Menukar Kemanusiaan Dengan Ketenaran? Nggak deh

Menukar Kemanusiaan Dengan Ketenaran? Nggak deh

Jujur saja, sebenarnya ada satu versi tulisan ini yang sudah hampir selesai, tetapi kemudian saya putuskan untuk dihapus. Sebuah versi “keras” dengan judul, “Jangan gadaikan kemanusiaanmu kepada iblis demi ketenaran”.

Cuma, setelah pikir punya pikir, saya tidak fair juga kalau mengangkat dari sudut yang satu itu. Bulan Ramadhan, bulan puasa, bulan sucinya umat Islam,, diyakini adalah sebuah masa dimana para setan/iblis berada dalam kerangkeng.

Jadi, saya tidak adil tetap menuduhkan kesalahan kepada mereka. Bagaimana iblis dan setan bisa menerima “penggadaian” ketika mereka berada dalam kurungan. Bisa protes berat mereka nanti.

Jadi, saya putuskan untuk menghapus tulisan tersebut dan memulai lagi dengan versi yang sekarang Anda baca.

Video Ferdian Paleka

Saya tidak tahu apa yang ada di kepala youtuber asal Kota Kembang, Bandung saat membuat konten videonya.

Baginya mungkin “lucu” melihat respon para waria ketika membuka bungkusan darinya yang berisi batu dan tauge. Tapi sebenarnya tidak sama sekali.

Konten video itu tidak mencerminkan akal dan logika sehat yang mungkin tidak diberikan kepadanya. Disana ada banyak pelanggaran , seperti

1. terhadap kemanusiaan

Memberikan tauge busuk, sampah kepada manusia lain, adalah sebuah tindakan kurang ajar dan merendahkan harkat dan martabat manusia.

Terlebih, mereka yang menerima adalah orang-orang kecil dengan kemampuan ekonomi lemah. Golongan yang menggantungkan hidupnya dari mengumpulkan recehan dari orang-orang demi bertahan hidup.

Kalangan yang seharusnya diperhatikan dan dibantu.

2. terhadap hukum dan norma

Sebuah penghinaan terhadap manusia lainnya merupakan sebuah pelanggaran hukum. Pejabat sekelas pak Menteri Luhut Binsar Panjaitan saja geram terhadap ulah Said Didu yang menuduhnya hanya berpikir uang, uang, dan uang saat menangani Corona.

Sang jenderal memutuskannya untuk membawa ke ranah hukum karena dalam hukum Indonesia perlakuan tidak menyenangkan dan penghinaan sudah diatur dalam pasal tersendiri.

Video FP yang berisi pemberian bingkisan berupa batu dan tauge busuk kepada para “waria” di jalanan, benar-benar sesuatu yang tidak bisa diterima akal dan hati yang sehat.

Penghinaan, pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan, dan dilakukan dengan sengaja tanpa rasa bersalah menunjukkan sang pembuat video benar-benar tidak menggunakan otak dan hati yang diberikan oleh sang Pencipta dengan baik.

Menukar Kemanusiaan Dengan Ketenaran?

Dunia memang semakin lama semakin kompetitif. Sangat tidak bisa dinafikan kenyataan bahwa persaingan antar manusia untuk meraih impian mereka semakin hari semakin berat. Hal itu terjadi di semua aspek kehidupan.

Termasuk di dalamnya adalah persaingan di dunia maya. Semua berebut untuk menjadi terkenal, sukses, dan kaya raya. Semua berebut perhatian.

Para blogger sendiri, pasti merasakan bagaimana susahnya mendapatkan pembaca bagi tulisan mereka. Youtuber juga sami mawon, sama saja.

Berbagai daya dan upaya dilakukan demi untuk mendapatkan “perhatian” yang sangat dibutuhkan.

Kompetisi memang diperlukan agar setiap orang dipacu untuk berusaha lebih keras, lebih baik, lebih kreatif, lebih cerdik, dan lain sebagainya. Kompetisi berperan besar bagi kemajuan teknologi, perkembangan ekonomi, dan banyak kemajuan lainnya.

Kompetisi membuat manusia bergerak dan terdorong untuk menjadi lebih baik.

Tentunya, dalam bingkai aturan dan norma yang ada. Setiap sisi kehidupan manusia selalu punya batasan dan aturan. Tidak ada kompetisi tanpa aturan. Bahkan, lomba balap kelereng tingkat RT sekalipun ada aturannya.

Begitu juga dalam persaingan di dunia maya. Disanapun terdapat seperangkat aturan, baik yang tertulis ataupunt tidak.

Kemajuan tidak akan terjadi ketika kompetisi dilakukan tanpa batasan. Kalau hal itu terjadi, maka yang ada adalah hukum rimba, dimana yang kuat selalu menjadi pememang. Yang lemah akan selalu menjadi santapan yang kuat.

Tanpa batasan dan aturan, manusia akan kehilangan kemanusiaannya dan berhenti menjadi manusia. Ia , meski fisiknya akan tetap manusia, tidak akan berbeda dengan hewan.

Sayangnya, belakangan ini, banyak sekali “pelaku” dunia maya yang seperti kehilangan kemanusiaannya dan menukarnya demi ketenaran dirinya sendiri.

Beberapa contoh sudah hadir di depan mata. Yang menjadi sorotan paling besar adalah konten para youtuber belakangan ini yang mencerminkan pengabaian sisi kemanusiaan dalam pembuatannya.

Video karya Ferdian Paleka hanyalah satu dari sekian banyak contoh konten yang seperti ini.

Coba saja disimak berbagai konten prank terhadap para ojeg online. Pemesan, sang youtuber, memesan makanan dalam nilai yang besar dan kemudian tidak mengakui melakukan pemesanan. Pada ujungnya, memang sang youtuber menjelaskan itu hanyalah tipuan/candaan saja dan kemudian menyerahkan uang yang bahkan melebihi nilai pesanan.

Sang ojol biasanya digambarkan terharu dan berterima kasih.

Hanya saja, bagi saya sendiri, sebagai seorang kepala keluarga, yang seperti ini adalah tindakan tidak berperikemanusiaan.

Rasa Sakit

Pernahkah Anda sadari betapa menakutkannya bagi seorang kepala keluarga kalau ia menjadi tidak mampu mencukupi keluarganya? Percayalah, hal itu sangat menyeramkan, menakutkan, dan menyakitkan sekali.

Saya pernah mengalaminya ketika 14 tahun yang lalu perusahaan tempat saya bekerja mendadak tutup. Dunia rasanya gelap dan rasa khawatir tentang keberlangsungan keluarga meluap.

Berbagai pertanyaan timbul, seperti

  1. Bagaimana saya memberi makan keluarga saya?
  2. Bagaiman nasib anak saya ke depan, masihkah ia bisa bersekolah dengan layak dan mencapai tujuannya?
  3. Dimana keluarga saya akan tinggal?

Berbagai pertanyaan kelam seperti itu hadir di kepala.

Rasanya menyakitkan sekali di saat kepala keluarga kehilangan kemampuan untuk membahagiakan keluarganya.

Dan, hal itu tidak hilang dalam sekejap. Meskipun kemudian, saya mendapatkan pekerjaan yang bahkan lebih baik, trauma terhadap hal tersebut masih tetap tersisa di dalam hati. Selama perjalanan kehidupan saya, rasa khawatir akan terulangnya hal itu masih sering muncul.

Hari ini pun, di tengah situasi dan kondisi suram bin muram karena sang Covid, pertanyaan itu lebih sering muncul lagi di kepala. Kecemasan yang sama semakin sering mengemuka.

Padahal, sejauh ini saya masih baik-baik saja. Perusahaan tempat saya bekerja sekarang masih membayar penuh gaji bulanan dan THR, meski saya harus bekerja di rumah.

Situasi saya masih baik, tetapi tetap tidak menghilangkan kekhawatiran yang ada.

Itu saya, seorang yang menurut kriteria pemerintah masih masuk dalam kategori “kalangan menengah”. Tidak kaya, tidak miskin, tapi cukup. Tetap hal itu tidak bisa menyingkirkan kekhawatiran kehilangan kemampuan menghidupi orang-orang yang saya sayang.

Lalu, bagaimana dengan para pengendara ojol yang penghasilannya bisa dikata “kurang”? Bagaimana sakitnya ketika mendengar bahwa pesanannya sebenarnya “palsu”?

Sulit membayangkan rasa sakit yang mereka alami mengetahui bahwa keluarga mereka mungkin tidak makan hari itu. Tidak bisa saya bayangkan bagaimana rasanya ketika harapan yang ada ketika menerima pesanan menguap begitu saja dan berganti dengan ketakutan dan kekhawatiran tidak bisa bayar cicilan motor.

Terselesaikan dengan penjelasan dan kemurah hatian sang youtuber ? Tidak sedemikian mudahnya. Luka tadi akan membekas dan meninggalkan “trauma” bagi diri sang ojol. Tidak beda dengan “luka” yang masih ada di dalam hati saya ketika kehilangan pekerjaan dulu..

Tidak semudah itu. Bahkan pesangon yang saya terima saat itu, tidak mampu menyembuhkan secara menyeluruh “luka” dan rasa sakit disana. Butuh waktu panjang untuk bisa mengembalikan pada titik mendekati normal.

Lebih tidak terbayangkan lagi, bagaimana perasaan para “waria” tadi? Mereka tentu tidak mau hidup seperti itu dan bergantung pada recehan yang diberikan orang lain. Banyak yang terpaksa melakukan hal seperti itu.

Mereka juga mau hidup layak seperti yang lain.

Entah, luka sedalam apa yang diberikan oleh sang Youtuber? Disana bukan hanya tipuan yang menghilangkan sedikit harapan untuk bertahan hidup di masa susah ini, tetapi juga ada penghinaan terhadap mereka dan profesinya.

Mereka tidak dipandang sebagai manusia.

Kemanusiaan

Para pembuat konten prank kepada ojol, dan orang-orang dengan ekonomi lemah seperti itu, kerap mengabaikan sisi kemanusiaan.

Mereka beranggapan dengan penjelasan dan permintaan maaf di akhir cerita sudah cukup. Apalagi diembel-embeli dengan tambahan uang “lebih”, semua dianggap selesai.

Padahal, tidak demikian. Rasa sakit dan takut itu pasti masih membekas. Hal itu tidak terbayar dengan berapapun uang yang diberi.

Yang paling mengenaskan sebenarnya adalah , dengan mengabaikan perasaan sang ojol, para pembuat kontennya tidak menyadari bahwa mereka memperlakukan mereka sekedar obyek saja. Bukan sebagai manusia.

Mereka dianggap bisa diperlakukan semena-mena sesuai kemauan sang youtuber. Perasaan mereka sama sekali tidak diperhitungkan, padahal rasa itu adalah bagian dari seorang manusia.

Sebuah kenyataan yang menyedihkan. Apalagi mengingat bahwa mereka banyak yang berasal dari kalangan ekonomi lemah, kalangan yang seharusnya dibantu dan disokong, bukan dipermainkan.

Demi ketenaran dan popularitas

Dan, semua itu untuk apa?

Supaya videonya terkesan dramatis. Youtubernya dipandang sebagai orang penuh belas kasih dan dermawan.

Intinya, supaya videonya ditonton banyak orang dan youtubernya menjadi terkenal.

Tidak peduli bahwa obyeknya tersakiti.

Bisa dikata kemanusiaan diabaikan demi ketenaran. Para ojol tidak dianggap manusia dan hanya obyek, demi ketenaran sang youtuber.

Di dunia perfilman dunia, bagi film yang menggunakan hewan di dalamnya, produsernya akan mencantumkan bahwa tidak ada “hewan” yang tersakiti. Semua untuk menjelaskan bahwa film mereka tidak mengambil keuntungan dari mereka yang terlibat.

Bahkan, kepada hewan pun banyak orang yang berusaha agar hal itu tidak menyebabkan kerugian bagi hewan tersebut.

Sedangkan video ojol ala youtuber Indonesia, justru memamerkan gambaran bahwa menyakiti orang lain itu sebuah hal yang wajar, selama ujungnya dikasih duit.

Entahlah, bagi orang lain, tetapi bagi diri saya sendiri, saya muak melihat konten-konten seperti ini. Karena disana kemanusiaan direndahkan demi meraih ketenaran pribadi.

Penutup

Anda mau sukses? Semua juga mau.

Hanya, kesuksesan itu tidak akan berarti kalau sisi kemanusiaan kita “hilang”. Kalau sisi kemanusiaan kita lenyap, yang ada kita hanya fisiknya saja yang manusia. Kita bukan lagi manusia seutuhnya.

Dan, untuk menjadi manusia seutuhnya, salah satu inti terpenting adalah dengan memperlakukan manusia lain selayaknya manusia. Perlakukan manusia lain sebagaimana kita ingin diperlakukan, itulah inti menjadi manusia.

Pemberian batu dan tauge busuk kepada para waria ala Ferdian Paleka menohok, bukan dalam artian baik. Kejam dan tak berperikemanusiaan. Selain karena ia menghina dan tidak memperlakukan manusia sebagaimana layaknya manusia, ia juga menghancurkan harapan sederhana untuk bisa bertahan hidup.

Saya tidak tahu bagaimana “hati” nya, tetapi dari tindakannya, saya rasa unsur dan rasa kemanusiaan tidak ada disana.

Sesuatu yang pastinya, bukan hanya membuat geram saya, tetapi juga banyak manusia lainnya.

Dan, saya berharap bahwa hal seperti ini harus ada sanksinya, agar menjadi contoh bagi para youtuber yang lain agar jangan menggadaikan sisi kemanusiaan mereka hanya demi popularitas dan uang. Agar tidak ada lagi konten-konten ngawur memanfaatkan kekurangan orang lain.

Agar menjadi contoh bahwa bagaimanapun inginnya seorang menjadi sukses, ia tidak seharusnya meniadakan sisi kemanusiannya.

Karena kalau hal itu terjadi, maka ia tidak akan lagi menjadi manusia seutuhnya.

Bogor, 4 Mei 2020 ( saat geram akibat menonton video si FP di Twitter baru bisa disalurkan setelah bedug Maghrib)

5 thoughts on “Menukar Kemanusiaan Dengan Ketenaran? Nggak deh”

  1. Saya juga sangat kesal mas baca berita ini, nggak kebayang bagaimana perasaan si penerima bingkisan yang ternyata berisi sampah, di mana si penerima bingkisan ini pun dalam keadaan berpuasa infonya ~ pasti sudah sangat berharap bisa makan untuk menyambung hidup mereka minimal satu hari ke depan >,<

    Dan si Youtuber dengan semena-menanya menggunakan mereka untuk konten semata tanpa memikirkan bagaimana perasaan mereka, yang bahkan sedang berjuang hidup di tengah kondisi yang sangat susah ~ entah di mana letak moralnya. Sama sekali shock baca berita demikian.

    Semoga, dari kejadian ini, banyak yang belajar untuk berpikir sebelum bertindak, untuk mengutamakan sisi kemanusiaan di atas keinginan sukses, viral dan lain sebagainya. Dan semoga akal sehat masih ada. Huhu. Bagus banget tulisan mas Anton, sangat merefleksikan apa yang saya rasakan sekarang ~

    Reply
    • Sebenernya saya hanya merefleksikan apa yang saya rasa sih Mbakyu… karena bener-bener sebel melihatnya. Kalau dia ada di deket saya, sudah saya samperin saya jotos muka manusia itu.

      Manusia-manusia tak berhati seperti ini harus diberi hukuman agar mrk tidak bisa lagi membuat konten-konten seperti ini.

      Reply
  2. Saya sudah nonton video yg viral tsb Pak , mungkin niatnya iseng doang, namun apa daya keisengan tsb berhadiah hujatan." nasi " sudah menjadi bubur, apa yang ia tanam ternyata dalam sekejab juga ia petik " .Semoga menjadi pelajaran buat kita semua. 🙂

    Ditempat saya juga ada video yang viral dng tema " corona " . niatnya mungkin untuk menghibur, namun apa daya ternyata si pembuat video terpaksa di " cyduk " Aparat Hukum. Padahal videonya bikin tertawa. 🙂

    Reply
    • – Yang bersangkutan melakukan survei sebelum melakukannya, pada saat itu dia bisa menilai dan menimbang apakah "iseng"nya merugikan orang lain atau tidak. Kalau merugikan, dia harus berhenti.

      – Iseng sendiri bukan berarti seseorang jadi kebal terhadap aturan dan norma yang ada, jadi kalau dia dihujat, berarti itu memang hukuman buat dia

      – Saya sendiri iseng mengisi waktu dengan menulis, sesuatu yang saya rasa bermanfaat. Ada banyak cara "iseng" tanpa harus merugikan orang lain

      – Iseng biasanya bikin senang yang melakukan tapi merugikan orang yang terkena keisengan. Lalu apa gunanya?

      Keisengan tanpa memikirkan akibat dan memperhatikan rasa kemanusiaan adalah sebuah penghinaan terhadap kemanusiaan itu sendiri. Jangan ditolerir dan dibenarkan.

      Saya bersyukur kalau aparat di tempat Kang Nata menghukum siapapun yang "iseng" dengan Corona, puluhan ribu nyawa sudah melayang karena virus ini. Tidak seharusnya dipakai sekedar berdasarkan kata "iseng"

      Kebodohan dengan bertopeng kata iseng harus dihentikan.

      Reply
  3. Syukurlah saya nggak nonton vidionya secara penuh, cuman potongan-potongannya.
    Dan yang paling nyebelin itu pas dia ngomong minta maaf tapi boong.

    Sedih sih ya liat banyaknya konten yang aneh-aneh sekarang.
    Saya liat konten prank biasa aja sebel, apalagi kayak gitu.

    Sesekali bikin vidio prank terjun ke lubang buaya gitu ya, kan mau terkenal, jangan rugiin orang lain, hhahaha.

    Semoga anak-anak kita masih bisa berpikir waras di tengah gencaran konten-konten aneh zaman now

    Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply