Selamat PagI Kawan MM!
Pernahkah merasa kalau dunia sudah “terbalik”? Maksudnya bukan benar-benar Kutub Selatan menjadi Kutub Utara dan sebaliknya.
Saya pikir saya merasakan hal itu di jagad blogging.
Media berita online, yang seharusnya “berat” karena terikat pada aturan jurnalistik cenderung menjadi sangat ringan dibaca. Informasi disampaikan dengan sangat ringkas dan dalam bahasa sederhana.
Topik yang dipilihnya pun tidak seruwet. Apapun ide, sekecil apapun, bahkan bahasan tentang tukang gorengan atau tukang tambal ban cantik saja bisa jadi berita.
Semakin ringan.
Sebaliknya, blogger dan blognya terasa semakin berat. Tulisannya kerap membuat saya merasa berada di ruang kelas dan berhadapan dengan dosen.
Idenya yang biasa ringan menjadi lebih kompleks. Bahasa yang dipakainya pun lebh formal dan berat. Belum lagi kalau membacanya kadang seperti membaca sebuah text-book (atau buku pelajaran).
Rumit.
Situasinya seperti kebalikan dari fungsi awal masing-masing.
Penyebabnya? Saya kurang tahu pasti dan ini hanyalah sebuah asumsi dan kesan saja.
Semua bisa jadi karena media berita resmi melihat “kelebihan” dari gaya para blogger dalam menarik perhatian publik . Dengan tujuan itu, mereka melakukan perubahan gaya penulisan berita agar lebih menarik dan mudah dicerna.
Mungkinkah para blogger mulai merasa bahwa untuk menjadi profesional berarti harus ruwet dan serius? Jadi, mereka berusaha selalu tampil bak orang yang ahli dan pandai.
Mungkinkah demikian?
Bagaimana menurut Kawan MM sendiri?
Hmm, kurang tau kalau soal ini mas 😂 sebab saya merasa tulisan saya jauh dari kata profesional, berat dan menggunakan bahasa seperti berita ~ alias masih suka-suka saya mau menulisnya bagaimana 🙈
Cuma memang untuk beberapa bloggers yang saya ikuti, ada yang tipe penulisannya sangat ilmiah dengan bahasa yang kadang saya nggak paham maksudnya apa ~ kalau sudah begitu, saya anggap sebagai preferensi personal. Mungkin memang penulisnya suka menulis seperti jurnalis profesional 😁
Tapi kalau ditanya apakah untuk menjadi profesional harus menggunakan tata bahasa ruwet dan serius? Saya rasa nggak, mas. Sebab seperti mas Anton, mba Rey, dan banyak bloggers lainnya mostly menulis dengan bahasa keseharian yang mudah dipahami pembaca namun tetap profesional di mata saya 😍
Kalau tulisan Eno sih tidak berat, justru ringan karena penulisnya tahu sekali cara mengolah kata. Sesuatu yang berat menjadi terasa ringan saja. Disitu terlihat kepiawaian yang nulis.
Dalam lingkaran yang Eno dan saya biasa bermain saja, saya menemukan banyak sekali yang terasa berat saat membacanya. Kaku bin formal. Tapi bukan si Creameno sih …
Saya juga tidak berpendapat begitu, tetapi kalau membaca dan berkelana di dunia blog Indonesia, pandangan bahwa profesional itu harus serius dan berat ada. Jadi, tidak heran juga kalau ada yang menganut pendapat begitu.
Hahahaha… saya mah lum pro Eno.. jauh.. masih newbie banget dah
Enggak tau nih mas anton dan mbak eno sy klo nulis kok kaku ya. Hehe apa emang bawaan dari orok atau faktor lingkungan ya? Soalnya sy juga bergelut di dunia akademisi. Jadi mungkin itu sebabnya ya? Pun ketika mengajar di sekolah apa bisa gaya ngomong yg formal mungkin kebawa di dunia blog.
Oya menurut opiniku…gaya penulisan formal dan nonformal tdk masalah sebab terkadang disesuaikn juga dg tipe blognya. Klo tipe blog personal sy berani kok mas sedikit pake bahasa alay, luwes yg asal tulis dan tak mikirin EYD. Tapi kadang sy mengolah website yg memang menuntut untuk berpikir ilmiah. Terkesan kaku. Tapi ini tuntutan. Jadi mau tdk mau sy harus beradaptasi. Istilahnya blogger itu bisa cepat adaptasi.
Menurutku sah2 saja mau pake gaya berbicara luwes atau terkesan kaku. Kadang yg luwes sj “banyak dosa dlm menulis” yaitu tdk mengikuti kaidah “PUEBI” padahal ini syarat menulis yg apik. Hehe
Hihihi.. ga ada yang bilang ga sah mas.. hahahah Sah sah saja.. Saya cuma bahas kecenderungan saja.
Dan saya pikir sebenarnya tulisan apapun bisa dibuat ringan, bahkan tulisan yang mengajarkan sesuatu tidak berarti harus kaku dan formal. Seriously, saya tidak berpikir bahwa hanya blog personal yang bisa luwes dan semua bisa dibuat luwes..
Buktinya informasi di banyak media online yang seharusnya kaku semakin kesini bahkan semakin luwes.
Tidak ada keharusan yang ilmiah harus kaku dan formal. Bisa dibuat luwes, kalau memang yang punya blog mau melakukan. Kecuali, memang dia merasa bahwa jalan itu yang terbaik untuk pembaca dan kepentingannya.
Saya mungkin bukan orang yang percaya dengan istilah “bawaan”, karena manusia bisa berubah, kalau dia mau ..
Iya betul mas, seperti website2 besar kini sudah tidak terlihat kaku, karena memang target mereka kaum milenial atau gen Z atau apalah,,,hehe…
tulisan ringan memang lebih kena, dan terkesan tidak menggurui gitu kali ya…haha..tapi beberapa orang memang mencari sumber referensi yang ilmiah tanpa cipika-cipiki. Misalnya untuk pengerjaan tugas makalah, skripsi, dll. Jadi menurutku, disesuaikan saja dg kebutuhan dan kepentingan suatu blog.
Gaya story telling emang oke sih, lebih ngena dan enak dibaca.
Yowes mas, lanjut nulis lagi… yuk bikin draft konten yang banyak, bair tiap hari produksi konten 😀
Hemm.. blog saya Lovely Bogor yang dibuat tidak memakai PUEBI atau bernada formal, sering dipakai menjadi referensi skripsi dan makalah kok. Jangan salah loh.. hahahaha.. Jadi, penjelasan mas soal itu, terbantahkan. Bahwa untuk dijadikan referensi, maka sebuah tulisan harus dibuat formal dan sesuai PUEBI.
Maaf, fakta menunjukkan kepada saya sesuatu yang berbeda dengan pandangan mas di atas. Tapi, apa yang mas katakan, saya cukup paham bahwa mas masih berpendapat bahwa untuk bisa dipandang serius dan pro berarti tulisan harus formal dan “serius”. Padahal, di sisi yang data menunjukkan lain bahwa tulisan yang dibuat santuy dalam bahasa yang ringan ternyata juga dijadikan bahan referensi buat makalah resmi. O ya pernah saya bilang kalau artikel Lovely bogor dipakai Wikipedia juga?
Kalau soal ringan, saya pikir tidak tepat juga hanya dikaitkan dengan millenial. Kebanyakan orang sekarang melakukan skimming atau scanning saat membaca secara online, karena itulah konten ringan lebih dipakai. Ditambah lagi dengan karakter pembaca daring yang lebih suka tulisan ringan.
Jadi, saya juga berbeda pendapat disini mas, kalau mas mengaitkan dengan generasi millenial dan Z atau sejenisnya, fakta di lapangan bahwa konten ringan memang lebih mendapat tempat di hati pembaca,tidak kenal generasi karena sifatnya yang ringan dan mudah diserap.
Btw, kita sepakat untuk berbeda kan, jadi tidak ada masalah.. Hayuk lanjut menulis dan menulis yah
iya deh mas anton,,hayukkk tancap gas keunnn 😀 tapi gak tau kenapa nulis kalo gak pake puebi/EYD rasanya gak lega gitu mas. Mungkin sy perlu banyak bljr nulis yg bergaya ringan. hehe. thanks for sharing-nya.
Monggo dilanjut saja.. sesuaikan dengan diri sendiri saja..
Menurutku ngga juga pak, kalo mampir ke blognya mbak mbul jadi santai karena gayanya lucu, begitu juga ke mbak Eno. Kalo ke mbak Rey memang agak berat karena topiknya kadang berat.😁
Kalau Mbul dan Eno, atau Lia sih jauh dari kata berat. Justru disitu saya melihat “ideal” nya blogger versi saya, ketika topik berat sekalipun dibuat ringan. Apalagi si Mbul yang benar-benar bikin senyum sendiri.
Cuma kalau mas berkelana di dunia maya, ada sisi dimana perubahan itu terasa sekali. “Kamar” yang beda dengan tempat biasa kita bermain.
Berarti saya mainnya kurang jauh ya pak, tapi saya memang malas main jauh jauh takut kesasar ngga bisa pulang pak.😂😂😂
Iyah.. kelas maennya ga jauh jauh .. neh.. jago kandang.. wakakakakakaka
*orangnya terpanggil*
Emang ada yang manggil? wakakakaka
Nggak ada sih… Jadi malu 🙈
*Kaburr*
Hahahaha.. ya udah saya panggil.. Liaaaa!!!
Kalau saya sih menyesuaikan dengan konten, Kak. Kalau topiknya ringan-ringan aja, ya gaya bahasa yang dipakai pun mengikuti. Tapi karena terbiasa menulis sesuai kaidah (maklum, masih terbawa suasana kampus, hihi) jadinya cara kepenulisan saya tetap saklek begitu, Kak. Selingan-selingan input yang informal tetap ada, tapi kalau dibandingkan dengan yang baku, sih … kalah jauh! 😂
Eh tapi baku nggak melulu kaku kok, kalau dari kacamata saya. Itu kembali lagi ke kepiawaian si penulis. Kalau sudah sekelas Kak Anton dan Mba Rey, sih, apapun topiknya jadi enak diselami karena gaya kepenulisannya klop banget dengan preferensi saya! Makanya setiap hari saya pasti nggak pernah telat mampir baca update terbaru. 😆
Serius tidak selalu berarti kaku, sependapat banget tuh Ris… Tergantung cara penyampaian, makanya kenapa kaum blogger malah senang yang kaku-kaku, padahal kan justru kelebihan blogger itu adalah masalah luwesnya itu. Bebas, tapi kok justru senang menjadi terikat yang formal..
Padahal, yang seharusnya formal malah jadi luwes karena mereka melihat kelebihannya..
Jadi pingin tahu, kenapa nya..
Tapi kalau sy menulis tetap berpedoman dengan EYD/PUEBI walaupun terkesan kaku. Untuk masalah penilaian tulisan, biarkan pengunjung yang menilainya. Karena setiap artikel yang kita tulis ada target pembaca dan takdirnya masing2… 😀
Yah, begitulah penilaian saya mas.. hahahaha… karena saya kan juga pembaca dan begitulah penilaian saya..
Tapi, bukan berarti saya memaksa loh, karena semua itu mah tetap urusan mas Wahid..:-D 😀
Menurutku, memang ada banyak orang yang beranggapan bahwa profesional berarti harus serius dan kalau nggak serius berarti tidak profesional. Karena memang pola pikir yang ditanamkan di masyarakat sejak dulu seperti itu 😂 *jawaban paling klise*
Kalau aku pribadi, kalau baca yang terlalu serius malah nggak kuat otakku 😂 udah panas duluan sebelum selesai baca wkwk
Bacanya sambil taruh es di kepala Li.. jadi ga panas..
Berarti saya nggak salah juga yah dan memang pandangan klise seperti itu masih ada..
Makasih makasih infonya.. hahahaha
sekarang saya lebih bebas untuk mengekspresikan ide melalui tulisan, tak terlalu konseptual.
Nah, begitu terus saja Mas Adin.. semangat saja dan bebaskan diri dulu saja. Tidak usah mikir terlalu banyak