kalau komik sejenis itu udah pernah kenal jaman SMP walau ga dilanjut soalnya takut wkwkwk

    Btw cerita2 erotis gini kayaknya lagi marak lagi di internet Mas Anton 😨 Saya kadang main game terus ada iklannya tuh potongan cerita erotis gini yang dimuat di salah satu aplikasi gitu sepertinya. Nah pernah kepikiran ini orangtua juga wajib dampingin anaknya dong yaa kalau main game, soalnya suka muncul iklan begini.

    Reply
    • Eya nakallll.. wakakakakakaka

      Iya, asal kata “stensilan” itu memang karena kertas yang dipakai untuk stensil. Kualitasnya rendah sekali karena kalau memakai spidol aja, maka meleber.. alias tinta spidol akan menyebar. Dulu sih sering dipakai untuk kertas ulangan. Mirip-mirip sih, tapi kalau saya ingat, lebih jelekan kertas stensil.

      Hahahaha.. SMP, wak wak wak dah.. keren.. saya baru tahunya pas SMA. Tapi, kalau saya pikir sih sebenarnya wajar saja karena perkembangan mental dan keingintahuan yang besar saat seusia segitu. Tidak selalu berarti pertanda buruk.

      Yah, iyah. Memang begitulah faktanya. Banyak sekali cerita-cerita seperti ini yang bisa diakses bahkan sering diiklankan. Jeleknya, dulu Enny Arrow susah dicari, tetapi kalau sekarang, semua orang, bahkan anak kecil bisa mengaksesnya karena banyak yang tahu cara mengakali benteng internet positif memakai VPN.. hadeuh..

      Reply
  6. Pembahasannya menarik euy. Apalagi ngeliar respon Mas Satria dan Mas Anton yang pernah bersentuhan dengan era tersebut.

    Saya sebetulnya ngga terlalu mempedulikan siapa penulis Enny Arrow. Meski awal-awal kehadiran internet, saya juga sempat menulis di pencarian google “Siapa Enny Arrow?”. Terlalu banyak spekulasi dan asumsi. Semuanya seperti yang Mas Anton sebutkan, tidak ada yang pasti. Ada yang bilang nama pena dari nama asli Enny Sukaesih asal Bogor itu, atau nama pena dari Abdullah Harahap, ada juga yang bilang nama pena dari ghost writer yang tidak terkenal atau bahasa sederhananya seperti yang Mas Satria sebutkan, penulis jalanan yang menggunakan nama Enny Arrow sebagai identitas.

    Saya lebih senang ketika membahas Enny Arrow sebagai sebuah bacaan. Terlepas dari orang memandangnya apa, saya tetap menganggap buku Enny Arrow sebagai bagian dari sastra, sastra erotis yang pernah ada di Indonesia. Kehadiran Enny Arrow juga cukup mempengaruhi penulis favorit saya, Eka Kurniawan. Tak heran kalo ia juga sering menyebutkan nama tersebut.

    Memperbedatkan siapa Enny Arrow memang ngga ada habisnya. Sama seperti mencari tahu siapa Ki Panji Kusmin yang menulis Langit Makin Mendung yang kontroversial itu. Saya ingat betapa serunya menyelidiki kasus tersebut bersama teman-teman kuliah. Membuat grup WhatsApp dengan nama “Mencari #KiPanjiKusmin”, tapi saya cukup yakin mereka juga ngga benar-benar tahu dengan Enny Arrow sama ketika saya juga yakin kita hanya orang-orang yang terjebak pada sebuah perbincangan yang mungkin ditujukan penulis.

    Tulisannya keren Mas Anton

    Reply
    • Yup.. memang saya sendiri memandangnya sebagai sebuah karya sastra. Tidak bisa melihatnya sebagai hal yang lain, terlepas dari isinya.

      Saya juga baru tahu mas Rahul senang cerita erotis 😁😁😁😁😁 kalau saya sih kurang begitu suka sebenarnya.

      Justru karena ketidakjelasannya itu maka banyak orang yang senang memperdebatkan. Lebih enak membahas sesuatu yang tidak akan terkonfirmasi benar salahnya, dengan begitu perdebatan selalu terjadi. Biasanya keseruan debat macam begini akan hilang kalau konfirmasi benar salahnya sudah ada. Tidak seru lagi untuk dibahas.

      Makasih mas Rahul..

      Reply
  7. Aku masih mudaaa, tapi kenapa aku tahu nama ini?? ada yang salah keknya sama cara saya tumbuh (ahahahah)

    Nganu, untuk pembelaan, ibu saya kan dulu wartawan yah, dan dia pernah ikut seminar tentang pornografi gitu. Dapat modul dan di sana banyak diberikan contoh-contoh “literasi stensilan”. Dari situlah saya kenal paragraf-paragrafnya Enny Arrow.

    Tentu buat saya yang waktu itu masih kecil (lupa, kayaknya masih SD mau ke SMP), saya syok karena merasa itu sangat obscene. Vulgar. Tapi setelah dipikir-pikir sekarang, tulisan itu sebenarnya sangat “tame” dibandingkan deskripsi-deskripsi di novel zaman sekarang.

    Malah novel erotis sekarang banyak yang ditujukan untuk kalangan perempuan. Karena zaman sekarang, “literasi stensilan” mungkin terlalu “jinak” untuk kalangan laki-laki yang lebih suka visual seperti film atau potongan video. Sementara literasi erotika justru berkembang di kalangan perempuan, dengan approach yang lebih “nyastra” namun sebenarnya lebih vulgar dibanding versi stensilan.

    Contoh mudahnya sebut saja fifty shades of grey. Hahahaha…

    Reply
    • Nah loohhh.. ternyata, bukan saya saja yang tahu. Banyak juga ternyata yang sudah membacanya..Wuiihh saya ketinggalan neh. Saya tahu pas SMA, Mega dan Eya tahunya pas SD atau SMP 🤪🤪🤪

      Woww banget dah..

      Hahahaha.. tidak perlu pembelaan Mega.. Saya pikir wajar saja kalau keingintahuan dan pernah bersinggungan dengan stensilan seperti ini. Terkadang keingintahuan kita begitu besar, apalagi pada usia remaja.

      Dan, saya sependapat dengan dikau bahwa tulisan-tulisan itu kalau dibandingkan dengan yang ditulis masa sekarang, lebih tame. Yang sekarang saya menemukan banyak yang lebih parah lagi, tetapi dianggap biasa.

      Hanya, tentu saja kita tidak bisa mengukur dan membandingkan dengan masa sekarang. Karakter masyarakatnya berbeda. Dulu, ikatan norma dan etika begitu kuat, sehingga yang seperti ini berada pada kategori luar biasa, dan mungkin sekarang pun masih dianggap seperti itu.

      Hahaha.. yah, yang penting saya tahu bahwa saya tidak sendirian pernah jadi anak badung.. wakakakaka

      Reply
  8. Mengesankan anunya, riset/analisa ya namanya itu dan mungkin itu salah satu efek positif dari terlibat pergaulan itu. Kita jadi tau ternyata2 org2 besar dijaman skrg pernah baca stensil itu yg mgkn intinya bacaan semacam itu tdk melulu mempengaruhi nasib, hanya mempengaruhi anu.. anu.. 😂

    Disana dikatakan satu buku digilir, berarti gabisa dibilang laris dong pak karena bacanya gantian?

    Mas Kribo tau blog bpk ini kan, mgkn dia ikut baca pak, terus blg dlm hati “waah bpk ku, ternyata bpk ku pernah muda” hahaha..

    Reply
    • Hahahaha… bukan riset Bang Jaey.. hahaha.. soalnya pejabat level paling atas KPPU yang saya sebutkan dalam artikel ini teman saya saat SMA. Kami baca barengan itu buku *lupa judulnya*. Jadi, itulah alasan kenapa saya bisa yakin banget.. Lha ya wong, pas membaca kami barengan.. wakakakakaka

      Hihihihi… Kan saya bilang pembacanya paling banyak… Bukunya juga susah dicari pertanda penjualan bagus sekali. Bisa dibilang tidak laris? Yang baca bergiliran cuma menunjukkan bahwa pembacanya berlipat ganda dari yang terlihat.

      Tau.. gapapa juga.. soalnya saya sendiri suka menceritakan pengalaman saat sekolah dulu, termasuk masa-masa badung saya.. hahahaha.. Dia mah paling nyengir doang tau bapaknya pernah badung..

      Reply
  9. Klo dulu orang baca cerita2 kaya gini dr karya2 Enny Arrow, skrng justru bejibun yg kaya gini di wattpad Pak Anton… Bahkan cerita dg label 21++ di wattpad viewnya jauuh lbh banyak dr cerita2 yg lain, walau banyak cerita yg bagus2 jg pdhal yg lain, tp kalah duluan viewnya.. Mungkn mirip jd debat sastra rendahan yg kaya Pak Anton bilang di atas juga jadinya, beda media nya aja..

    Reply
    • Hihihi.. iyah saya sadar juga bahwa yang dulu dibaca sembunyi-sembunyi, sekarang bisa diakses dengan mudah sekali.

      Pasti Thessa, kayak Enny Arrow juga, tulisan-tulisan 21++ akan kebanjiran pembaca dibandingkan yang “serius”. Hahahahaha… Makanya saya duga Enny Arrow sebenarnya punya pembaca yang jumlah berkali kali lipat dari buku-buku Tere Liye.. wakakakaka

      Reply
  10. Eitss, saya pernah dengar dong nama Enny Arrow ini hauahahaha. Soalnya di salah satu novel Ika Natassa muncul nama beliau. Tapi memang belum pernah baca karyanya secara langsung (nggak ada niatan juga sih 🙈), hanya tau beliau memang spesialis menulis cerita begitu-begituan setelah riset melalui Google *halah* 🤣

    Karena tahu buku Enny Arrow ini jaya di masa 80an, makanya saya agak heran kok bisa-bisanya Mas Rahul mendapatkan buku tersebut, dibaca diam-diam pulak saat pengajian wkwkwk. Tapi ya saya sangat memaklumi ‘kenakalan’ laki-laki pada umumnya. Walau dalam hati saya berjanji memastikan anak sendiri jangan sampai diam-diam membaca di belakang saya *amit2 ketok meja*

    Reply
    • Kalau Jane mendengar, itulah konfirmasi ketenaran si Enny Arrow. Buku yang berada di antara ada dan tiada. Hahahahah

      Well, anakmu tidak akan menemukan Enny Arrow lagi karena sudah susah ditemukan. Tidak yakin juga masih ada yang menjual.

      Lebih baik fokus pada keberadaan “Enny Arrow Enny Arrow” lain di media digital. Yang seperti ini sama berbahayanya kalau tidak mau dibilang lebih berbahaya daripada Enny Arrow di masa lalu.

      Belajar dari pengalaman, tantangan itu masih lama untuk hadir mengingat usia Josh. Tantangan itu baru dimulai sekitar SMP dan meningkat pada masa SMA. Dengan menyebarnya internet di mana-mana, rasanya sih situasinya bisa lebih berat dibandingkan di masa lalu.

      Jadi, santai santai saja dulu sekarang Jane…🤣🤣🤣🤣

      Reply

Leave a Reply to Jane Reggievia Cancel reply