Sulit untuk dibayangkan sebelumnya tentang semakin hilangnya batasan yang jelas di era digital seperti sekarang. Pada masa lalu, definisi dan batasan setiap hal biasanya terang benderang dan terlihat dengan jelas.
Seorang penulis tidak sulit untuk didefinisikan karena berarti mereka yang membuat karya tulis. Seorang pelukis adalah pembuat karya seni visual dengan cat dan kanvas. Seorang fotografer adalah mereka yang menghasilkan foto dengan kamera.
Jelas sekali.
Tetapi, perkembangan teknologi belakangan ini ternyata merubah semua itu menjadi sesuatu yang lebih sulit didefinisikan.
Contoh sederhanya dua kata blogger dan youtuber.
Di masa lalu, bahkan di zaman keemasan blog keduanya mudah didefinisikan.
Blogger adalah mereka yang mengelola blog dan mengupdate isinya dengan cara menulis. Kalaupun ada media lain yang bukan berbentuk tulisan, biasanya adalah foto. Blogger adalah orang-orang yang berbagi cerita dalam bentuk tertulis.
Sedangkan, youtuber atau vlogger adalah kalangan yang menghasilkan karya dalam bentuk “gambar yang bergerak”, video.
Perbedaan keduanya cukup jelas, di masa sebelum ini.
Cuma, di masa sekaraang sepertinya berbeda.
Seorang blogger tidak lagi terbatasi sebagai orang yang menghasilkan karya tulis dan menerbitkannya pada blog mereka.
Hal itu terjadi karena konten blog dewasa ini sudah sangat beragam isinya, tulisan, foto, dan video juga.
Kemajuan teknologi blog sudah sejak lama memungkinkan penayangan sebuah video di sebuah blog. Bahkan, Youtube sendiri menyediakan fitur embed yang memungkinkan video yang disimpan disana tayang di sebuah blog tanpa harus pergi ke Youtube.
Jadi, batasannya semakin kabur.
Jika kita berkunjung ke sebuah blog di masa kini, jangan hanya berharap hanya menemukan tulisan dan image saja. Banyak blog besar di luar negeri, seperti Mashable, Techcrunch, Lindaikeji, dan masih banyak lainnya, sudah meninggalkan blog sebagai tempat untuk menerbitkan “hanya tulisan”.
Mereka sudah memadukan konten blog mereka dengan video, foto, atau podcast (rekaman suara).
Dengan begitu, pemirsa (bukan sekedar pembaca), bisa menikmati variasi konten.
Masih kurang populer di Indonesia
Mencermati perkembangan dunia blog di Indonesia, sepertinya yang seperti ini masih belum terlihat. Dari semua blog yang pernah saya datangi, mayoritas masih mengandalkan konten tunggal, tulisan. Kalaupun ada tambahan biasanya dalam bentuk foto/image.
Penggunaan video atau podcast masih belum banyak dilakukan.
Pemisahan antara blogger dan youtuber masih terasa sekali. Blogger mengandalkan tulisan, youtuber memproduksi video.
Sesuatu yang mungkin sangat disayangkan mengingat tren yang terjadi di dunia maya. Video dan podcast merupakan salah satu daya tarik tersendiri bagi yang malas membaca.
Salah satu blogger terkenal dunia, Darren Rowse sudah sejak lama memakai Podcast atau rekaman suara. Dan, ia bisa menarik perhatian banyak orang dengan berbagai jenis wawancara atau talk show dengan sesama blogger.
Saya sendiri, untuk Maniak Menulis masih belum berencana memakai media lain selain tulisan saja. Tetapi, pada beberapa blog lainnya, saya sudah mencoba memakai video.
Kebanyakan video bukan buatan sendiri, tetapi memakai yang sudah dibuat orang lain di Youtube. Tentunya, secara legal dan tidak melanggar hak cipta, yaitu dengan memakai fitur embed.
Bukan hanya dari YT saja sebenarnya, saya kerap memakai video dari Twitter dan Instagram dengan cara yang sama.
Saya hanya menambahkan sedikit tulisan atau kata-kata sebagai pembuka atau penutup. Selebihnya, biarkan video yang berbicara.
Hasilnya cukup lumayan juga. banyak pembaca yang mau mengunjungi postingan yang berisi video.
Keuntungan buat saya sendiri sebagai blogger adalah tulisan menjadi lebih menarik dengan adanya video. Bisa menghemat waktu juga, dan tetap bisa posting dalam waktu singkat.
Di luar itu, saya juga bisa memberikan keuntungan kepada para youtuber yang tentunya butuh perluasan pemirsa bagi channel mereka. Dengan dimasukkan ke dalam blog, video mereka mendapatkan lebih banyak orang yang melihat.
Win-win solution.
Saya untung. Mereka juga untung.
Cuma, mungkin hal yang seperti ini masih belum umum di Indonesia. Entah kenapa. mungkin karena ada rasa “Kenapa harus membuat orang lain terkenal?” masih ada di dalam hati? Mungkin juga karena malas mencari video yang cocok dengan tulisan? Mungkin juga ingin videonya harus selalu karya sendiri juga?
Dan, banyak mungkin lain.
Yang jelas, masih belum banyak dilakukan.
Sayang padahal banyak keuntungannya bagi diri sendiri dan orang lain.
Bagaimana dengan Anda? Sudah mencoba memakai video atau podcast pada blog Anda?
Hi mas Anton 😀
Saya pribadi belum pernah memakai podcast dan video di blog saya, tapi saya lihat beberapa teman blogger ada yang sudah mulai memasukkan podcast dan video ke dalam blognya ~ ada yang isi podcastnya sama persis seperti apa yang dituliskan di post, jadi dia membacakan isi postnya agar yang malas baca bisa dengar podcastnya 😀
Dan ada juga yang memang blogger slash youtuber jadi video youtube-nya juga di share di blog sebagai pendukung alur cerita 🙂 seru kelihatannya, tapi buat saya masih sangat susah dilakukan karena belum mahir menggunakan podcast atau membuat video Youtube seperti para profesional di luar sana 😀
Hi juga Mbak Eno yang entah nama sebenarnya siapa.
Belum mahir berarti sudah bisa. Tidak akan menjadi mahir kalau tidak dijalani dan dilatih terus.
Saya pikir Creameno justru akan menjadi lebih menarik kalau dengan video atau podcast. Temanya sangat mendukung sekali untuk itu. Tinggal pemiliknya mau atau tidak.
Kata siapa harus profesional? Youtube kan membebaskan siapa saja untuk berbagi video, mau yang profesional atau tidak bukanlah hambatan. Toh sudah biasa ketika mengawali kita akan menghadapi kesulitan dan hasilnya kurang bagus, tapi dengan seiring waktu hasilnya akan terus membaik.
Hayuk mbak Eno dimulai. Jangan khawatir juga soal podcast isinya sama dengan tulisan, si Darren Rowse juga begitu kok mbakyu
Dulu cuma edit gambar pakai picsart lalu di buat video pakai viva video bisa dapat 7 juta, sekarang video slide foto di babat juga sama youtube.
Agak sulit juga sekarang jadi youtuber om, calon sarjana sama yt crash juga tumbang 😂
Dimanapun sama.. persaingan menjadi begitu keras. Mau tidak mau tidak bisa dihindari, siapa yang lebih kreatif dia menang
Kebutuhan akan ilustrasi selain gambar memang dibutuhkan, Mas Anton. Terlebih blog saya yang memuat materi pelajaran sekolah (sesuai dengan bidang pekerjaan saya di dunia pendidikan).
Seperti yang Mas Anton bilang, adanya sifat 'kenapa harus membuat orang lain terkenal?' Sepertinya menjadi semacam penyakit. Alhasil, malas untuk menaruh video orang lain padahal itu sangat mendukung konten.
Kemudian, adanya keragu-raguan bahwa mengembed chanel yang sudah dimonitize apakah jni akan melanggar TOS AdSense atau tidak. Itu juga menjadi dorongan harus bikin konten sendiri. Sayangnya, tidak ada kemahiran dalam membuat itu …
Apapun itu, sepertinya menarik juga untuk mencoba konten dengan tambahan fitur embed video. Di blog lain yang saya urus pun sudah menerapkannya.
Eda, embed video dari Youtube bukanlah pelanggaran copyright. Hal itu sudah diputuskan pengadilan di Amerika sana beberapa tahun yang lalu.
Embed berbeda dengan copy dan disana tidak terjadi pelanggaran hak cipta. Bahkan ketika video tersebut merupakan hasil pencurian, maka yang bertanggungjawab adalah mereka yang mengupload di YT.
Oleh karena itu sebenarnya tidak perlu ragu karena kita sebenarnya tidak membajak konten orang lain. Bahkan, sebenarnya kita membantu mempopulerkan konten mereka.
Semangat nge-youtube lagi ah.. kayaknya sayang video saya, kalau di hardisk aja.Terima kasih Pak Ocehannya yang selalu mencerahkan. 🙂
Semangat semangat semangat…