Blessing in disguise. Berkah tersembunyi.
Begitulah saya memandang masa WFH (Work From Home) yang harus dilakukan selama pandemi Covid-19 , dari kacamata positif. Tentunya, kalau dari sudut pandang negatif, nadanya akan berbeda, tetapi saya memutuskan untuk menuruti anjuran agar berusaha tetap berpikir positif dalam masa ini.
Toh juga, segala sesuatu memang ada sisi baik dan buruknya, dan semua itu tergantung bagaimana cara pandang kita sendiri. Jadi, setelah sempat juga gundah gulana bin galau seperti banyak anggota masyarakat lain, saya bergeser sedikit dan mencoba melihat masa ini sebagai sebuah berkah di balik bencana.
Bukan berarti bersyukur bahwa Covid-19 hadir di bumi karena tetap ada rasa sedih, cemas, dan khawatir dengan situasi sekarang.
Hanya, sebagai seorang blogger yang sedang bermimpi suatu waktu menjadi full time blogger di kala pensiun nanti, saya melihat masa WFH yang sekarang dijalani sebagai berkah.
Berkah itu dalam bentuk “praktek lapangan” alias simulasi ketika saat menjadi full time blogger tiba.
Masa WFH = Masa Full Time Blogger
Tidak sama persis.
Banyak aspek dalam masa WFH yang berbeda dibandingkan teori tentang kehidupan seorang full time blogger.
Meskipun demikian, cukup banyak aspek kehidupan yang mirip dengan situasi yang, rasanya (karena saya belum mengalami sendiri), setidaknya mirip.
Itulah mengapa disebut simulasi atau praktek lapangan, dimana seseorang mencoba berada pada sebuah situasi yang “mirip”. Situasi riilnya hanya bisa dialami sendiri ketika hal itu sudah terjadi, tetapi dalam simulasi, seseorang akan dicoba kemampuannya menghadapi berbagai hal kemungkinan yang biasa ada dalam situasi sesungguhnya.
Dan, masa WFH memiliki banyak kemiripan dengan situasi seorang full time blogger dalam berbagai aspek.
Contohnya,
1. Ritme Kehidupan
Seorang pekerja/pegawai/orang gajian akan memiliki ritme kehidupan yang secara otomatis dilakukan setiap harinya. Contoh dari hal ini adalah bangun pagi, mandi, berangkat ke tempat kerja, sore pulang ke rumah, dan seterusnya.
Pola yang sama dilakukan berulang-ulang selama bertahun-tahun terus menerus. Pola ini terbentuk karena menyesuaikan dengan peraturan yang ditetapkan tempat kerja, adanya “bos” yang mengawasi, dan kemungkinan potongan gaji kalau sampai terlambat masuk kerja.
Kehidupan yang berbeda akan terjadi di saat seseorang sudah menjadi full time blogger. Tidak lagi ada keharusan untuk bangun pagi, tidak ada bos yang mengawasi, tidak ada istilah datang terlambat dan gaji dipotong.
Ritme kehidupannya berbeda sekali antara bekerja untuk orang lain dan full time blogger.
Masa WFH pun mirip. Tidak ada paksaan harus bangun pagi, tidak ada keterlambatan yang akan menyebabkan kehilangan pendapatan, tidak ada bos yang akan memperhatikan absensi.
Ritme kehidupan masa WFH berbeda dengan yang normal bagi seorang karyawan, dan mendekati ritme seorang full time blogger.
2. Kerja Mandiri
Bos dan atasan tidak ada di rumah.
Padahal, suka atau tidak suka kehadiran mereka dalam sebuah tim membuat motivasi bekerja konsisten. Siapa sih yang mau kena omelan dari atasan?
Merekalah yang kerap memastikan semua terdorong untuk menjadi produktif dan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Kehadirannya setiap harilah yang bisa disebut penggebuk yang rutin memastikan tidak ada yang leyeh-leyeh saat sedang bekerja.
Mereka pemberi dorongan pertama.
Begitupun kalau ada masalah dan hambatan, bos bisa menjadi sasaran
untuk mendapatkan pemecahan, solusi, karena mereka memiliki wewenang
untuk itu.
Dan, mereka tidak ada secara fisik saat melakukan WFH.
Tidak ada yang mengawasi, mengecek, mendorong para pekerja untuk berproduksi semaksimal mungkin.
Sisi baiknya adalah berkurangnya tekanan, tetapi sisi buruknya, terkadang tidak ada pendorong yang ujungnya berkurangnya motivasi untuk berjalan dan bekerja.
Situasi yang jelas akan dihadapi ketika menjadi seorang full time blogger.
Tidak ada bos, tidak ada atasan. Semua akan terserah kepada diri sendiri untuk memastikan diri tetap produktif dan menghasilkan.
Waktu kerja bisa diatur sendiri. Kapan mau beristirahat, suka-suka sendiri. Semua harus dimanage sendiri tanpa keterlibatan atasan.
Semua harus dilakukan secara mandiri.
3. Pendapatan atau Penghasilan
Penghasilan full time blogger itu tidak tetap loh. Bervariasi setiap bulannya. Kadang naik dan kadang turun. Kadang malah tidak dapat penghasilan sama sekali.
Terus terang , dugaan saya, akan berbeda dengan gambaran yang banyak diberikan dan ditulis banyak blogger dimana aliran income akan terus masuk dari blog, bahkan saat tidak menulis sekalipun.
Tidak akan semudah itu dan tidak ada yang semudah itu. Kalau ada, semua orang di dunia ini sudah kaya dan memilih profesi sebagai blogger.
Contoh sederhana saja, saat pandemi Covid-19 ini dimana penghasilan Adsense dan job content placement ikut menukik, hampir pasti banyak blogger yang kelimpungan karena penghasilan mereka ikut terjun.
Dan, itu pasti akan terjadi saat menjadi full time blogger.
Tapi kan WFH masih digaji sama perusahaan?
Benarkah? Ya memang namanya WFH di tengah PSBB ini, perusahaan masih tetap membayar. Tetapi, tidak semua full. Ada yang cuma membayar 50%, 75%, atau 100%.
THR sih jangan diharapkan, meski seruan pemerintah perusahaan harus tetap membayar, tetapi dengan pemasukan yang seret, hampir pasti banyak perusahaan megap-megap karena ketidaktersediaan dana untuk membayar THR.
Tidak sedikit, jutaan yang penghasilannya menghilang karena perusahaannya terpaksa tutup. Yang masih bertahan pun ragu kalau situasi terus begini, maka mau tidak mau mereka pun harus terpaksa setop beroperasi.
Penuh ketidakpastian.
Sama dengan para full time blogger juga.
4. Berulang dalam waktu yang panjang
Liburan ada ujungnya. Suatu waktu akan berakhir dan kita kembali ke aktivitas semula dalam waktu tidak lama. Contohnya, di akhir pekan kita bisa fokus pada ngeblog, tapi di hari Senin kita sudah akan kembali bekerja di kantor.
Sementara dan untuk waktu sangat pendek.
Tidak bisa mencerminkan sebuah kehidupan yang akan dialami oleh seorang blogger purna waktu dimana setiap hari adalah hari “libur”. Terus menerus dan berulang untuk jangka waktu panjang.
Masa WFH juga sementara, tetapi waktunya lebih panjang dibandingkan sekedar liburan. Sampai hari ini saja, sudah satu bulan lebih masa WFH yang saya jalani. Dan, belum ada tanda-tanda kapan akan usai.
Situasi yang sama dengan apa yang akan dialami ketika sudah menjadi blogger full time.
Itulah mengapa saya sebut masa WFH merupakan masa yang tepat untuk melakukan praktek lapang bagi siapapun yang berniat mengubah profesinya menjadi seorang blogger full time.
Tidak 100% sama, tetapi banyak hal yang bisa dipelajari dan dilatih selama itu.
Apa yang dipelajari selama masa WFH?
Cukup banyak pelajaran yang bisa diambil dari masa WFH terkait dengan keinginan menjadi blogger full time.
Beberapa diantaranya adalah
1. Bagaimana menyesuaikan ritme kehidupan agar tetap bisa produktif
Rasa malas adalah musuh utama. Kenyamanan rumah dan suasana kerap membuat rasa malas itu timbul dan lebih jauh lagi menghilangkan motivasi untuk terus menulis.
Dan, hal itu harus bisa ditemukan solusinya kalau memang berniat menggantungkan penghidupan dari blog.
Ritme kehidupan baru harus dibentuk agar rasa malas bisa dicegah dan pada akhirnya bisa mendukung produktivitas.
Contohnya dengan membiasakan diri tetap bangun pagi , mandi, sarapan, dan kemudian langsung menuju meja kerja untuk mulai “pekerjaan’.
Membiasakan diri melepas gadget dan televisi juga merupakan salah satu hal yang harus dilakukan karena keduanya merupakan pengalih perhatian yang sangat potensial.
Pembentukan kebiasaan ini akan membangun pola “tetap bekerja” meski tidak ada yang memaksa.
2. Manajemen waktu
Berada di rumah, pasti banyak tetek bengek urusan rumah yang mencampuri urusan pekerjaan. Mulai dari menyapu, mengepel, pergi belanja, dan berbagai hal lain yang biasanya tidak dialami kalau berada di kantor.
Semua hal ini bisa menjadi penghambat dan pengganggu. Meski saya sudah beruntung karena anak sudah besar dan punya kesibukan sendiri.
Kesemuanya akan membutuhkan perhatian.
Mau tidak mau, tetap harus dilakukan pengaturan waktu yang ketat juga. Harus ada pemisahan waktu terkait kapan harus mengerjakan urusan rumah tangga , kapan waktu melaksanakan “pekerjaan”, dan kapan harus istirahat.
3. Bagaimana memotivasi diri
Tidak ada bos yang akan mengawasi dan mendorong untuk terus bekerja. Maka, harus dicari pengganti yang pas agar motivasi tidak kendor.
Dalam hal ini, uang harus menjadi motivasi yang utama karena pasti akan dibutuhkan untuk membayar listrik, uang sekolah anak, beli sayur dan daging, ongkos, dan lain sebagainya.
Karena sudah tidak ada lagi penghasilan tetap, mau tidak mau kinerja blog harus terus ditingkatkan lagi dan lagi.
4. Mengatasi kebosanan
Berada di rumah terus menerus memang menyenangkan, tetapi kalau dalam jangka panjang bisa menjadi hal yang sangat membosankan.
Padahal, kata bosan merupakan musuh paling berbahaya bagi seorang blogger full time, dan wirausaha.
Kebosanan akan menumpulkan hati, pikiran, dan juga semangat.
Jika hal ini terus berlanjut dan tidak diantisipasi, hasilnya produktivitas akan terganggu. Tidak berbeda dengan unit produksi manapun, kalau produktivitas terganggu pemasukan akan turun.
Seorang full time blogger harus mampu menemukan solusi untuk masalah yang satu ini. Pemecahannya akan tergantung karakter masing-masing, tetapi saya melakukannya dengan mengerjakan beberapa hobi, seperti mengurus tanaman, mengutak atik foto, atau mengantar istri berbelanja sambil mencari ide.
5. Mengatur keuangan
Tabungan merupakan hal yang wajib dimiliki oleh seorang full time blogger. Penghasilan yang tidak pasti dan tidak tentu merupakan alasannya.
Penghasilan yang masuk tidak boleh dihabiskan sekaligus dan harus menyisakan jatah untuk ditabung. Semua ini untuk memastikan ketika pendapatan menurun, seperti yang terjadi pada masa pandemi Covid-19 ini, kehidupan dapat tetap berjalan dan produktivitas tidak terganggu.
Sebab, kalau sampai terganggu, maka akhirnya masalah-masalah lain akan bermunculan.
6. Cara berinteraksi sosial yang produktif
Interaksi dengan manusia lain tetap sangat dibutuhkan oleh seorang full time blogger. Baik dengan kawan sesama blogger , keluarga, atau dengan klien yang potensial.
Oleh karena itu, dalam keterbatasan waktu setiap harinya, seorang blogger full time harus tetap menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan manusia lain. Bagaimanapun, manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.
Meniadakan interaksi sosial akan melahirkan masalah kebosanan yang pada akhirnya menurunkan semangat dan motivasi.
7. Bertahan menghadapi tekanan
Masa WFH bukanlah liburan. Disana banyak sekali tekanan, dimana salah satunya ketidakpastian akan masa depan dan penghasilan menjadi sumber tekanan yang besar. Jangan tanyakan kekhawatiran akan masa depan keluarga.
Dan, situasi ini merupakan hal yang sama yang akan dihadapi saat sudah menjadi full time blogger. Tidak ada lagi gaji rutin setiap bulan, tidak ada lagi THR, tidak ada bonus. Semua akan tergantung pada usaha kita untuk mendapatkannya.
Mau tidak mau, seorang full time blogger harus bisa menghadapi tekanan yang berat.
Penutup
Belum semua.
Apa yang bisa dipelajari dari simulasi dadakan menjadi seorang blogger full time di masa WFH ini rasanya masih banyak. Belum semua bisa tergali.
Tetapi, setidaknya, saya sudah bisa merasakan sedikit aspek kehidupan seorang blogger yang menggantungkan diri dari blognya. Hal-hal yang selama ini hanya saya tahu secara teori, bisa dirasakan langsung di lapangan.
Terdapat banyak sekali ketidakpastian dan masalah yang harus ditemukan solusinya. Dan, seringnya pemecahannya tidak mudah, tidak semudah yang digembar gemborkan banyak orang.
Kesempatan belajar secara praktek langsung inilah yang membuat saya merasa bahwa masa WFH pandemi Corona ini merupakan berkah terselubung. Saya bisa menemukan berbagai pelajaran yang bisa menjadi bekal, ketika saya pensiun dan berubah profesi menjadi full time blogger.
Sesuatu yang tetap patut disyukuri meski dalam suasana yang suram seperti sekarang.
Bogor, 22 April 2020