Bikin Ngelus Dada : Tarif Jasa Penulis Freelance

Selamat Sore Kawan MM!

Sejak kemarin sebenarnya saya sudah ngelus dada. Bukan karena bengek, bukan juga karena terinfeksi Covid yang salah satu gejalanya adalah sesak dada. Rasa sesak itu timbul setelah membaca sebuah tulisan kawan blogger, Mbak Eva dari Berkas Narasi.

Salah satu blogpostnya di blog yang berjudul ” Bagaimana Sewajarnya Menyikapi Klien yang Doyan Menawar dengan Harga Sadis?” menceritakan pengalamannya bernegosiasi dengan seorang calon pengguna jasa. Meskipun ditulis dengan nada “positif” tetapi di dalamnya terdapat sebuah cerita yang pastinya tidak menyenangkan untuk dibaca.

Tawaran jasanya sebagai seorang penulis freelance, yang menurut saya, sudah murah sekali, Rp. 10.000/artikel 500-700 kata, masih diminta turun sampai 5 ribu rupiah.

Terus terang, sesuatu yang bikin kepala saya geleng-geleng. Tetapi, cerita tersebut mengingatkan sebuah pengalaman pribadi beberapa tahun lalu.

Saat itu, saya sendiri pernah mendapat tawaran serupa. Entah darimana informasi yang didapat karena saya tidak membuka jasa penulisan artikel, seseorang mengirimi saya email. Ia menawarkan untuk membeli artikel dalam jumlah lumayan banyak, dengan tarif sebesar Rp. 6000/artikel 300 kata.

Tawaran yang serta merta saya tolak.

Selain saya tidak suka menulis untuk orang lain, saya sendiri sudah keteteran untuk mengupdate blog sendiri, dan tentunya harga yang diberikan “luar biasa” tidak menarik. Saya merasa direndahkan sebenarnya.

Penawaran itu saya tolak langsung, tapi dengan cara yang sopan. Saya hanya mengatakan, “Maaf, saya sudah terlalu sibuk mengelola blog sendiri. Jadi tidak ada waktu tersisa untuk menulis bagi orang lain”. Titik.

Membaca tulisan Eva tadi, saya langsung mencoba mencari sedikit informasi tentang harga jasa penulis freelance sekarang? Yah, hasilnya ternyata memang bikin saya tambah ngelus dada.

Ini salah satu screenshot dari Fastwork, sebuah marketplace untuk penyedia jasa penulis lepas yang sering dipakai (selain Sribulancer)

bikin ngelus dada tarif jasa penulis freelance

Tambahkan dengan dari salah satu situs penyedia jasa penulisan artikel ini

bikin ngelus dada tarif jasa penulis freelance 2

Murah banget yah?

Yup. Memang sangat murah. Bagi kita yang bergelut di dunia ini, pasti akan merasa bahwa harganya sangat tidak sepadan dengan perjuangan untuk menghasilkan sebuah artikel.

Sependek apapun artikel, tetap butuh perjuangan yang sangat berat. Jangan lupakan juga di dalamnya ada biaya listrik, pulsa, dan cemilan.

Namun, faktanya memang begitulah adanya. Pasar untuk “penulisan” artikel atau jasa penulis freelance merupakan tipe “pasar pembeli” dimana para pembeli memegang kendali dibandingkan penjual.

Apa penyebabnya?

Banyak, tetapi pasar tipe “pembeli” seperti ini disebabkan oleh satu hal, suplai melebihi demand (permintaan).

Memang hal itu tidak terlihat di permukaan, tetapi sekarang “menulis” bukan lagi monopoli para “penulis”. Ibu rumah tangga, karyawan, mahasiswa, dan banyak lagi lainnya sudah menjadi penulis.

Bila data 3 juta blogger benar saja, maka berarti ada 3 juta orang yang berpotensi menjadi penyedia jasa penulisan artikel. Iya kan? Belum lagi mahasiswa dan atau ibu rumah tangga yang mencari penghasilan sampingan.

Suplai penyedia jasa banyak sekali. Memang, tidak terlihat di permukaan karena tidak semua mempromosikan diri lewat media internet atau medsos, tetapi mereka ada dan tetap menyediakan jasa. Contoh sederhana saja, saya menggunakan jasa adik saya, seorang blogger juga untuk mengisi blog Umum Sekali. Ia tidak mempromosikan diri, tetapi saya menggunakan jasanya.

Bayarannya? Yah, tidak besar tetapi beberapa kali lipat dari yang ditawarkan oleh calon pengguna jasa Eva dari Berkas Narasi.

Yang jelas itulah salah satu masalah utamanya, suplai yang sudah berlebih dan akan semakin banyak di masa datang. Tidak percaya? Coba saja bayangkan akibat dari pandemi Covid-19. Pasti lapangan pekerjaan akan menyempit dan banyak sekali adik-adik mahasiswa yang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan.

Tidak akan heran kalau kemudian mereka menggunakan salah satu skill yang dimilikinya, yaitu menulis (karena mayoritas mahasiswa diajarkan saat kuliah skill yang satu ini) untuk mendapatkan penghasilan lewat berbagai marketplace.

Tidak butuh modal besar. Kemampuan ada. Perangkat pasti punya (komputer).

Tambahkan lagi dengan para blogger yang gerah karena penurunan pendapatan Adsense atau berkurangnya job content placement/sponsored post. Bukan tidak mungkin mereka akan mencari sumber lain, apalagi yang sampai sekarang belum bisa payout dari Adsense.

Efek dominonya adalah persaingan antara para penyedia jasa sendiri, penjual, para penulis freelance. Khas pasar tipe pembeli, penjual akan banting-bantingan harga demi mendapatkan job. Situasinya tidak berbeda jauh dengan pasar “backlink” lewat jasa content placement.

Mau dibuat kelihatan lebih buruk lagi? Bisa saja.

Efek dari pandemi yang terasa adalah kolapsnya banyak bisnis, para pengguna jasa. Yang masih bertahan pun akan mengurangi belanja dalam hal apapun. Imbasnya, jumlah pembeli berkurang.

Bisa dikata “kue” yang dibagi makin kecil, sementara jumlah yang ingin mendapatkannya makin banyak.

Suplai masih akan lebih besar daripada demand di masa datang. Pasar masih akan terus dikuasai pembeli kalau situasi itu tidak berubah.

Calon pengguna jasa/pembeli masih akan terus menekan harga pasar. Mereka punya alasan tambahan dan tidak terbantahkan, “situasi sedang susah”. Belum lagi mereka bisa menemukan penggantinya dengan mudah kalau satu penyedia jasa menolak.

Prediksi saya, jangan berharap banyak bahwa harga akan membaik dalam beberapa tahun ke depan.

Adakah solusinya?

Lebih mudah ngomong teori daripada prakteknya. Masalahnya, saya cuma bisa bicara teori.

Kenyataannya, pada masa sekarang ini, semua bisnis sedang berubah menjadi pasar pembeli akibat pandemi. Jeleknya lagi, bahkan seberapa pun penjual menurunkan harga, pembeli tetap saja tidak membeli karena mereka lebih suka menyimpan uang sebagai cadangan.

Runyam.

Jadi, apa yang akan dikatakan di bawah ini harap dipikirkan baik-baik dan jangan hanya ditelan. Sebagian berdasarkan pengalaman, sebagian pengetahuan, sebagian asumsi.

Sebenarnya, seorang penulis freelance punya beberapa opsi lain yang bisa dilakukan jika mengatasi masalah ini. Bukan sekedar menerima atau menolak, tetapi ia bisa berusaha mengkondisikan agar dirinya tidak berada dalam kondisi menyebalkan seperti itu.

Beberapa contoh opsi yang bisa ada.

1> Berhenti menjual sekarang, fokus ke masa datang

Kalau memang harga dirasa sudah terlalu rendah dan mungkin bahkan sudah tidak menutupi biaya produksi, hal yang harus sangat dipertimbangkan adalah berhenti menjual. Dalam hal jasa penulis freelance, ya tidak usah menawarkan jasa lagi, setidaknya untuk sementara.

Waktu kosong yang ada bisa dimanfaatkan untuk membangun dengan menulis sebanyak mungkin di blog sendiri.

Tidak dapat uang dong? Iyah, tetapi jika dilakukan, maka setelah satu tahun, blog itu sudah berkembang. Blog itu bisa dimanfaatkan untuk branding, menjual produk sendiri, mendapatkan content placement dan bahkan mendapatkan penghasilan dari Adsense.

Jika blog berkembang dengan baik, blog itu bisa menjadi portofolio untuk memperkuat posisi tawar menawar. Jika blog berkembang dengan baik, akan ada peluang lain terbuka di masa depan.

Salah satu alasan saya fokus ke Adsense adalah pengalaman ditawar “6000” tadi itu. Untuk apa saya menulis dengan harga sebegitu murah kalau saya bisa membangun usaha sendiri.

Sekarang, meski belum kaya dan bergelimang uang, saya sudah bisa membayar adik untuk membantu update blog. Nilai perartikel yang saya bayar, beberapa kali lipat dari yang pernah ditawarkan kepada saya, bahkan lebih dari yang Eva tawarkan ke klien-nya.

Bukan saya yang membayar, tetapi penghasilan dari Adsense yang membayar. Saya untung lumayan karena pekerjaan menjadi berkurang.

Semua itu karena saya memutuskan untuk tidak “menjual” jasa menulis untuk orang lain dan fokus pada mengembangkan usaha sendiri.

2> Tambah skill

Saya bisa menulis artikel, menguasai fotografi, bisa membuat website berbasis WordPress, dan mengerti masalah bisnis.

Jika saya menjual “jasa” menulis artikel, saya hanya mendapatkan 6000-25000/artikel saja dengan harga pasar sekarang. Itupun akan terbatasi jumlahnya tiap harinya.

Namun, ketika semua skill itu digabungkan, maka saya bisa menjualnya dengan harga 6-7 kali lipat payout Adsense per bulan untuk sekali kerja.

Di dunia dimana suplai sudah berlebih, untuk bertahan butuh “pembeda” dan sering hal itu bisa tidak bisa dilakukan hanya mengandalkan satu skill saja.

Saya bisa memasuki pasar baru pembuatan website yang lebih lapang, luas , dan belum tergali dengan tambahan skill lain.

3> Perluas pasar

Siapa pengguna jasa penulis? Pemilik website. Pasti itu jawabannya. Tapi pernahkah disadari bahwa sebenarnya hal itu hanya sebagian saja, belum semua.

Beberapa yang lain

  • mereka yang “mau” dan berencana membuat website : pengguna jasa saya membuat website adalah sebuah toko sepatu yang ingin punya toko online dan ia tidak mau menggunakan jasa yang ditemukan via internet karena ketidakmengertian
  • para blogger : jangan pernah berpikir bahwa yang membutuhkan artikel hanyalah pemilik website berupa institusi. Para blogger juga butuh, salah satu contohnya, ya saya. Seperti di sebut di atas, belakangan ini saya menggunakan jasa adik (yang juga blogger) untuk mengisi salah satu blog
  • para pembuat website : iya kan? Pasti mereka butuh penulis

Tambahkan sendiri peluang yang ada sesuai dengan kondisi sendiri.

4> Berkolaborasi

Saya punya beberapa skill, tetapi punya keterbatasan waktu yang akut. Bagaimana supaya bisa menerima orderan itu dan mendapatkan penghasilan?

Ya, saya berkolaborasi dengan teman, saudara, dan adik sendiri

  • yang satu memang marketing jalanan dan punya channel banyak, dia yang menemukan pembeli jasa pembuatan website saya
  • untuk memotret, saya menggunakan jasa anak sendiri yang juga mahir fotografi
  • adik saya blogger juga dan saya menyerahkan urusan menulis kepadanya

Saya mengurus pembuatan website saja dan mengkoordinasi saja.

Meruntuhkan tembok kadang tidak bisa dilakukan sendiri dan butuh kerjasama tim. Tidak bedanya untuk mendapatkan hasil yang lebih memadai, sering kita harus mau bekerja sama dalam sebuah tim daripada bekerja sendiri.

5> Cari pekerjaan tambahan

Salah satu masalah mengapa terjadi banting-bantingan harga adalah karena kebutuhan. Daripada tidak ada sama sekali, lebih baik ada meski sedikit, itu prinsip seseorang yang butuh.

Kondisi seperti inilah yang membuat nilai tawar terus menurun.

Berbeda halnya kalau ada pekerjaan lain, meski tidak besar, setidaknya unsur keterdesakan tidak ada. Posisi dalam tawar menawar menjadi lebih kuat dan kita tidak perlu menurunkan harga terus menerus sekedar memenuhi “kebutuhan”.

Sekali lagi, apa yang ditulis di atas tidak semudah menulisnya. Sebagai orang yang sudah mengalami sebagian darinya, yang disebutkan di atas butuh

  • kerja keras
  • kreativitas
  • kemauan berkorban dalam banyak hal
  • konsistensi
  • pikiran yang terbuka
  • keberanian mengambil resiko

Tapi, saya pikir hal itu akan lebih baik daripada bergelut dalam sesuatu yang outlooknya (prediksi masa depan) kurang begitu kondusif.

Itu kalau saya, tetapi tentu bisa berbeda setiap orang.

Dalam kondisi seperti sekarang yang ruwet dan runyam, saya memilih mengorbankan masa sekarang demi masa depan.

Tentu saja harus ditambah dengan berdoa. Siapa tahu saja ada keajaiban bahwa semua orang mau berpikiran seperti Creameno yang berani memberikan fee 1 juta rupiah satu artikel untuk paid guest post. Iya kan?

Berharap dan berdoa boleh loh, tidak ada salahnya. Meski tetap harus menerima kenyataan bahwa sepertinya situasi masih tidak akan mendukung para penulis freelance, setidaknya untuk beberapa tahun ke depan.

Nah, kalau Kawan MM, bagaimana menghadapi situasi pasar untuk jasa penulis freelance seperti ini? Ada ide?

18 thoughts on “Bikin Ngelus Dada : Tarif Jasa Penulis Freelance”

  1. Saya jujur shock mas, waktu kapan hari saya pernah baca, ada yang menulis pengalamannya dikasih penawaran harga penulis lepas IDR 20.000, itu saja saya sudah waow waow, terus setelah baca tulisan mba Eva yang harga IDR 10.000 masih ditawar, langsung kaget luar biasa 😩 Sebab selama ini, saya mengira para penulis lepas dibayar around IDR 200.000 ke atas / artikel. Sampai saya kira mba Eva salah tulis, bukan 10.000 tapi 100.000.

    Nggak kebayang untuk kumpulkan sejuta berarti harus tulis seratus artikel, mana wajib SEO, panjangnya 500 kata, wahhh beratttt banget. Butuh 100 hari buat saya menulis 100 artikel itupun nggak SEO friendly. Ternyata beban penulis lepas itu banyak ya mas, salut sama teman-teman yang masih mau berjuang melakukannya. Dedikasi yang luar biasa. Semoga ke depannya teman-teman yang jadi penulis lepas bisa dapat tambahan dari hal-hal lain seperti yang mas Anton bagikan 😁

    Thanks for sharing, mas 😍

    Reply
    • Yah, kalau saya belum pernah ngalamin sendiri, mungkin sama Eno, sulit percaya bahwa karya penulis lepas kalah sama harga kopi di minimarket.. hahaha.. tapi, saya pernah mendapatkan penawaran itu juga, jadi yah begitulah situasinya. Memang kurang kondusif.

      Tapi, apa mau dikata, itulah fakta kehidupan di Indonesia. Bukan hanya penulis sih sebenarnya, tetapi juga banyak sekali pekerjaan lain yang upahnya bikin ngenes banget. Saya beruntung karena punya pekerjaan tetap dulu baru terjun, jadi sudah mapan dulu.

      Tidak bakalan mudah membuat 500 kata. Saya sendiri yang sudah biasa menulis banyak dalam sehari saja sering hanya bisa mendapat 5-6 maksimum dalam satu hari. Artinya, cuma 30000 saja. Kalau per bulan, ya jelas di bawah UMR.. hahaha

      Tapi yah that’s life…Makanya, mungkin yang ingin saya sarankan kepada penulis lepas adalah merubah mindset. Bila mereka tidak fokus pada satu titik saja, mereka bisa berkembang lebih banyak.

      Eno juga sudah memberi banyak semangat dengan berbagai event dan program Paid Guest Post nya. Itu jelas sangat membantu untuk setidaknya bisa bertahan dalam situasi berat.

      Kayaknya juga bang Jaey minta diadopsi tuh Eno.. wakakakakakakak

      Reply
  2. Good idea, stop dulu jadi freelance terus nulis sebanyak2nya buat blog sendiri dan sambil nyari sampingan lain. (Rekomendasi) 🤣

    Atau coba juga metode “Slank”, “Tak banyak keinginan tak banyak pikiran”, saya menganut ini 🤣🤣

    Atau dengan ber-mama Mbak Eno maka keuangan akan terjamin. huahaha..

    Jasa menulis ini kalo ga salah ada, original dan rewriter, klo rewriter harga 5000 kurasa lumayan2 saja, terima saja, ga rugi2 amat mungkin, karena tinggal comot dan diubah sedikit. Entahlah.. bahkan situs2 besar saya perhatikan sering bikin artikel dari mengutip, dikutip dari blabla..

    Reply
    • Yah daripada jual “rugi” mendingan jangan jual atau ubah cara jualannya. Gitu sih Bang Jaey prinsipnya.

      Nah, itu paling ideal karena anti goncangan. Semakin sedikit keinginan memang semakin sedikit pikiran. Cuma kan baru bisa kalau kebutuhan sudah terpenuhi. Kalau belum, ya repot juga..

      Kalau rewriter sendiri sebenarnya juga masih terlalu murah sih Kang kalau 5000. Gimanapun tetap ada biaya modal yang keluar seperti mencari beritanya kan butuh bayar listrik dan internet. Belum lagi biaya modal komputernya. Tapi apa mau dikata karena pasar memang menentukan demikian, memang susah…

      Kalau pakai cara seperti yang Bang Jaey sebut memang ada benarnya, kecepatan produksi menjadi lebih efisien karena tidak banyak mikir dan produksi bisa lebih banyak. Cuma tetap saja sulit memproduksi dalam jumlah banyak sekali karena pasti tetap melelahkan. Untuk mendapat UMR saja berarti harus mendapatkan 150-175 ribu perhari dan artinya setiap hari harus produksi tulisan rewrite sample 25-27.. berat juga bang, saya pernah coba dan biasanya mentok di angka 12-15 saja karena capek juga..

      ENOOOOO…. ada yang minta diadopsi nihh

      Reply
  3. Memang selalu begitu mas kalau mekanisme harga ditentukan oleh pasar bebas. Seperti hukum rimba. Masalahnya masih ada yang mau dibayar dengan harga murah.

    Hal sama terjadi di dunia fotografi. Saat fotografer lain mematok harga sekian, pasar langsung goncang saat ada yg patok harga murce tapi hasilnya layak. Bahkan ada yg gratisan supaya bisa jalan-jalan ke LN. Di LN enggak bisa begitu karena ada regulasi dari asosiasi fotografi. Pemancing pun ada payungnya disana 🤣 Kekuatan kelompok ini yg “menekan” pengusaha dan pembeli agar enggak kebangetan.

    Makanya itu pentingnya ada payung asosiasi dlm usaha jasa. Kebayang nggak mas gimana kcaww kalau jasa spt dokter dll nggak ada asosiasi? Bisa-bisa enggak idup….😅

    Tapi ya itu asosiasi juga harus jalan. Nggak sekedar nama 😅

    Reply
    • Betul Pheb.. sistem pasar bebas memang punya kecenderungan seperti itu. Yang kuat yang berkuasa. Betul juga, kesalahan sebenarnya sebagian ada pada para penulisnya sendiri yang suka banting harga.

      Saya pikir di dunia fotografi Indonesia pun begitu. Saya melihat banyak sekali banting-bantingan harga di internet. Peran asosiasi memang bagus (kalau berjalan dengan baik yah) ada kekuatan bargaining di sana dalam hal harga. Cuma di Indonesia ini dengan urusan perut selalu dijadikan alasan, asosiasi seperti itu cenderung tidak efektif karena mayoritas anggotanya tidak akan mau diatur dan manut pada kebijakan.. hahahaha peraturan hukum yang ada saja dilanggar, apalagi cuma dari asosiasi..

      Thank you for the insight Pheb.. bagus dibaca kawan yang lain juga

      Reply
  4. Aku juga shock pas tahu bahwa jasa penulis lepas hanya dibayar 10rb dan masih ditawar lagi 😭. Harga normalnya aja udah nggak sesuai dengan effort yang dikeluarkan. Masih lebih mahal harga jual batagor seporsi 😭. Sehari harus menulis berapa ribu kata untuk bisa memenuhi standar hidup harian. Nggak kebayang 😭

    Menurutku, harus ada yang menggebrak pasar terlebih dahulu agar budaya bayaran murah untuk jasa penulis lepas bisa berubah dan Kak Eno bisa jadi salah satu pelopornya. Juga seandainya ada lebih banyak orang yang berpikiran seperti Kak Eno di luar sana, hal ini bisa segera diperbaiki 😂.

    Atau paling mudah sih, ikuti kata Kak Jaey, jadi anaknya mama Eno 🤣. Kak Eno, aku ingin juga lho diadopsi, jangan Kak Jaey saja. Wkwk.

    Reply
    • Hahaha.. Lia shock karena tidak berkecimpung di dalamnya, jadi mendengar itu pasti kaget sekali karena tidak menyangka kan? Tapi itulah kenyataan.

      Gebrakan tidak akan menghasilkan apa-apa Lia. Honestly, saya apresiasi sekali usaha Kak Eno untuk mendongkrak harga pasaran penulis, tetapi hal itu akan sia-sia kalau para penulisnya banting harga terus-terusan. Karena kita masuk dalam ranah bisnis dimana hukum ekonomi berlaku. Kalau suplai bertambah dan deman turun, harga akan turun, sebaliknya suplai berkurang dan demand bertambah harga akan naik.

      Butuh lebih dari gerakan sporadis untuk bisa mengatrol harga. Harus lebih terencana, seperti yang Phebie bilang, kalau ada asosiasi bisa lebih memungkinkan, itupun dengan catatan banyak penulis yang mau ikutan asosiasi dan mau mengikuti aturan main agar posisi tawar menjadi lebih baik. Juga tidak akan bisa segera karena yang seperti ini sudah cukup lama terjadi dan kemungkinan akan tetap begitu di masa datang.

      Karena hal ini juga berkaitan dengan kebutuhan, situasinya lebih rumit lagi karena tentunya banyak yang tidak mau menahan harga karena disitu memperbesar kemungkinan tidak dapat orderan.

      Tidak akan ada jalan yang mudah, kecuali para penulis lepas mau sedikit berkorban dengan menahan harga daripada menjual murah. Yang belum tentu juga mau melakukan dengan alasan kebutuhan..

      Harga pasar tidak akan pernah mudah diatur, kecuali kalau gebrakan itu dilakukan para pengguna jasa dalam jumlah banyak. Padahal, hal itu sulit dilakukan karena para pengguna jasa diuntungkan dengan harga murah, lalu kenapa harus ngebelain penulis dan membuat harga naik..

      Ruwet kan.. hahahaha

      Nah, itu lain hal, siapa tahu Eno mau adopsi banyak penulis.. wakakakakkaa…sono ajukan lamaran untuk diadopsi ke Eno.. 😛

      Reply
  5. Baru sempat hari ini jalan-jalan ke blog MM, jadi baru ngeh kalau ada postingan ini. Analisisnya mendalam banget, Mas Anton. Ini bisa dijadikan referensi buat mereka-mereka yang shock dan bertanya-tanya gimana ceritanya freelance writer di Indonesia bayarannya per artikel nggak sampai seharga satu mangkok bakso. 😢

    Saya terutama suka analogi kue yang Mas Anton pakai. Kuenya udahlah kecil, itupun masih harus dibagi-bagi lagi karena banyak orang berebut kepingin dapet bagian. Alhasil ya begitulah, nggak heran kalau per orang cuma bisa mencicipi. Kalau nyicip terus kapan kenyangnya… 😭

    Sebetulnya sejak pandemi saya alih-alih menggenjot promosi sana-sini, justru mengurangi. Ada penawaran pun juga saya pertimbangkan banget, sampai berkali-kali. Kenapa? Alasannya ya kurang-lebih samalah dengan yang Mas Anton cantumkan di atas. Persaingannya makin ketat. Banyak yang kepepet cari penghasilan tambahan. Saya juga ngap-ngap kalau bayarannya miris seperti itu, jadi biarlah orang-orang lain yang nggak keberatan dengan fee segitu saja yang ambil. 😬 Saya pun terjun ke blogging, harap-harap selain menambah skill juga membuka jalan networking ke market yang lebih “manusiawi”. 😅 Mudah-mudahan pasar di marketplace semakin membaik, walaupun saya agak sangsi apa itu bisa terjadi dalam waktu dekat.

    Btw Mas Anton butuh berapa lama buat nyusun postingan yang satu ini? Saya kepo, Mas, secara pembahasannya berbobot banget-nget-nget-nget. 😮

    Reply
    • Hola Eva.. Gimana sakit punggungnya? Cepat sembuh yah!

      Ehm, saya nggak menghitung waktu sih. Cuma setelah coba diingat antara 1-1 1/2 jam (bersih-nett). Maklum diselingi dengan berbagai kegiatan lain, kayak nyapu, ngepel, terus nonton TV, ngerjain kerjaan kantor .. hahahaha WFH soalnya.

      Yah, semua bisnis di dunia pada masa pandemi memang menyusut drastis, hal itu juga berlaku pada dunia tulis menulis. Namun, sebenarnya kalau memang diperhatikan kepopuleran blogging seperti senjata makan tuan sendiri. Semua orang menjadi tertarik pada “menulis”. Sifat profesinya yang terbuka sekali dan semua orang punya kemampuan dasarnya menyebabkan pasokan penulis menjadi banyak sekali.

      Alhasil kuenya yang sebenarnya cukup besar menjadi tidak cukup. Dihantam pandemi, kuenye menyusut terus. Jadilah situasi semakin tidak menguntungkan bagi penjual jasanya.

      Situasinya sendiri sudah terlihat sejak beberapa tahun terakhir, cuma mungkin banyak yang pilih tenggelam dalam mimpi manis dan lupa melihat perkembangan. Bagaimanapun, dunia jasa penulis freelance adalah tentang bisnis dan seorang penulis harus mau melihat perkembangan supaya bisa mengantisipasi.

      Nah, memang betul kalau cuma mencicipi kadang kenyangnya. Makanya pilihan yang ada adalah sebaiknya mencari “kue” lain yang bisa membuat kenyang. Untuk itu terkadang harus mau keluar dari kotak yang sudah ada dan mencoba mendorong diri melakukan sesuatu yang berbeda.

      Langkah Eva menolak itu sesuatu hal yang bagus dan saya pikir kalau Eva konsisten menulis di blog, pada akhirnya tulisan-tulisan itu akan membantu perkembangan di masa depan. Memang, saat sekarang keliatannya tidak menghasilkan apa-apa. Namun, kayak petani juga, kalau dirawat dengan benar, blog akan bisa memberikan sesuatu, setidaknya membantu perkembangan Eva sebagai penulis lepas.

      Gitchu sis.. hahahaha 😀

      Reply
  6. Dulu, saat masih jadi mahasiswa, pertama kali saya dengar ada pekerjaan di mana seseorang hanya diminta untuk menulis kemudian dibayar, kesannya enak sekali. Namun setelah jadi blogger dan mengalami buntu ketika diminta menulis sesuai permintaan, saya sadar, bahwa ini tidak mudah.

    Apalagi saat ini, dengan harga pasar yang sangat rendah, saya termasuk orang yang ogah. Setidaknya saya beruntung, masih punya pilihan lain untuk dilakukan. Hal ini tentunya berbeda, dengan rekan-rekan lain yang memang butuh.

    Reply
    • Yup Nisa, saya juga termasuk yang beruntung karena punya pegangan lain, jadi bisa tidak fokus mencari uang dari menulis saja.

      Memang tidak mudah Nisa dalam hal ini. Banyak alasan orang menerima harga murah karena tidak punya pilihan lain. Itulah mengapa saya menyarankan mendapatkan pekerjaan lain agar tidak bergantung secara full pada hasil dari jasa menulis yang sangat kecil itu.

      Reply
  7. Baru tau ternyata rate nulis segitu.. Awalnya aku mikir kayak Mba Eno, sekitar ratusan ribu. Kaget banget ternyata bahkan 10ribu pun masih ditawar 😭😭
    Tp muncul harga segitu pasti juga krna yg nawarin harga segitu juga banyak, atau nerima harga segitu juga banyak.. Mungkin buat kalangan tertentu itu ga seberapa, tp mungkin jg banyak orang yg ngerasa segitu juga cukup. Entah krna dia dpt internt gratis atau apa lah yg bikin modalnya bisa dibawah itu..

    Aku setuju bgd sama Pak Anton, kita hrsnya upgrade skill dulu agar bs dpt keuntungan lbh. Ibaratnya kaya investasi dulu di awal, buat keuntungan lbh baik ke depannya. Tp risikonya akan ada grace periode di saat kita ga dpt pemasukan di awal. Sayangnya mungkin ga semua orang punya privelage itu, jd dia cuma mengandalkan kejar2an jual artikel per hari aja..

    Reply
    • Kaget yah Mbak Tessa, tapi memang kenyataannya begitulah. Saya sendiri mungkin akan kaget, tetapi karena saya pernah mengalami sendiri, ya tidak terlalu kaget.

      Yup, itu juga bener banget. Tergereknya harga turun seperti itu, ya karena banyak orang menawarkan segitu. Mau tidak mmau dan biasanya terdorong kebutuhan.

      Iya mbak. Tidak bisa menyalahkan siapapun karena pada dasarnya tidak semua orang punya privilege kayak kita. Jadi situasinya memang runyam.

      Saya pikir, apalagi dengan pandemi sekarang, situasinya belum akan membaik.

      Saya cuma bisa berdoa saja bahwa saat situasi pulih, setidaknya semakin banyak peluang bagi para penulis freelance sehingga mereka bisa mendapatkan harga yang lebih baik daripada sekarang.

      Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply