Belajar Membaca Buku Lagi, Bisakah Cinta Itu Kembali?

Selamat siang menjelang sore Kawan MM!

Belajar Membaca Buku Lagi Bisakah Cinta Itu Kembali

Foto di atas itu buku yang sedang saya baca. Bukan buku baru, tetapi buku yang sudah saya miliki setidaknya sejak 10 tahun lalu. Saya mengeluarkannya dari tempat penyimpanan dan kemudian sedang “mencoba” membacanya.

Kata mencoba di dalam tanda kutip karena saya tidak yakin sendiri bahwa apa yang saya lakukan memang membaca.

Setidaknya sudah hampir dua minggu buku itu saya baca. Setiap hari saya sudah menganggarkan waktu 15 menit untuk membaca buku (bukan internet atau blog).

Tahu rasanya?

Kira-kira mirip lah dengan makan nasi kering tanpa sayur atau lauk. Tidak ada rasanya dan terasa nyangkut di tenggorokan. Tidak enak banget. Saking tidak enaknya, kerap saya berpikir untuk berhenti saja.

Hanya saja, karena saya sudah memutuskan bahwa di tahun 2021 ini, salah satu hal yang harus saya lakukan adalah berusaha mencintai membaca buku lagi, saya terus melanjutkan.

O ya, saya terus terang memang sudah kehilangan cinta membaca buku, seperti yang sudah saya jelaskan pada tulisan “Saya kehilangan cinta pada buku“. Dan, itu tidak main-main karena sudah lumayan lama sejak terakhir saya membaca buku.

Banyak orang menyebutnya dengan teori keren tentang “reading slump”, tapi saya pikir sih bukan. Saya menyadari 100% mengapa rasa cnta itu hilang, alasannya pun saya tahu persis. Bukan sekedar karena malas.

Alasannya, saya tidak bisa melihat output apapun dari membaca puluhan buku dan beralih lebih suka melihat “dunia”.

Saya tidak lagi bisa bisa sekedar menelan pepatah “buku adalah gudang ilmu dan membaca adalah kuncinya” dan sering mempertanyakan, “lalu kalau sudah dapat ilmu, apa gunanya kalau tidak bermanfaat”. Saya tidak bisa lagi merasakan kegembiraan dan kesenangan membaca buku, karena saya tidak yakin bahwa apa yang saya baca di buku bisa membawa manfaat atau diimplementasikan dalam tindakan.

Tidak ada lagi rasa senang dan gembira saat menelusuri kata demi kata.

Tetapi, pada akhir tahun 2020 yang lalu, saya menemukan bahwa mungkin saya harus berusaha mengembalikan kecintaan membaca buku. Belajar dari pengalaman sebagai blogger, saya menemukan sebuah alasan kecil yang rasanya tidak bisa dilakukan kalau saya tidak ber-CLBK dengan buku.

Mau tahu alasannya?

Hal kecil saja kok. Saya terus terang mengalami kesulitan saat blogwalking. Banyak dari kawan-kawan yang membuat ulasan tentang review buku dan saya tidak bisa berkomentar atau ikut meramaikan kolom komentar mereka.

Jangankan berkomentar, rasa tertarik membaca ulasan yang dibuat saja tidak ada sama sekali. Malahan saya bingung kalau membaca ulasannya. Di kepala saya cuma muncul “Apa menariknya buku itu?”

Bukan satu dua blog, tetapi semua tulisan yang membahas buku di blog manapun rasanya sama. Itulah alasan mengapa saya pilih tidak membuka ulasan buku kawan-kawan. Kalau kata blogger sekarang, saya tidak bisa “relate” lagi.

Bukan sebuah masalah pelik sebenarnya. Penyelesaiannya tidak sulit dan sederhana, ya skip saja. Toh tidak ada keharusan untuk membaca dan tidak ada keharusan juga untuk meninggalkan komentar.

Namun, saya berpikir ulang tentang semua, sikap seperti ini juga tidak bagus. Banyak kawan-kawan yang datang berkunjung ke blog MM yang mengisi blognya dengan ulasan buku.

Mereka tidak mengharuskan, tetapi selayaknya seorang kawan, saya pun harus juga berusaha untuk setidaknya “mendukung”. Tidak perlu berarti harus membaca buku yang diulas, tetapi sekedar memberikan komentar yang layak dan enak dibaca saja seharusnya tidaklah terlalu berat.

Sayangnya, dalam hal ini, hilangnya kecintaan saya kepada buku adalah sebuah masalah untuk tujuan tersebut.

Jadilah, tahun 2021, saya berharap bisa mengembalikan sedikit kecintaan terhadap buku. Tidak perlu full seperti masa lalu, saat saya adalah seorang kutu buku, yang sanggup menghabiskan buku 1000 kata dalam 2-3 hari saja.

Saya hanya butuh sedikit saja. Sesuatu yang bisa membuat sedikit gairah untuk membaca buku lagi timbul. Dengan begitu, sedikitnya, saya bisa “relate” saat membaca artikel ulasan buku. Pada akhirnya, saya berharap bisa berkomentar dengan lebih baik.

Tidak mudah ternyata. Dan, saya tahu bukan sebuah hal yang mudah karena bisa dikata saya sudah patah arang dengan buku.

Pertama memulai, saya menemukan bahwa buku apapun yang saya baca, sama saja. Sama-sama tidak menarik. Ketika membaca pun, tidak ada hasil bacaan yang nempel di otak. Huruf, kata, dan kalimat seperti numpang lewat saja. Masuk dari mata keluar entah dari pintu mana.

Mau buku teori manajemen seperti di atas atau sekedar novel punya si Kribo, semuanya terlihat sama. Sama-sama membosankan. Membaca 2-3 halaman saja sudah bisa membuat saya menguap karena bosan.

Hanya saja, saya akan terus memaksakan membaca. Itulah mengapa sekarang ada jadwal rutin untuk membaca setiap hari. Tidak lama, hanya 15 menit saja setiap hari.

Mungkin dengan membangun rutinitas membaca, walau dipaksa, pada akhirnya bisa mengembalikan sedikit rasa cinta membaca itu. Sama lah seperti pasangan yang dijodohkan (dipaksa kawin), suka nggak suka, karena kelamaan bisa jatuh cinta juga.

Saya belum bisa menjamin dan bercerita sudah berhasil karena terasa sekali masih susah melakukannya. Hanya saja, walau masih membosankan, setidaknya saya tidak lagi terasa asing dengan buku.

Yah, mungkin 1-2 bulan lagi akan membaik dan berbeda.

Siapa tahu.. Iya kan?

42 thoughts on “Belajar Membaca Buku Lagi, Bisakah Cinta Itu Kembali?”

  1. If you don’t like to read, you haven’t found the right book.

    Itu bukan kata2 aku, itu kata2 JK Rowling, penulis buku fenomenal Harry Potter. 😁 Dan mnrt aku ini cocok bgd buat Pak Anton. Kalau Pak Anton merasa ga menikmati baca buku itu, bs jd that’s not the right book.
    Bahkan buat aku yg suka baca aja, klo baca buku yg memang diluar genre jg rasanya melelahkan n ga menyenangkan. Krna aku baca buat kesenangan, klo udah ga ngerasa seneng aku bakal ninggalin buku itu n beralih ke buku lain..

    Reply
    • Kutipan yang bijak sebenarnya… hahahaha.. bijak banget dan memang benar adanya.

      Masalahnya yang ada sekarang adalah buku yang sekarang saya baca adalah buku yang dulu membuat saya sangat excited, bersemangat membacanya.. hahahaha.. dulu buku seperti ini, saya baca paling lama dalam 2 hari saja.

      Memang bener banget tapinya kalau baca buku di luar genre bisa sangat menyebalkan. Namun, yang sekarang saya hadapi bisa jadi lebih berat wakakaka… buku-buku yang dulu saya suka, terasa hambar banget dah…..Kebetulan sebelum ini sudah coba baca buku 3-4 buah yang berbeda, rasanya bener-bener membosankan…

      Hahaha.. apa buku-buku sudah tertular covid yah, jadi tidak bisa mencium dan merasa.. wakakak

      Tapi, saran yang bagus Thessa, nanti saya coba menemukan buku yang “pas”.. Makasih banget

      Reply
    • Setujuuuuuuu pakai banget kalimat itu Bapak!

      saya tuh suka banget baca, persis kayak yang Pak Anton cerita suka baca waktu kecil, keadaan saya kurang lebih kayak gitu, bahkan kertas gorengan, saya baca.
      Nemu kertas ada tulisannya di jalanan? saya ambil dan baca dong πŸ˜€

      Tapi, sekarang, saya punya beberapa buku, yang belum kelas saya baca.
      dan tebak, itu buku apa?
      Buku-buku yang isinya pengetahuan, nggak ada percakapan sama sekali.

      Saya jadi ingat, dulu waktu kecil, hal yang paling saya sukai itu, ketika membuka buku dan di dalamnya ada tanda petik, which is ada percakapan.

      Makanya, saya selalu ngantuk kalau baca, lah wong saya bacanya buku-buku motivasi doang hahaha.
      Bukan saya nggak suka sih. tapi buku demikian tidak menghadirkan sisi kebutuhan saya karena saya suka.

      Kayak ngeblog kan.
      Sejujur-jujurnya, saya itu nggak bisa loh Pak ngeblog, saya ngeblog itu mengorbankan banyak hal, waktu tidur, waktu bersama anak-anak jadi berkurang.
      Kadang saya rela nge gofood karena saya nggak sempat masak.

      Tapi saya tetap ngeblog, karena saya sukaaaa banget nulis.
      Coba gitu ngeblog itu isinya belajar SEO mulu, yang ada saya mual-mual trus ogaaahhh hahahahaha.

      Jadi benar banget, jika kita belum suka membaca, itu karena kita belom nemu buku yang kita sukai πŸ˜€

      Reply
      • Hihi.. kalimat itu sih ada benarnya Rer dan diakui.

        Nah, masalahnya buku yang sedang saya baca itu, buku yang dulu saya sukai. Hahahaha dikau pasti kaget kalau baca berapa jenis buku yang saya baca dulu genrenya bukan cuma satu. Namanya juga kutu buku.

        Makanya saya bingung kenapa semua terasa hambar sekarang ini. Tidak ada lagi rasa excited dan semangat membaca.

        Meskipun demikian, saya melihat kemungkinan sebagian kebenaran kalimat itu, walau tidak 100% karena saya sudah membaca banyak sekali buku. Itulah kenapa saya mengatakan saya kehilangan cinta, bukan saya tidak pernah mencintai.

  2. ” Lakukanlah kalau itu membuat kita merasa lebih hidup dan bermanfaat. Karena disanalah kita akan menemukan kebahagiaan. ”

    ” Terkadang cinta hilang karena renggangnya kebersamaan dan rindu datang ketika ingat sebuah moment indah menghampiri “.

    # Cmiwww……

    Reply
    • Kang Ustadz Bakwan Jagung ternyata bijak sekali..

      Teorinya demikian. Kata mutiara pun mengatakan demikian. Cuma, di dunia nyata, tidak ada sesuatu yang berjalan persis seperti teori. Banyak sekali variasinya dan tidak selurus teori.

      Saya kehilangan “cinta” karena saya tidak bisa menjawab pertanyaan sendiri, “Untuk apa saya membaca kalau hanya sekedar untuk menyenangkan diri sendiri tanpa memberi manfaat”.

      Hahahaha… filosofis jadinya, tapi itulah manusia dan saya kehilangan rasa suka itu karena ga bisa menjawab pertanyaan sendiri…Mendingan ga punya pertanyaan sebenarnya

      Reply
  3. kalau saya tidak bisa lepas dari buku pak
    memang aktivita sdan gadget perlahan mengurangi intensitas saya terhadap buku
    tapi alhamdulillah sebulan minimal satu buku tetap bisa saya jalankan
    karena apa ya ada “soul” yang tidak bisa saya dapatkan dari sumber selain buku terutama internet, terutama fokus saya dalam membaca
    buku pun tetap buku cetak dan bukan ebook
    mungkin itu yang tetap saya nikmati
    dan kadang, meski informasi dalam buku tidak se-up to date di internet tetapi nilai dan pelajaran di dalamnya tetap bisa diaplikasikan

    Reply
    • Bener sekali, saya tahu yang disebut soul sama Mas Ikrom. Beda banget.

      Cuma entah kenapa saya seperti kehilangan motivasi dan kecintaan saya dulu. Soalnya saya tidak beralih ke e-book loh.. saya bener-bener stop baca buku, cetak dan e-book. Saya lebih suka melihat dunia dan “membaca” dari apa yang terlihat langsung, dan bukan dari yang disampaikan orang lain.

      Saya juga mempertanyakan, “Untuk apa saya membaca buku?” Saya tidak lagi puas dengan jawaban untuk hobi atau kesenangan. Saya berpikir kalau memang tidak memberikan output, lalu untuk apa saya membaca?

      Hahaha.. dah tua tambah ribet yakk.. wakakakak

      Reply
      • 🀣🀣🀣 kalimat terakhirnya bikin ngakak 🀣🀣🀣

        Tapi tapi tapi, aku ngerti kalau udah nggak interest sama sekali, mau memulaipun susah bangettt. Memang nggak ada rasa cinta di sana, jadi rasanya berat banget untuk menjadi cinta πŸ˜‚. Jadiiii, terima kasih Kak Anton karena telah mencoba untuk jatuh cinta kembali dengan buku hahahaha. Cobain tips dari Kak Thessa, mungkin Kak Anton bisa coba mulai baca komik atau cerita Enny Arrow biar semangat lagi? πŸ˜‹. Namun, jika pada akhirnya setelah 1-2 bulan mencoba dan tetap tidak muncul perasaan itu, nggak usah dipaksa lagi, Kak. Nanti Kakak malah jadi tersiksa 😫. Untuk saat ini, aku akan menyemangati Kakak agar bisa semangat membaca. Semangat Kak Anton πŸ€ΈπŸ»β€β™€οΈπŸ’ƒπŸ»

      • Si Peri Kecil ini gimana sih.. malah ngakak.. kan pingin ikutan ngakak juga gue 🀣🀣🀣

        Iya Li. Masalahnya memang menjadi lebih rumit karena posisinya, saya bukan mulai dari nol kalau soal buku. Saya pernah mencintai, tetapi sekarang rasa itu tidak ada lagi.

        Anggep saja… ini saya sudah bercerai dari buku karena tidak lagi saling cinta, dan sekarang mencoba rujuk kembali.. hahahaha

        Saran Thessa sih pasti akan dicoba. Cuma gue ga mau ikutan saran Lia mulai baca Enny Arrow.. wakakakaka gelooo dah peri kecil ini. Biar saya tahu kadang cara alternatif perlu dilakukan, saya sudah cerai dari yang beginian sejak akhir SMA.. hahaha..bukan genre yang saya sukai…

        Kalau komik sudah coba Lia, dan rasanya yah tidak berbeda jauh. Itulah kenapa saya bilang bingung. Semua yang saya sukai, sekarang rasanya hambar banget.

        Hahaha..dont worry Lia, makasih tapinya. Saya pikir bukan saya yang bakalan tersiksa, lama kelamaan bukunya yang tersiksa. wakakaka

      • Wkwkwk jadi ingin ngakak lagi baca reply Kakak 🀣. Ibaratnya kayak udah bercerai, lalu sekarang dalam proses rujuk lagi < benar juga sih. Karena tujuannya baik yaitu ingin rujuk lagi, aku doakan supaya dilancarkan 😁.

        Kalau perihal hambar, kasihlah sedikit garam dan bumbu penyedap, lalu digoreng deh…. 🀣🀣🀣

  4. Aku bingung mau komen gimana, ada rasa ingin menyemangati juga ada rasa ingin melarang (ga usah baca buku) 🀣🀣

    Yg jelas aku tau persis gimana rasanya merasakan kehambaran pada apa yg dulunya kita sukai. Yg kupikirkan adalah mungkin Tuhan menghendakiku melakukan hal lain 🀣

    Ada ungkapan “sesuatu yg dipaksa biasanya berakhir tidak baik.” Entah darimana dan siapa yg bikin ungkapan ini, aku tak tau 🀣

    Reply
    • Yup, dari sisi pandang itu memang rasanya Tuhan menyuruh saya melakukan hal lain.

      Hihihihi… tanya dong namanya yang ngomong begitu. Cuma “paksaan” ini beda, saya pakai cara atlet yang “memaksa” diri terus berlatih.

      Siapa tahu saja saya bisa.. kalau tidak bisa ya apa mau dikata lagi

      Reply
  5. Kita baca buku bukan karena orang lain membaca buku. Tapi karena kita memang butuh atau menikmati baca buku. Kapanpun stop tdk masalah…informasi kan tdk hanya dari buku. Saya kenal banyak orang yg tdk suka baca tapi referensinya luar biasa. Karena dia mengoleksi org2 pintar yg suka baca buku hahahaba…

    Saya kalau ikut klub buku nggak bisa karena akhirnya jadi pusing dgn challenge2an dan akhirnya kehilangan kenikmatan membacanya secara perlahan..πŸ˜…

    Reply
    • Yoiii bener banget sob… Kali ini sebenarnya yang saya butuh bukan “rasa” yang dulu pernah saya rasakan. Sedikit saja, biar saya bisa “memberikan komentar” hahaha.. manusia yah banyak maunya. Sebuah rasa “relate” dengan dunia perbukuan.

      I can’t agree more dengan pandanganmu Pheb. Itu pandanganku juga…

      Ogah gue mah ikut klub klub gituan mah..hahahaha lagi juga tanpa klub, saya masih bisa kok “melatih” diri sendiri.. wakakaka Ntar yang ada kalau gue ikut klub buku, malah bikin rusuh di sana.. hahahah

      Reply
  6. Kita punya masalah yang sama Mas Anton πŸ˜‚

    Kalo saya mikirnya, karena memang sayanya yang tidak cocok lagi membaca buku2 yang dulu pernah saya sukai, faktornya karena umur, dan pengetahuan yang didapat dari pengalaman hidup, yang ternyata sudah melampaui dari isi sebuah buku yang dulu pernah begitu excited nya untuk dibaca. Istilah kerennya sudah beda level, atau sudah tidak bikin penasaran lagi, karena bisa ditebak alurnya atau garis besarnya πŸ˜….

    Karena passion kita yang sesungguhnya itu bukanlah membaca buku, tapi yang sebenarnya adalah “membaca”. Dan seperti katanya Mba Thessa, mungkin karena bukunya yang tidak pas.

    Tapi yang sebenar-benarnya permasalahan kita adalah usia yang semakin menua, sehingga banyak yang sudah tidak penting lagi dan beberapa tidak bisa diterapkan lagi dalam hidup kita, karena masa-masa genre buku yang dulu kita baca adalah untuk mereka yang berusia sama seperti kita dimasa dulu ketika kita masih menggebu gebu melahap berbagai macam buku. πŸ˜‚πŸ˜…

    Reply
    • TERBAIKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK !!!!!! πŸ•ΊπŸ•ΊπŸ•Ί

      Komentar terbaik untuk pembahasan masalah kehilangan cinta pada buku yang saya alami. Saya sampai ketawa-ketawa senang sendiri. Rupanya memang butuh sesama “orang tua” untuk bisa memahami dan memberikan insight yang tepat ke sasaran. Tepat menggambarkan frase “kehilangan cinta pada buku”.

      It’s true.

      #TOSS

      Kenyataannya memang, meski kata-kata JK Rowling via Thessa sangat bijak, baik, dan benar, tetapi tidak berlaku bagi semua. Meskipun demikian, saya akan tetap melakukannya untuk menemukan sesuatu agar gairah membaca buku itu kembali hadir sedikit saja.

      Tapi, inti dasarnya, memang persis sekali dan dijabarkan dengan sangat baik oleh Mbak Rini, yang sudah masuk kalangan “tua” meski belum setua sayah.. wakakaka..

      Yap. Pada dasarnya memang, saya menemukan bahwa tidak semua yang saya baca dari buku “PENTING” lagi. Itulah alasan dan landasan saya mempertanyakan, “Kalau TIDAK PENTING, kenapa saya harus membaca buku?”, “Apa manfaatnya kalau saya membaca buku?” Saya menyadari sekali perubahan pola pandang dan tepat sekali Mbak Rini mengemukakan kemungkinan penyebabnya.

      Pengalaman hidup saya sudah banyak, saya semakin selektif melakukan sesuatu agar waktu yang tersisa tidak terbuang percuma. Membaca buku yang pada akhirnya tidak memberikan “manfaat” ke dunia nyata, dalam tindakan saya, sama saja melakukan sesuatu yang mubazir.

      Banyak hal yang dulu saya pandang penting, sekarang TIDAK LAGI PENTING.

      Itulah mengapa saya mencari “reasoning” baru untuk “mencintai ” buku. Itulah juga kenapa saya menargetkan “Bukan cinta” seperti yang dulu lagi. Saya hanya butuh sedikit agar saya berkomunikasi dengan blogger “buku” dengan baik. Karena saya juga tidak mau membuang waktu membaca buku yang pada akhirnya tidak digunakan.

      Bila hanya sekedar untuk merasa senang, ada hal lain yang lebih menyenangkan. Kalau katanya untuk melihat dunia, buku tempat terjelek untuk itu karena sifatnya statis, internet lebih baik dalam hal ini.

      Alasan-alasan yang dulu menjadi dorongan bagi saya membaca buku sudah sangat usang bagi saya. TIDAK BISA diterima dengan baik lagi. Buku hanya satu alat di antara opsi opsi lainnya.

      Jadi, saya menemukan alasan baru

      Saya akan membaca buku dengan tujuan agar saya “relate dengan dunia perbukuan” yang bisa membantu saya menjadi lebih baik dalam berkomunikasi dengan blogger lain. Yang terpenting dan excitementnya bukan lagi soal bukunya, tetapi lebih kepada komunikasi dengan blogger lainnya.

      Itu target utamanya dan untuk itu tidak perlu seperti dulu lagi menjadi kutu buku. Hal itu akan mengorbankan hal lain yang lebih menyenangkan. Saya butuh “rasa” itu saja, sedikit tidak banyak.

      I can’t agree more soal “kembali ke membaca” bukan “kembali ke membaca buku”.

      Buku tidak lagi istimewa di mata saya. Dalam kehidupan saya, posisinya memang sudah sama dengan blog, berita di internet, atau hal-hal lainnya.

      Makasih Mbak Rini… hahahahahaha.. seperti biasa pandangan yang mendalam. #sungkem & salim..

      Reply
      • Maapkan aku nimbrung di sini yaa XD

        Mendadak kepikiran jika di 20 tahun mendatang, apakah saya masih ada passion membaca buku seperti sekarang ini? Jujur aku jadi kesentil dengan alasan tidak membaca (buku) lagi karena “sudah tahu rasanya asam garam kehidupan”, apakah itu termasuk sikap yang… hmmm… arogan? 🀣 Maap banget saya jangan ditimpuk yaa wkwkwkw

        Salah satu sisi saya setuju, kegiatan apa pun termasuk membaca memang nggak bisa dipaksakan. Karena segala sesuatu yang dipaksakan kan nggak baik. Makanya, mendengar Mas Anton ingin mencoba kembali untuk membaca buku 15 menit sehari aja saya udah turut senang mendengarnya.

        Dan bener juga sih, media membaca sekarang beragam. Namun genre buku pun pasti akan terus mengikuti perkembangan yang ada sehingga relevan.

        Eniweiii, selamat membaca buku kembali, Mas Anton! Semoga kali ini bisa menemukan sesuatu yang baru ya πŸ˜€

      • 🀣🀣🀣🀣🀣🀣🀣🀣

        Ada yang kesentil ni yee. Saya ngakak. Para “maniak buku” atau “kutu buku” yang muda-muda mungkin memang akan merasa penjelasan Mbak Rini dan saya sebagai sesuatu yang tidak masuk akal, terdengar arogan. Jadi merasa tersentil dan bertanya “Masa iya bisa begitu?”.

        Bagaimana kalau sisi pandangnya diubah Jane? Pandangan Mbak Rini dan saya, bukanlah dengan tujuan menyentil. Kami hanya bercerita tentang “pengalaman” kehidupan sebagai manusia yang sudah hidup lebih lama dari Jane dan yang muda. Tidak berarti kami lebih pandai, lebih pintar, atau lebih bijaksana. Kami hanya berbagi pengalaman sebagai manusia tua.

        Jadi, jangan diterjemahkan bahwa apa yang kami alami akan selalu terjadi pada semua manusia, termasuk Jane. Bisa sekali berbeda karena pada dasarnya jalan hidup setiap orang berbeda.

        Arogan, terdengarnya begitu karena Jane dan yang muda belum mengalaminya. Kalau saya bilang, itulah fakta dari perjalanan hidup saya. Apakah Jane akan mengalami, bisa ya, bisa tidak.

        Coba dari sudut pandang melihat film dokumenter saja. Tidak perlu melibatkan perasaan, tetapi seperti melihat sejarah seorang manusia saja.

        Berbagai fase kehidupan yang sudah saya alami, dan mbak Rini juga, membuat pola pikir kami berubah, setidaknya saya berubah. Banyak hal yang dulu PENTING menjadi TIDAK PENTING. Saya lebih banyak kembali menuju “inti”.

        Contohnya, dulu saya masih memikirkan pingin JALAN JALAN lebih banyak lagi dan senang ketika bepergian ke luar negeri, sekarang, saya tidak melihat yang seperti itu penting lagi. Saya lebih suka berada di rumah bersama istri dan anak. Dulu, pada saat berusia 25-30 tahun, saya memandang karir penting, tetapi setelah melalui banyak hal, karir tidak penting lagi, yang penting gaji lancar dan kebutuhan keluarga terpenuhi.

        Lihat pergeseran pola pandangnya. Begitu juga dalam hal membaca, dulu buku itu PENTING, tetapi sekarang, saya mempertanyakan banyak hal terkait buku. Mungkin dimulai dari, “Mana lebih penting susu anak atau buku?” Yang satu adalah kebutuhan untuk perkembangan orang kesayangan kami, yang kedua buku hanya untuk kesenangan kami saja.

        Di sini sudah ada pergeseran pola pandang. Buku yang pernah begitu PENTING bergeser oleh hal lain.

        Pertanyaan itu terus bertambah, “Mana yang LEBIH PENTING antara BUKU dan menabung untuk kuliah si Kribo?” Makin lama, prioritasnya makin ke bawah oleh banyak hal lain.

        Sampai pada titik saya bertanya, “EH TERNYATA SAYA BISA HIDUP YA TANPA MEMBACA BUKU?” “SAYA TIDAK MENJADI BODOH KARENA TIDAK MEMBACA BUKU?”. Jadi, timbul pertanyaan, “Jadi, sebenarnya saya membaca buku selama ini untuk apa?”, Apa hasil dari membaca buku?” “Bukankah ada hal lain yang menarik?”

        Bisa dilihat perkembangan dan perubahan pola pandang. Di sana bukan ada arogansi, tetapi Mbak Rini dan saya membahas tentang pergeseran prioritas, perubahan cara pemikiran, perubahan cara memandang sesuatu, dan banyak hal lainnya.

        Kenapa saya bilang belum tentu terjadi pada Jane dan yang lain? Karena kondisi Jane dan saya atau Mbak Rini berbeda dalam banyak hal, lingkungan, keuangan, cara berpikir. Pergeseran yang saya alami dan Mbak Rini mungkin agak serupa, tetapi Jane bisa berbeda atau sama, karena kondisinya juga berbeda.

        Mungkinkah Jane akan berhenti membaca buku? Mungkin sekali. Apakah Jane akan terus membaca buku? Mungkin sekali juga.

        Jadi, jangan melihat dari sisi kontra terhadap para pecinta buku yang lain yah.. Ini hanya sharing pengalaman. Bukan sebuah sentilan hahahaha.. jauh dari itu. Mengapa dituliskan, karena mengajak berpikir sedikit bahwa ada kemungkinan suatu waktu Jane dan para kutu buku muda lainnya akan seperti kami, walau bisa juga tidak.

        Hahahaha.. percayalah genre apapun tidak akan terlihat bagus kalau hati tidak merasa terhubung. Tidak bedanya dengan banyak wanita cantik atau cowok ganteng, tetapi tidak berarti kita akan jatuh cinta pada semuanya. Yang membuat kita relate, nyaman, dan senang lah.

        Itulah mengapa saya mencoba menemukan cinta yang hilang dari buku, mencoba membuka hati, meski dengan tujuan yang berbeda.

        Saya mungkin gagal, bisa juga sukses. Yang jelas, tulisan dan bahasan dengan Mbak Rini tidak pernah diniatkan menyentil para pecinta buku muda. Meskipun demikian, saya cukup mengerti kalau ada yang merasa tersentil 🀣🀣🀣🀣

      • Eh tapi setelah baca ulang komentarnya Mba Rini, maksudnya itu hilang minat dengan buku-buku di masa muda dulu ya? πŸ˜‚ Astagaa saya salah nangkep dong wkwkwk *kabur ah* πŸ™ˆ

      • Wakakakak… keburu “tersentil” yah… Yap, salah satu bagian memang menyebutkan genre masa muda. Tapi fokus utamanya adalah “kita sudah menua” dan banyak yang dulu penting tidak penting lagi.

        Makanya saya tidak “menyalahkan” saran Thessa karena pandangan itu juga membuat saya berpikir, “Mungkin, saya perlu mencari buku tipe saya”. Meskipun, saya tidak yakin melihat lingkup luas jenis buku yang saya baca dulu, tapi saya berniat mencoba…

        Hahaha… hayo jangan kabur.. diskusi ajah sini Jane..

      • Bahahahaha iya nih keburu “panas” duluan, penyakit lama ternyata belum hilang πŸ€£πŸ™ˆ

        Nah, setelah dijabarkan gini saya lebih mudeng. Sebetulnya tadi saya ke-trigger karena yang saya tangkep “oh jadi kalau sudah berpengalaman apakah tidak perlu baca buku lagi”, padahal alasannya nggak demikian πŸ˜‚ saya nggak maniak buku, sih, Mas. Dan nggak mau memandang sebelah mata pada mereka yang hobinya memang bukan baca buku. Cuma ya itu, mungkin karena saya tadi lagi dalam posisi yang lemah makanya kesentil *bela diri terus yaa Jennn* 🀣

        Dan kalau dipikir-pikir iya juga sih, seiring bertambahnya usia preferensi dan prioritas kita pasti berubah. Jangankan Mas Anton, saya aja yang (baru) mau masuk kepala 3 aja udah suka geleng-geleng liat selera anak muda zaman sekarang wkwkwkw tapi terkadang saya merasa harus sedikit “mempelajari” dunia mereka supaya nggak kudet amat.

        Thank you Mas Anton sudah elaborate tentang kesalahpahaman saya XD sekali lagi maafkeunnn saya yang sotoy, pelajaran ke depannya nggak gampang kesentil lagi dan mencoba melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda πŸ˜€ *sungkem*

        Salim juga ah sama Mba Rini πŸ˜†

      • Hahaha.. napa minta maaf Jane.. santuy. Biasa ajah.. wkwkwkwkwkw.. kalau mau minta maaf, jangan cuma sungkem, angpauw lebih baik di zaman sekarang ^matre πŸ€ͺπŸ€ͺπŸ€ͺπŸ€ͺπŸ€ͺ

        Yah, manusia berubah Jane. itu yang jelas… cuma kemana arah kita berubah nggak tahu juga yah..

        Enjoy while you can Jane…

    • justru aku lagi merasa ada di fase kayak pak anton n mba rini…kehilangan gairah mbaca terasa hambar tidak semenggebu gebu dulu..tapi anehnya…kalau nulis malah semangat wkwkwkw…iya ngerti banget ini maksud mba rini n mas anton..aku relate soalnya wkakakakak…

      mas anton n mba rini…you two tidak sendirian..sini kutywmenin hihihi

      Reply
      • Horeeee… juragannya Oink Oink sama.. hahahaha Tapi bener juga si Mbul, semangat nulis mah tinggi, cuma kalo disuruh baca buku ampyuun…

        Bwa si Oink Oink kesini Mbul.. suruh dia baca , jangan show mulu..πŸ€ͺπŸ€ͺπŸ€ͺπŸ€ͺπŸ€ͺ

  7. Aku kalau baca buku baru sebentar kok langsung nguap ya mas. Makanya aku menyebut buku itu obat tidur mujarab hehe

    Katanya kalau hal yg dipaksakan itu ga baik mas. Tapi bener juga kalau banyak pasangan yg dijodohkan akhirnya beneran punya perasaan. Mungkin setidaknya sampai ada rasa butuh ya mas. πŸ˜€

    Reply
    • O yah.. bagus dong, jadi ga akan ngadepin masalah insomnia kalau gitu 🀣🀣 Tapi memang banyak yang sama kok Anggun. It’s ok…

      Tergantung orangnya Anggun. Gimana cara menyikapi dan memandangnya. Ada yang berakhir baik, tapi banyak juga yang berakhir buruk. Pada akhirnya semua akan kembali pada individunya. Bukan sebuah kepastian yang berlaku pada semua orang

      Reply
  8. Sebelum komen macem-macem, kok yo kita podo loh Mas, punya challenge baca buku di tahun 2021 ini. Paling yang beda, aku lagi ditahap PDKT, Mas Anton lagi rujuk abis cere.

    Sama, aku juga belum bisa bilang gimana hasilnya, tapi semoga PDKT ku berhasil dalam 1-2 bulan kedepan. Sekalian juga, sebagai orang yang nggak mau rugi, apa yang aku baca aku tulis ulang di blog. Lumayan.. biar dikira aktif ngeblognya, wkakaka

    Btw, aku stuju mas dengan kesulitan yang kita alami pas BW ke blog temen yang ngulas buku. Aku juga suka kehilangan kata-kata, mau ngegombal kayak gimana ini? Cuman nih cuman, karena caraku mengumpulkan informasi lebih banyak dari youtube dan podcast setahunan ini. Kok ya pas mereka ngulas, topiknya ada yang nyambung gitu. Ahaa, aku tidak kehabisan kata-kata.

    Tapi kalau pada akhirnya cara rujuk ini bukan cara yang terbaik, yowes mas, ra sah dipekso, nglarani atine lho..

    Reply
    • #Toss dulu kalo gitu Pit… wakakaka rupanya punya teman senasib, walau beda arah.. wakakakak

      Yoi, memang kesulitan itu terasa banget. Bagus tuh cara alternatifnya,boleh nanti saya coba, kalau cara yang ini gagal.

      Nah, ini cara terakhir. Kalau memang semua usaha ternyata tidak berhasil, ya wis iki nasibku dan jalanku. Pada akhirnya, ya mau tidak mau saya akan menerima keterbatasan dan kemudian berpikir mencari jalan keluar yang lain..

      Hahahaha

      Reply
  9. Hehehe… siapa tahu kalau pedekate sama buku-buku lain, bisa ketemu suka dengan buku yang baru. Soalnya saya mengalami hal yang sama 3-4 tahun belakangan (padahal saya masih muda ya, heran deh).

    Terus, yang berasa itu, pas saya mencoba membaca kembali buku-buku yang dulu saya suka banget, eh malah jadi nggak menarik. Padahal saya ingat dulu bawa-bawa buku itu sampai ketiduran, dan dibaca berkali-kali. Tapi sekarang jadi nggak seru. Trus ya udah, jadi males deh.

    Tapi ternyata, kalau saya kasusnya, mungkin saya ogah pedekate saja, jadi prejudice, sehingga nggak bisa menemukan buku yang tepat. Setelah membiasakan diri dan memfasilitasi diri (dengan si kindle), akhirnya saya menemukan lagi deh buku-buku yang cocok dengan saya.

    Mungkin saja nanti Mas Anton ketemu lagi buku baru yang cocok dengan mas Anton. Mungkin juga enggak, soalnya kan yang masih muda dan masih ~umur untuk melahap buku~ saya doang, bukan Mas Anton he he he…. *dikeplak*

    Reply
    • Iya Mega.. saya baca bahwa Mega juga sedang belajar mecintai kembali buku, sampai beli e-reader.. hahaha salut.

      Bisa jadi nanti saya akan menemukan buku yang tepat. Saya tidak menutup kemungkinan itu kok. Makanya mau berusaha. Hanya mungkin targetnya berbeda, jadi dalam hal ini saya keliatannya nda akan ngoyo menghabiskan waktu sekedar mengembalikan cinta.. hahahaha…

      Doain deh, supaya saya bisa menemukan buku yang tepat tadi..

      Makasih banget buat sarannya ya Mega

      Reply
  10. Ini semacam berusaha kembali cinta pada sesuatu yang pernah kita cinta, gitu ya mas hahahahaha πŸ˜‚ Yaaa susah memang, apalagi sempat hilang rasa πŸ€ͺ *ini bahas buku atau bahas apa sih saya?* Wk.

    By the way, saya pernah mengalami hal serupa, hilang interest soal buku selama beberapa tahun, mas πŸ™ˆ Tapi nggak sampai drop total, alias dalam setahun masih baca cuma satu atau dua buku saja. Itupun buku komik *eh ini bukan buku, ya?* dan buku simple yang nggak membebani pikiran dan perasaan *Eaakh* *curcol!* huehehehehe πŸ˜†

    Terus saya pun merasakan kecenderungan genre yang saya baca agak berubah. Dulu jaman SD sukanya komik, masuk SMP SMA suka teenlit, agak dewasa sedikit mulai hobi baca Metropop, naaah semakin ke sini, sudah semakin jarang baca novel kecuali yang direkomendasikan itupun setahun satu dua buku, dan memilih berpaling ke business, biografi, manajemen, atau self development πŸ˜‚ Kayaknya saya semakin tambah usia, justru semakin ribet persis mas Anton πŸ€ͺ Wk.

    Well eniweis, semoga cinta itu bisa segera kembali ya, mas 😍

    Reply
    • Nah… begitulah kira-kira rasanya Eno *Terserah mau bahas apa, nyambung ajah dan mirip mirio ” hahahahahaha

      Komik itu sebenarnya ya tetap buku, masa makanan? nggak mungkin, jadi ya tetap buku. Pasti bergeser Eno..dan pasti berubah. Cuma seperti apa yang kita ga tahu.

      Kalau Eno sih ga akan jadi ribet kayak saya…. percayalah… pasti jauh super ribet melebihi saya..πŸ€ͺπŸ€ͺπŸ€ͺπŸ€ͺπŸ€ͺ

      Semoga saja yah bisa.. dikit juga gapapa

      Reply
  11. Saya dulu pembaca buku yang aktif. Tapi dulu sekali, saat masih di bangku sekolah. Mulai bangku kuliah, saya kadi lebih banyak membaca buku mata kuliah, yang isinya sangat membosankan. Jadinya, selain minat baca menurun, ipk saya kuga jeblok.

    Sekarang, makin parah lagi. Sepanjang tahun 2020, yang banyak waktu saya habiskan di rumah, tidak ada satu pun buku yang saya baca tuntas.

    Itu yang bikin saya minder kalau berkunjung ke blog yang menulis tentang ulasan buku, seperti Mbak Lia, Mbak Thessa, Mbak Jane, dll. Tapi dibalik minder itu, ada lecutan dari tulisan mereka buat saya untuk mulai membaca lagi.

    Apalagi saya punya anak yang sudah masuk periode umur sering meniru tingkah laku orang tuanya. Tentu kalau dia bisa meniru kebiasaan membaca, akan sangat baik untuk bekalnya di masa depan.

    Semangat Pak Anton untuk membangun kembali kebiasaan membacanya. Saya ikutan juga.

    Reply
    • Hayoo semangattt hahahaha…

      Kalau buku kuliah atau pelajaran sama saja mas, saya juga muaalesss banget.. wakakakakak.. Milih baca novel saya. Tahun 2020 saya juga ga baca buku sama sekali mas. Nyentuh saja cuma pas masukin ke kontainer supaya ga kerendem banjir.. wakakakak selebihnya boro-boro.

      Iya mas. Untungnya si Kribo saya sudah gemar membaca dan dia sudah punya koleksi sendiri yang beda dengan bapaknya. Jadi, nggak khawatir sih karena sudah nularin sebelum saya berhenti..

      Hayo semangat mas Agung barengan kita baca buku lagi.. wakakaka

      Reply
  12. sama halnya dengan pak anton, tapi nggak sampe mati rasa banget
    kadang yang muncul perasaan males, karena misal baca buku paling nggak butuh 1-2 jam, sekarang waktu segitu, aku lebih milih ngerjain hal lain
    bisa jadi di satu sisi karena lagi banyak kerjaan juga
    tapi PR sampe sekarang, buku buku baru yang aku punya belum kelar semua dibaca. Kalau lama nggak main ke gramedia jadi suka kangen sendiri, meskipun ya nggak beli juga buku bukunya, palingan paling sering majalah

    Reply
    • Lah piye iki.. masih muda sudah sama dengan saya.. hahahaha..

      Jangan Nun, hayo semangat baca lagi, nanti kalau sudah 40-50 kayak saya, barulah boleh.. πŸ˜› Karena punya alesan kan mata …

      Reply

Leave a Reply to Reyne Raea Cancel reply