Apakah Melakukan Branding/Pencitraan Berarti Berbohong?

Hola Maniakers!!

Sebuah foto Presiden RI, Jokowi, pernah membuat Twitter dan beberapa media berita online ramai loh. Ingat fotonya menunggangi sepeda motor trail saat kunjungan kerja ke Papua, beberapa bulan yang lalu?

Para netizen di Twitter ramai berdebat. Yang pro tentunya mengeluarkan kekaguman terhadap presidennya yang berani keluar dari keumuman dimana presiden biasanya menggunakan mobil kepresidenan, helikopter, dengan perlindungan lengkap.

Yang kontra, jelas mencibir dan banyak dari mereka yang mengidentikkan dengan usaha pencitraan a.k.a branding.

Bahkan, ada yang menyebutnya melakukan kebohongan publik, menipu masyarakat dengan upaya pencitraan yang dilakukannya.

Bukan sesuatu yang mengherankan sebenarnya karena di dunia politik pencitraan adalah salah satu kunci permainannya. Tidak ada politikus yang tidak menggunakan berbagai teknik branding dalam meyakinkan orang untuk memberinya suara.

Tidak aneh juga kalau seorang presiden melakukan pencitraan. Hal itu dilakukan oleh presiden di negara manapun untuk memberi pesan “tertentu” kepada rakyatnya. Jadi, tidaklah sebuah masalah kalau Pak Jokowi melakukan branding.

Hal yang normal saja karena terjadi dimanapun. Bahkan, rakyat jelata, mereka yang pro dan kontra sering tidak disadari melakukan pencitraan juga loh. Jadi, bukan hal yang aneh atau istimewa sebenarnya.

Yang menarik dari perdebatan kalangan pro dan kontra itu adalah sebagian kecil yang menyebut bapak presiden melakukan “kebohongan”.

Branding atau pencitraan disamakan dengan kebohongan, menipu, atau menghasilkan sesuatu yang palsu.

Yah, memang setiap orang bisa berpendapat dan beropini, tetapi, pandangan seperti itu bagi saya sendiri mencerminkan banyak netizen beropini tanpa pengetahuan yang cukup.

Kenapa?

Meski terlihat mirip, branding/pencitraan bukanlah sebuah kebohongan dan bukan kepalsuan.

Begini penjelasannya.

♦♦♦

Sudut Pandang : Branding/Pencitraan = Kebohongan

Dasar dari teknik branding adalah memanfaatkan salah satu fakta dalam cara manusia melihat “sesuatu” (apapun) menggunakan matanya.

Pertanyaannya, pernahkah manusia melihat sesuatu secara utuh, lengkap? Jawabnya TIDAK PERNAH. Coba saja lakukan sendiri.

Ambil benda apapun yang ada di dekat Kawan MM. Lalu coba lihat benda apapun itu? Bisakah Anda melihat seluruh bagian benda itu dalam satu waktu?

Yang Kawan lihat sebenarnya hanya sebagian saja. Kalau Kawan melihat bagian “atas”, bagian bawah tidak terlihat. Benda itu dilihat dari samping kanan, samping kiri tidak terlihat. Jika seseorang melihat bagian depan, bagian belakang tidak terlihat.

Selalu hanya sebagian saja. Tidak pernah manusia melihat sesuatu secara “utuh”.

Sisanya otak manusia lah yang melengkapi dengan asumsi/imajinasinya.

Teknik pencitraan memanfaatkan karakter cara manusia melihat itu. Teknik ini dilakukan untuk mengarahkan mata manusia melihat apa yang pelaku branding ingin lihat.

Cara yang sama memang dipergunakan oleh pembuat kebohongan untuk menjalankan aksinya.

Jadi, bila ada yang mengatakan branding adalah sebuah kebohongan, biasanya berdasarkan pada pemahaman sampai di sini saja. Ia tidak berpikir lebih dalam atau memang tidak paham hal di bawah ini.

♦♦♦

Branding Tidak Sama Dengan Kebohongan

Nah, coba sedikit analisa foto Pak Jokowi dan faktanya

  • Pak Jokowi terbukti naik motor trail (ada fotonya kan?)
  • Pak Jokowi sedang melakukan kunjungan kerja untuk menemui rakyat di Papua meninjau kondisi dan pembangunan di sana
  • Pak Jokowi menempuh perjalanan menggunakan motor trail

Ada ratusan orang yang melihatnya beraksi di atas motor trail, pengawal, wartawan , dan banyak orang lainnya.

Mereka menyaksikan aksi tersebut. Sebagian dari mereka bahkan terikat standar dan kode etik jurnalistik yang memastikan bahwa peristiwa itu terjadi. Hal itu juga bisa dilihat dari foto-foto yang dipergunakan beberapa media berbeda-beda, yang artinya mereka memakai foto hasil karya wartawan mereka dalam perjalanan tersebut.

Dalam hal fakta, semua terpenuhi. Pak Jokowi memang memakai motor trail saat melakukan kunjungan ke Papua.

Bagian cerita yang tidak sampai kepada masyarakat adalah

  • motor trailnya pasti sudah diperiksa keamanannya
  • seberapa jauh perjalanan yang ditempuh oleh sang presiden, 10 Km atau 100 Km atau sepanjang kunjungan tersebut
  • jalur yang dilalui pasti sudah dipastikan keamanannya dan sesuai dengan aturan protokoler kepresidenan
  • puluhan atau ratusan petugas keamanan akan tersebar di berbagai titik untuk menjamin kelancaran

Pembohongan? TIDAK. Faktanya memang begitu adanya. Informasi yang tidak lengkap juga bukanlah sebuah kejahatan karena hal tersebut dianggap TIDAK PENTING sesuai standar jurnalistik (atau memang disengaja dengan tujuan branding).

Tidak ada kebohongan. Yang ada dalam peristiwa ini maksimum sampai ke branding/pencitraan.

Bandingkan dengan

  • Si B tidak punya mobil Ferrari tapi ingin terlihat sebagai orang kaya
  • si B pergi ke tempat parkir yang sepi dimana ada mobil Ferrari terparkir
  • Si B kemudian bergaya dan kemudian melakukan selfie di depan mobil Ferrari yang terparkir
  • Si B langsung menguploadnya ke akun medsosnya untuk menguatkan kesan yang diinginkan

Apakah yang ditampilkan si B sesuai fakta? Sejak awal, ia hanya mencoba mengarahkan pandangan orang, membuat mereka berasumsi ke arah yang tidak sesuai dengan fakta.

Fakta yang ada ia tidak punya Ferrari, tetapi ia menggiring asumsi orang bahwa ia memiliki mobil Ferrari.

Kasus si B adalah pembohongan.

Bisa melihat perbedaannya?

Branding atau pencitraan adalah bagian dari marketing atau pemasaran dan dalam bidang ini, tetap ada batasan yang tidak bisa dilanggar, yaitu etika dan hukum. Pencitraan tidak boleh melanggar salah satu dari keduanya dan harus tetap berjalan di batas yang ditentukan.

Oleh karena itu, branding akan selalu tetap berdasarkan “fakta” yang ada, seberapapun kecilnya. Kalau tidak ada fakta, maka namanya berubah menjadi kebohongan.

♦♦♦

Branding = “Kaca Pembesar”

Ada banyak sekali cara melakukan branding, tetapi yang paling umum dilakukan adalah dengan melakukan teknik “Magnifier” alias “Kaca Pembesar”.

Bukan sebuah teknik yang sulit dan sebenarnya sering juga dilakukan di media sosial.

Contohnya, pernahkah Kawan MM mendengar slogan “Pria Punya Selera”? Pasti pernah dong. Iklannya dimana-mana.

Apakah semua pria pasti memakai selera ini? Ya jelas tidak lah. Pasti banyak yang tidak memakai. Jumlahnya, ya tidak tahu pasti juga.

Lalu, berapa banyak pria yang memakai produk tersebut? Tidak jelas juga karena produknya bisa dipergunakan pria dan wanita.

Tapi, jelas pasti ada “pria” yang sangat menyukai produk berslogan yang satu ini? Iya kan? Berapapun jumlahnya tidak penting, tetapi pasti ada. Itu “faktanya”.

Berdasarkan “fakta” kecil itulah dibuat branding yang menekankan seakan produk itu sangat dicintai “pria”. Kalau nanti ditanya, ya cukup kumpulkan 100-200 pria yang memang menyukai produk itu dan tampilkan, maka akan terlihat bahwa memang “banyak” pria menyukainya.

Toh, masyarakat tidak akan mau disuruh menghitung sendiri datanya.

Bisa dikata branding salah satunya dilakukan dengan “memperbesar” fakta yang ada sehingga terlihat “lebih besar dari seharusnya”. Polanya mirip dengan “kaca pembesar” yang membuat seekor semut menjadi 10-100X lipat lebih besar dari sebenarnya.

Dengan catatan, caranya tidak dilakukan dengan “pemaksaan” agar tidak disebut dengan indoktrinasi, seperti dalam kasus film G30S PKI.

Branding bermain di ruang “abu-abu” dimana ada “ketidakjelasan”, “ketidakpastian”, “asumsi”, dan segala sesuatu yang bisa diperdebatkan. Yang dilakukan adalah mendorong segala “ketidakpastian” itu ke arah yang diinginkan, dengan tetap berdasarkan fakta.

Contoh lain, yang saya lakukan dengan blog MM. Kenalkah Kawan MM kepada saya? Jawabnya YA dan TIDAK. Kawan hanya mengenal saya lewat tulisan-tulisan saja dan “berasumsi”.

Saya hanya mendorongnya ke arah yang diinginkan, yaitu “ronin“, si bengal, keras kepala, tukang ngeyel, gemar debat, kritis, dan menyebalkan.

Apakah image (citra) yang disampaikan memang ada dalam diri saya? Dijamin, ada banget! Keras kepala sih sudah jelas, kalau citra tukang debat ? Ya faktanya bisa dilacak di internet kalau mau, tetapi, apakah Anda mau?

Tetapi, apakah saya seperti itu di kehidupan sehari-hari di dunia nyata? Saya tidak akan menjelaskannya. Saya tidak akan mengkonfirmasinya juga. Kalau hal itu saya lakukan saya kehilangan ruang untuk melakukan branding.

Sama seperti tukang sulap yang tidak akan membuka rahasianya, seorang yang melakukan branding tidak akan secara blak-blakan mengkonfirmasi hal itu kepada publik.

Saya hanya “menggeser” sedikit dan “memperbesar” sedikit saja di “ruang abu-abu”, sehingga Kawan dengan sukarela berpikir saya “memang begitu”

Namun, saya tidak berbohong. Sebagian yang saya sampaikan memang ada kok dalam diri saya.

♦♦♦

Penutup

Branding atau pencitraan, seperti sudah disebutkan di atas, merupakan bagian dari pemasaran. Tujuannya bukan untuk menipu atau memalsukan.

Caranya mungkin dianggap mirip dengan “pembohongan” oleh masyarakat awam karena ketidaktahuan. Tetapi, sebenarnya berbeda jauh.

Dalam pemalsuan atau pembohongan ada pelanggaran etika, norma dan bisa juga hukum, sebaliknya dalam branding hal itu tabu dilakukan. Branding masih tetap harus berlandaskan standar kehidupan yang berlaku umum dalam masyarakat.

Juga, pembohongan biasanya menyodorkan sesuatu yang sebenarnya “tidak ada”, sedangkan branding hanya mengarahkan supaya Kawan melihat sesuatu yang sudah “ada” menjadi “lebih besar” dari faktanya, secara sukarela. Tanpa paksaan.

Anda yang berasumsi sendiri, bukan saya yang memaksa.

Kira-kira, begitulah sedikit cerita tentang branding/pencitraan.

Nah, sekarang tidak kah Kawan bertanya, tentang sebuah kebiasaan di medsos? Banyak sekali pria dan wanita yang menampilkan foto menggunakan berbagai efek “beauty” sehingga kulit terlihat mulus, mata belo, bibir seksi, dan banyak hal lainnya.

Menurut kawan, mereka sedang melakukan branding atau pembohongan?

Pernahkah bertanya seperti itu? Kalau punya pendapat, silakan share di kolom komentar yah.

28 thoughts on “Apakah Melakukan Branding/Pencitraan Berarti Berbohong?”

  1. Nice writing banget, Kak Anton! Top markotop untuk pembahasannya kali ini 👍🏻👍🏻
    Selama ini aku pikirnya branding dan pencitraan itu beda makna lho 😂. Kalau branding ke arah pemasaran, kalau pencitraan lebih ke sisi negatif.
    Mungkin karena media yang selama ini sering aku singgahi, banyak yang mengarahkan kata pencitraan itu sendiri ke arah negatif yaitu pembohongan, jadi mindset aku dan masyarakat luas adalah pencitraan=pembohongan publik 😂.
    Bersyukur sekali aku membaca tulisan ini, jadi mindsetku dirombak habis setelah baca ini sampai selesai 😁.

    Kalau bicara soal ditambah efek bibir tebal, pipi tirus, badan bahenol, udah mengarah ke kebohongan, menurutku 😂. Mungkin habis ini, aku akan dimusuhi banyak orang karena menyebut ini kebohongan 😂

    Btw, mau lapor pak komandan. Saya dan Creameno habis melakukan penambahan untuk branding kami. Penambahannya ada di nama url kami 🤣

    Reply
    • Ini pandangan yang “agak” anti mainstream yah, karena seperti Lia sudah sebutkan, di dalam masyarakat keduanya sering dipisahkan, tetapi sering juga dipergunakan bergantian.

      Kalau saya berpandangan sebenarnya “sama”, hanya yang satu dalam bahasa Inggris dan satu lagi dalam bahasa Indonesia. Keduanya bertujuan membentuk citra (image) seseorang atau institusi.

      Itu karena kebanyakan pencitraan dilakukan oleh politikus yang banyak bohongnya.. hahaha.. jadilah hasilnya pencitraan itu terkesan negatif. Jadilah dipisahkan dengan branding yang berkesan keren dan positif. Dibuatlah berbagai teori yang membedakan keduanya, padahal sama-sama membuat citra diri agar mudah diingat orang..

      Hahaha..

      Itulah kenapa saya menggunakannya bergantian dalam tulisan ini. Karena keduanya sebenarnya sami mawon.

      Hihi.. berpendapat boleh loh, kalau menurut Lia pembohongan, ya kenapa tidak?

      Udah liat.. satu kelinci satu peri koprol.. wakakakaka

      Reply
      • Benar banget. Semua yang Kakak bilang, relate banget hahahaha. Jadiii setelah ini, kata pencitraan sendiri di kepalaku berubah jadi lebih baik hahaha. Terima kasih ya, Kak 🙏🏻

        Iya 🤣 biar semakin mantap brandingnya 🤣

  2. Hola Mas Anton, terima kasih udah membuatku kembali yakin arti dari pencitraan itu sendiri.

    Inget beberapa tahun lalu pernah debat sama seorang teman, cuma karena aku mengomentari seorang tokoh politik dengan “bagus nih orang pencitraannya”. Temanku yang sepertinya sangat ngefans dengan si tokoh politik ga terima aku sebut beliau pencitraan, padahal maksudku ga jelek. Maksudku pada saat itu dia memang menampilkan citra yang akan bikin orang-orang semakin percaya padanya. Habis itu jadi bingung sendiri apa aku yang salah mengartikan pencitraan ini yaa? Ga salah kan seharusnya disebut pencitraan? Hahahaha…

    Aku dulu sempat nge-judge juga sih orang-orang yang suka pakai beauty face untuk foto di medsos, menurutku mereka fake. Tapi kok yaa dipikir-pikir mungkin beberapa dari mereka memang cuma ingin terlihat lebih cantik/ganteng dari apa yang mereka rasakan pada diri mereka tanpa efek beauty.

    Jadi sekarang pendapatku tentang mereka sah-sah aja sih, mungkin sama dengan sebagian lainnya yang suka mengedit warna foto untuk mendapatkan tampilan yang lebih cerah dan meanrik. Walaupun mungkin memang ada satu-dua atau lebih dari mereka yang niatnya memang buat bohongin orang hehehe.

    Reply
    • Holaaa Eya..

      Hahaha.. iyah karena entah kenapa kok dibedakan. Malah sebenarnya branding itu bagian dari pencitraan karena sifatnya lebih spesifik, walau tidak terlalu beda jauh.

      Eya benar, pencitraan sebenarnya netral. Tidak berkonotasi negatif. Cuma karena sering dipakai untuk hal-hal yang berbau negatif, jadilah kesannya negatif. Saya sependapat dengan Eya dalam istilah pencitraan. Tidak buruk kok.

      Sah sah saja sih mau pakai beauty face.. Tidak ada yang menyalahkan karena ketersediaan teknologi kan memang harus dimanfaatkan. Juga tidak selalu melanggar hukum dan etika. Tujuan dan niat nya mungkin yang bisa menentukan apakah itu sebuah pencitraan/branding atau pembohongan.Makanya pertanyaan itu saya ajukan, karena sulit memisahkan.. walau tentunya saya punya pandangan sendiri

      Reply
  3. Waow dikasih makanan otak siang bolong, hari Senin pulak. Mantap hahahahaha 😂 Saya selama ini nggak begitu memahami pencitraan atau branding sebelum mas Anton membahasnya lebih dalam 😂

    Betul-betul zero knowledge banget kayaknya saya kalau sudah urusan ini, hahahaha, apa mungkin karena saya tulis blog pure untuk curhat, ya? Jadi sama sekali nggak memikirkan mau branding seperti apa 🙈

    Terus kalau saya pakai kelinci sama Lia peri kecil hobi koprol, itu masuknya branding atau pencitraan, mas? Kalau pencitraan harus sesuai fakta, kan faktanya saya bukan kelinci hahahahahaha 😆 Pusing wak, apa branding dan pencitraan itu lebih ke karakter, kah?

    By the way, thank you mas ilmunyaaa ~ ohya ada yang request kemarin di kolom komentar saya, mungkin mas Anton bisa cerita kesan-kesan jadi juri lomba menulis hahahaha, apa suka dukanya gitu kira-kira dan bagaimana prosesnya, mana tau ada teman lain berkesempatan jadi juri agar bisa belajar melalui pengalaman mas Anton 😍

    Reply
    • Nggak perlu membranding diri juga lama kelamaan akan terhentuk citra kok. Jadi kadang yang terbaik adalah ga usah mikir teori seperti ini. wakakaka jalani dan nikmati saja. Kebetulan saja saya mah pan orangnya iseng dan punya banyak blog, jadi suka ga suka kudu sedikit menyentuh ke wilayah ini.

      Kelinci atau si peri koprol, pada dasarnya masuk branding karena dalam branding termasuk logo, simbol, atau slogan. Yang jelas bukan berbohong. Ada iklan yang selalu menonjolkan koboi, padahal produknya bukan termasuk produk peternakan. Itu terkait dengan simbol yang masuk wilayah branding. Meskipun demikina, bisa juga dipandang sebagai sebuah pembentukan citra (pencitraan). Jadi sebenarnya tipis sekali perbedaan branding dan pencitraan dan bisa dianggap sama.

      Yang jelas bukan kebohongan.

      Hahaha.. soal request suka duka jadi juri, Ok deh. Saya tuliskan ya Eno pengalaman saya. Terima kasih sudah diizinkan yah…

      Reply
  4. Karena kerjaan saya sehari-hari emang ngurusin branding dan pencitraan, maka saya ga ada pro kontra buat bahasan kali ini.

    Branding diperlukan! Pencitraan juga harus optimal! Kalo enggak, saya makan apa?

    (makan nasi dong… kalo ga ada nasi, ya makan roti ato kentang)

    🤣🤣🤣🤣

    Yang pasti, branding harus sejalan dengan visi misi pribadi supaya nyaman juga menjalankannya. Kalau terlalu bertolak belakang, ya orang pun akan tahu lama-lama, karena tidak konsisten.

    Atau malah, orangnya nanti capek sendiri 😎

    Reply
    • Ga nasi, ya kentang, lontong, singkong.. wakakakaka

      Betul sekali kalau ditarik ke sana memang harus sesuai target, visi, dan misi. Tentunya juga harus dibuktikan dalam sikap karena kalau tidak, malah kontra produktif.

      Iya banget deh kalau membranding yang tidak ada dalam diri sendiri, ya capek karena kita menjadi orang lain.

      Makasih pandangannya loh

      Reply
      • Mungkin yang dibilang “pencitraan (negatif)” itu karena si orang yang berkomentar sudah tahu bagaimana sifat asli orang yang disebut, makanya bisa bilang pencitraan. Karena nggak konsisten dengan yang ditampilkan dia.

        Tapi kalau si orang nggak tahu dan cuma berasumsi saja, bisa juga itu berarti dia sudah menampakkan sejejak branding dia sendiri… 😃

  5. Kita bicara branding manusia atau produk, mas?

    Untuk manusia, selama itu jadi bagian yang sesungguhnya dari diri seseorang, rasanya bukan bohong, ya. Kan kita memang memilih karakter mana yang ingin ditonjolkan. Bila ternyata beda, tar lama-lama juga akan ketahuan. Karena susah untuk mempertahankan image yang terlalu bertentangan dengan aslinya. Butuh ekstra effort dan tambal sulam yang makin lama makin repot ditangani. Tersiksa sendiri nanti…

    Kalaupun seseorang bohong alias niat melakukan sesuatu tidak tulus, hanya demi pencitraan atau branding sebetulnya yang paling besar kena dibohongi itu sebetulnya ya dirinya sendiri. Orang lain paling kaget sebentar lalu belajar dari sana.

    Btw soal aplikasi sotosop dkk bikin tambah cantik, sebelum on air itu para anchor dan artis juga dibedakin dulu mas. Kalau lihat prosesnya, itu kulit mereka kayak nambah selembar wkwk. Masa iya kita mau lihat para tokoh di TV mukanya minyakan atau bluwek? Selama masih normal …nggak abnormal (bikin mata jadi gede pinggang jadi sempit) ok ok saja

    Lain ceritanya kalau ada hubungannya dengan produk, yah…

    Reply
    • General saja dan lebih kepada manusia bukan produk. Pemikiran dasar saja. Kalau produk memang penanganannya jelas berbeda, meskipun sebenarnya prosesnya tidak berbeda jauh hanya cara melakukannya saja akan berbeda.

      Yup. Itulah yang saya sampaikan bahwa pencitraan/branding berbeda dari kebohongan. Dan, agree banget bahwa kalau citra yang ditampilkan berbeda terlalu jauh dengan karakter dirinya. Hal itu akan sangat melelahkan. Berbeda dikit saja sebenarnya sudah berat kalau dilakukan terus menerus.

      Betul banget bahwa yang dibohonginya paling banyak dirinya sendiri karena terkadang branding merasuk dan menguasai dirinya sendiri. Dia bisa saja percaya bahwa citra yang ditampilkannya adalah dirinya sendiri, padahal bukan.

      Kenapa gue hari ini justru setuju semua yah sama si Phebie.. Padahal kesempatan nantang gelut terbuka banget. Tapi, apa mau dikata, saya memang sepakai dengan insightnya… hahahaha

      Reply
  6. Hiiihiii…Tadinya kesini cuma ingin baca doang tanpa komentar tetapi tangan saya jadi gatal ingin menuliskan komentar tentang artikel menarik yang ditulis oleh Mr.Ronin Samurai kata suhu Ajay.. 🤣 🤣 🤣

    Melakukan Branding atau Pencitraan Berarti Sama Saja Dengan Berbohong Nahloo???

    Tapi gw setuju pake banget dengan dirimu kong tergantung asumsi orang yang menilainya, Jika
    tidak ditelusuri lebih jauh lagi sebagian orang mungkin akan berpikir demikian dan pencitraan atau branding terkesan negatif atau suatu kebohongan padahal tidak juga.😊

    Malahan gw sejak tahun 2012 sampai sekarang, Baik diblog atau di semua medsos kebanyakan orang selalu dibilang “pencitraan luh jadi orang” 😳😳 Padahal yang berkatapun lebih pencitraan lagi ketimbang gw.🤣 🤣 🤣 Karena mungkin dia tidak menyadarinya dan kurang paham juga tentang arti pencitraan atau branding secara lebih dalam lagi.

    Disebuah lingkup lingkungan atau kehidupan nyata sehari2 dalam bermasyarakat banyak orang kok yang tanpa sadar sering melalukan pencitraan. Cuma lebih banyak tanpa mereka sadari….Sebagai contoh belum lama saya bertemu dengan teman lama saya yang punya bisnis cafe baru dikawasan kemang jaksel. Beliau berkata…”Main2lah broo ke Cafe Gw, Buat luh harga spesial deh, Dan gw bedain dari yang lain yang terpenting ngumpul aja kita sama anak2 berjiwa mudahlah biar nggak ruwet pikiran”….Sayapun menjawab “Iyee deh ntar kalau gw ada waktu”….Itupun menurut saya juga Branding dan Pencitraan, Tetapi dengan cara yang berbeda.

    Bahkan seorang bloggerpun menurut saya selalu melakukan Branding dan Pencitraan, Sadar atau tidaknya para blogger ada yang tahu dan ada juga yang tidak tahu dengan hal itu…Atau karena mungkin punya seribu topeng jadi seorang blogger lupa kali yee dengan yang namanya Branding atau Pencitraan..🤣 🤣 🤣

    Bahkan kemarin gw lihat status WA si Rey dia sedang berkaroke ria, Suaranya pun dilembut2kan seolah bergaya anak perawan…Nah itu Branding dan Pencitraan juga kan kalau dibilang.🤣 🤣 🤣 Eehh orangnya tahu bisa dikemplang gw ntar nih..🤣 🤣 🤣

    Dan membaca artikel tentang Branding dan pencitraan ini saya jadi teringat dengan teman saya yang seorang artis sampai terakhir menjadi seorang ustad. Pasti ente kenal deh kong…Almarhum Uje ( Jefri Al Buchori ) Dulu zaman gw masih kuliah teman ngeband gw sering ngajak nongkrong dipondok indah dan main kerumah si Uje sewaktu dia masih berjiwa berandalan dan hobi mabuk2kan, Die bilangnya Baoxs kalau pengen minum2, 😁😁 Sampai ia insyaf jadi seorang ustad banyak yang bilang beliau itu selalu Pencitraan…Bagi yang tahu sejarahnya dirinya….Yang tidak tahu tentang beliau akan senang jika melihat seorang ustad Jefri Al Buchori jika sedang ceramah. Selalu jadi pro dan kontra.

    Bahkan iapun pernah curhat kesaya, kalau banyak orang menganggap dirinya selalu pencitraan…Saya jawab saja “Selama itu positif ngapain luh pusingin”.

    Kalangan selebritis atau presiden sekalipun sering melakukan yang namanya Branding atau Pencitraan yaa itu hal yang wajar bagi saya. Dan bukan juga suatu kebohongan. Konteknyapun sebenarnya tetap berbeda.

    Dan saya juga setuju dengan komentar mbak Mega diatas….Karena kerjaan saya sehari-hari emang ngurusin branding dan pencitraan, maka saya ga ada pro kontra buat bahasan kali ini…Branding diperlukan! Pencitraan juga harus optimal! Kalo enggak, saya makan apa?

    Jadi intinya Branding atau Pencitraan selama itu positif bukan masalah juga. Mau pekerjaan atau melakukan Branding dan Pencitraan dalam hal lain selama kita nyaman dan tidak merugikan orang lain no problemlah…Dan jangan takut pula dibilang melakukan kebohongan…Karena saya juga suka Branding kok baik diblog dan dimedsos.🤣 🤣 🤣

    Jadi sederhana Branding dan Pencitraan tergantung orang yang memahaminya secara mendalam atau tidaknya…Branding dan Pencintraan jadi rusak atau negatif bisa juga karena pola pemikiran yang sempit….Atau yang manusia itu sendiri yang menjalankannya secara salah.

    Gitu kali yee kong….Auuhhh daahh.🤣 🏃🏃🏃💨

    Reply
    • Berarti gue hebat ya Tong bisa mancing juragan mwb gatel untuk berkomentar.. wakakaka

      Gue heran Tong, Jefry bisa jadi ustadz, nape lu kagak ye… Padahal bakatnya sama. Mungkin karena inilah yang dinamakan nasib ya tong.. wakakakakak Gue ga heran juga elu sebenarnya bakat jadi ustadz nya kagak kalah dari Jefry, cuma beda jalan tipis doang kayaknya.

      Agree juga. Kupikir kawan-kawan MM termasuk orang yang berpandangan luas dan bisa melihat dari sudut yang seharusnya. Pencitraan/branding sesuatu yang sebenernya dilakukan banyak orang, termasuk kita sendiri. Cuma ada yang sadar ada yang kagak. Ya contohnya Mamak Rey, itu memang bener banget. Kan tidak berarti dia berbohong.

      Jadi gue mau ngemeng apa lagi karena pada dasarnya sepakat dengan Kang ustadz Satria.. Itu juga yang saya pikirkan, tetapi banyak orang berpikiran sebaliknya. Branding/Pencitraan adalah sesuatu yang negatif dan jelek.

      Makasih ya Tong atas pandangannya. Mudah-mudahan rekan rekan yang lain ikutan baca, jadi mereka bisa memandang hal ini dari sudut yang semestinya (menurut kita).

      Gue doain Tong, semoga elu juga bisa jadi ustadz tong, walau gue khawatir kalu elu jadi ustadz sih. Biasanya nanti minta bini lebih dari satu..:-P

      Reply
      • Amiiinnn…Semoga begitu kong.😊😊

        Tapi ngurus diri aja belum benar gimana mau jadi Ustad..🤣🤣🤣 Masih banyak yang harus diperbaiki dan dibenahi.

        Naah itu tahu ente…Nggak lucu kan kalau julukankan gw ustad kang kawin…🤣🤣🤣🤣🤣

        Branding yang luar biasa memang bisa menyeret orang yang tadinya cuma ngintip jadi kegatelan pengen komentar.🤣🤣🤣🤣 Suuueee..🤣🤣

  7. Yesss akhirnya dibahas juga, makasih banyak Mas Anton! 😁

    Saya jadi ingat Alodita pernah cerita tentang teman influencer-nya yang nggak pernah share kehidupan pribadinya sebagai istri maupun ibu. Yang dia tampilkan di sosmed adalah diri dia sendiri, sehingga orang lain melihat dia sebagai sosok “wanita single”. Beberapa orang yang tau kalau dia bukan single, merasa si influencer ini melakukan pembohongan publik. Sementara Alodita bilang itu branding, karena itu haknya ingin mencitrakan seperti apa dirinya di sosmed. Toh apa yang dia share mulai dari tips, produk dll semua sesuai fakta dan netijen pun mengenal si influencer ini karena apa yang dia bagikab 😀

    Sejak saat itu saya mikir, oh yaa berarti memang branding itu bukan melulu soal pembawaan diri, tapi juga karya apa yang dibuat. Banyak juga tokoh yang dikenal karena produk/karyanya, bukan seperti apa si orang tersebut. Seperti kebanyakan manteman blogger di sini, saya juga menilai dari apa yang disampaikan melalui tulisan. Dan citra itu lah yang terbentuk.

    Ngomongin branding memang nggak ada habisnya ya, Mas. Bisa jadi kelas khusus deh kayaknya wahahaha

    Reply
    • Yoi… bener pisan tah Jane. Mau dia branding sebagai apa, toh dia tidak mengatakan bahwa dirinya single. Yang kepo aja kemudian berasumsi sendiri, kemudian misuh-misuh sendiri.. haha..

      Yap, memang kita sebut “kenal” itu kan sebenarnya masih ga kenal. Cuma karena merasa “terhubung” lewat blog masing-masing saja jadi kita merasa kenal…

      Ga bakalan habis.. lha ya wong jadi ratusan buku kok, hahahahah

      Reply
  8. branding memang penting bagi pemasaran pak
    terutama di medsos ya kayak IG
    ya engga salah si kalau memang untuk meraih simpati dan dukungan kalau bagi saya
    asal engga berlebihan aja dan engga dibuat buat banget
    tapi jujur liat yang natural jauh lebih asyik
    meski slengekan atau engga banget sesuai dengan aspek pencitraan
    itu menurut saya lho

    Reply
    • Yup.. kalau untuk pemasaran penting bgt.

      Memang tidak salah mas karena tidak melanggar hukum. Masalah berlebihan atau natural, pada dasarnya kalau berhubungan dengan manusia akan selalu menjadi subyektif. Sulit didefinisikan dengan pasti.. hahaha ini wilayah yang memang menjadi ruang bermain para brand-er wakakakaka…

      Kan memang tidak ada yang maksa mas.. wakakak marketing dilarang maksa, karena kalu marketing maksa jadi preman.. Dan, saya menghargai pandangan mas..

      Reply
  9. aku pernah punya pemikiran seperti ini bahkan sampe sekarang belum nemu jawabannya dan nemunya disini
    heran aja waktu baca berita soal pak Jokowi ini, beberapa komentar bilang “walah itu cuman kebohongan publik biar dikira sok peduli sama masyarakatnya”
    nah aku bingung bohongnya dimana hahahaha
    presiden digituin, ya memang ada yang suka nggak suka dengan tindakan tindakan orang nomor satu ini

    nggak nyampe otakku ke arah sana, orang lagi sidak TKP dibilang menampilkan kebohongan publik

    Reply
    • Nah kan ada yang sama pemikirannya dengan saya. Saya juga bingung kenapa yang kayak gitu disebut pembohongan publik. Dari mana mereka tahu itu sebuah kebohongan.

      Yah namanya orang ga suka ya susah, bener aja akan dibilang salah.. Iya nggak Nun?

      Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply