Wajib Yang Tidak Wajib Karangan Para Blogger

Wajib Yang Tidak Wajib Karangan Para Blogger

Wajib adalah sebuah kata yang berarti keharusan dan jika tidak “dilakukan” maka yang tidak melakukan akan terkena sanksi atau hukuman. Dalam terminologi Islam, sanksi dari sesuatu yang masuk kategori wajib adalah “dosa”. Dalam hukum positif, kata wajib akan ditemani dengan berbagai jenis bentuk hukuman, seperti denda atau penjara.

Itu adalah kodrat kata wajib yang akan selalu ditemani dengan seperangkat aturan dan sanksi. Tidak akan pernah terlepas.

Bahkan, dalam sebuah rumah tangga sekalipun, kata wajib tidak bisa terlepas dari kedua hal itu. Seorang anak wajib mematuhi perintah orangtuanya selama masih tinggal disana, kalau tidak ia akan kena marah dan omel dari bapak atau ibunya.

Aturannya sendiri yang mendasari kata wajib bukanlah lahir dari
individu, tetapi dari sekelompok orang setelah melalui proses melewati
sistem yang ada, dan kemudian diterapkan bagi semua anggota kelompok itu.

Jelas berbeda dari kata saran, yang memberi pilihan.

Kalimat-kalimat :

  • Pengendara motor wajib memakai helm saat berkendara. (Peraturannya ada dan tercantum denda Rp. 250 ribu kalau tidak melaksanakan)
  • Siapapun wajib untuk membayar pajak. (Peraturannya ada dan juga ada hukumannya kalau tidak membayarnya)

Aturan bisa saja tertulis atau tidak karena beberapa aturan bentuknya tidak tertulis, seperti hukum adat, norma, dan etika.

Tetapi, wajib akan selalu menunjukkan sebuah keharusan untuk dilakukan dan dipenuhi.

Meskipun demikian, rupanya di kalangan para blogger, sudah lahir sebuah ‘WAJIB” baru yang berbeda makna dari keumuman. “wajib” hasil karya para blogger ini sama sekali tidak wajib dipenuhi.

Contohnya bisa dilihat di hasil pencarian menggunakan Google ini.

Wajib Yang Tidak Wajib Karangan Para Blogger

Wajib Yang Tidak Wajib Karangan Para Blogger

Pertanyakan saja

– Apakah memang ada aturan atau hukum yang mewajibkan seseorang membawa barang-barang tertentu? Selain passport, visa, dan terkadang asuransi kesehatan kalau kelua rnegeri, ya tidak ada.

– Adakah peraturan yang mewajibkan blogger untuk melakukan hal-hal tertentu setelah publish artikel? Jawabnya, YA TIDAK ADA

Apa hukuman yang akan diberikan kalau apa yang ditulis disana tidak diikuti? Ya TIDAK ADA juga. Memangnya blogger itu siapa sampai bisa menghukum orang?

Tidak ada aturan, tidak ada hukum, tidak ada sanksi.

Blogger juga tidak memiliki hak untuk mewajibkan apapun kepada orang lain. Tidak ada wewenang yang dilimpahkan kepada mereka untuk bisa mengatur hidup orang lain.

Lalu, kenapa para blogger mengatakan demikian? Ada beberapa dugaan. Tergantung dari sudut pandang masing-masing.

>>Sang blogger keblinger. Ia berpikir kalau dirinya manusia maha tahu dan maha berkehendak sehingga merasa bisa mengatur hidup orang lain sesuai dengan yang dikehendakinya

>> Sang blogger berpikir bahwa karena ia pernah mengalaminya dan mengalami sesuatu, semua orang pasti mengalami hal yang sama. Ia tidak menyadari bahwa manusia itu berbeda satu dengan yang lain dan tidak sama.

>> Sang blogger merasa orang lain itu bawahannya yang harus mengikuti titah dan sabdanya

Semua di atas bukan tidak mungkin ada di dalam hati para blogger. Dalam laut bisa diduga dalam hati siapa tahu? Iya kan.

Tetapi, yang paling memungkinkan adalah satu di bawah ini.

>> Sang blogger sedang berusaha menarik perhatian orang lain agar mau membaca tulisannya. Sama dengan penjual di pasar yang berusaha agar orang mau membeli dagangannya. Kerap ia harus menuliskan judul yang bombastis, meski sering pada akhirnya mengabaikan banyak hal, termasuk dalam hal pergeseran makna kata. Toh sudah biasa dilakukan. Bohong sedikit ga papa, selama pembaca hadir dan membaca tulisan.

Banyak media online pun menggunakan cara yang sama. Entah siapa yang memulai, media online dulu atau blogger dulu, tetapi kenyataannya pemakaian kata “wajib”, “harus”, dan sejenis dengan makna yang berbeda dari semestinya sering dipergunakan pada judul.



Salah kah apa yang dilakukan itu? Lalu, apa sangsinya?

Tidak. Tidak ada aturan yang mengatakan bahwa tidak boleh menggunakan kata wajib yang bermakna “saran” seperti itu. Jadi, sama sekali tidak salah. Lha ya wong tidak ada aturannya? Juga mana ada sangsinya kalau aturannya saja tidak ada.

Bebas-bebas saja.

Cuma, ya jangan salahkan juga kalau pembaca kemudian berkomentar dan merespon seperti ini :

  1. Emang elu siapa ngatur-ngatur cara gue?
  2. Sok tahu luh, siapa bilang itu wajib?
  3. Mana aturannya? Jangan cuma bilang wajib tanpa dasar?
  4. Sombong amat lu sampai ngerasa bisa ngatur cara gue?

Mereka juga tidak salah. Bagaimanapun, mereka diajarkan, terutama saat bersekolah tentang makna WAJIB yang bukan “saran”. Yang mereka tahu wajib itu harus dilakukan dan kalau tidak dilakukan akan ada konsekuensinya.

Jangan marah kalau dikomentari seperti itu saat Anda memakai kata WAJIB dalam judul sementara isinya sebenarnya hanya saran dari diri sendiri. Bagaimanapun, Andalah yang memulai, dan keluar dari jalur umum.

Itu adalah sebuah resiko yang harus diterima karena hanya terfokus pada menarik minat pembaca, tetapi tidak sesuai dengan norma keumuman yang ada.

Mudah-mudahan sih tidak terjadi karena sepertinya masyarakat sudah terbiasa dengan tingkah polah para blogger dan penulis dunia maya yang kerap bombastis. Tetapi, kalau terjadi, ya terima nasib saja.

No pain. No gain.

There ain’t such a free lunch. (Tidak ada yang namanya makan siang gratis).

8 thoughts on “Wajib Yang Tidak Wajib Karangan Para Blogger”

  1. Wah, saya suka cara pandang mas ini..

    Emang kewajiban emang harusnya diikuti dengan sanksi untuk pelanggaran kewajiban.. Saya pikir emang blogger ga punya kode etik khusus sih ya..

    Mungkin judul seperti itu emang kuat untuk menarik minat pembaca pemula kali ya mas.. Yg empunya blog bersabda setelah menikmati popularitas dan kekuasaan dalam dunia blogger :))

    Untung saya ga pernah buat posting begituan, walaupun saya tetap ada kode etik khusus yang saya terapin untuk di blog sendiri hahahaha

    Reply
    • Yah begitulah adanya mas.. Terkadang, kita sendiri perlu membuat kode etik untuk diri kita sendiri. Meski tujuannya mungkin sama, tetapi masih banyak juga kok yang memegang teguh sisi idealisme mereka untuk tidak membohongi pembaca cuma demi dikunjungi..

      Seperti mas misalnya..

      Reply
  2. itu kan hanya judul saja om, kalau mau diikuti ya diikuti, kalau tidak juga ya gak apa2. di luar sana mungkin saja ada orang yang mendapatkan manfaatnya, termasuk mungkin dari si blogger, mungkin itu adalah pengalaman dia, jadi dia share.. hahahha..

    Reply
    • Nah kan… rasanya Rafi termasuk yang suka menggunakan kata wajib seperti di atas yah… hahaha

      Begini Rafi :

      1. Mengatakan sesuatu yang tidak sebenarnya adalah kebohongan. Sebuah saran dibungkus dalam kata wajib bisa sama dengan melakukan kebohongan itu. Kalau hanya saran, ya beri saran saja. Ada banyak kata yang bisa dipakai "Perlu", "Seharusnya", sebaiknya". Tapi kenapa Wajib yang dipakai padahal tahu hanya share saja

      2. Judul adalah bagian artikel. Jangan lupa loh. Kesesuaian antara judul dan isi yang membedakan antara artikel yang baik dan clickbait. Kalau isinya saean kenapa disebut wajib? Tidak sesuai kan? Lalu, bisakah disebut artikel yang baik kalau antara judul dan isi tidak berkesesuaian

      Soal manfaat, bukan kita yang menentukan bermanfaat atau tidaknya sebuah tulisan. Emang sudah pasti tulisan Rafi bermanfaat? Manfaat itu urusan pembaca, bukan blogger.

      Terserah sih Rafi mau menyepelekan hal seperti ini atau tidak. Tetapi, rasanya sifat permisif itu yang membuat hoaks dan clickbait menyebar karena kita permisif dengan mengatakan yang penting orang mendapatkan manfaat. Tanpa melihat "kebohongan" yang dilakukan.

      Jadi, jangan salahkan juga kalau ada pembaca yang berkomentar negatif terhadap kebohongan seperti ini. Itu hak mereka loh.

      Reply
  3. Sebenarnya hal-hal seperti itu yang bikin minat baca orang2 jadi menurun ya.
    Judulnya doang yang fantastis.
    Meskipun ada juga yang judulnya bagus, tapi isinya terlalu panjang, penempatan katanya kacau, jadinya pembaca yang malas baca sulit menemukan poin utamanya dan keburu menjudge JUDULNYA DOANG yang bagus hehehe.

    Itu juga kali ya yang mendasari saya menulis sesuatu di blog saya semua berdasarkan pengalaman saya sendiri, jadi kalau ada yang protes salah, ya gak bisa nyalahin saya juga, toh bahkan di judulnya saya sering tulis "berdasarkan pengalaman sendiri"

    Saya pernah menulis judul yang kata orang klikbait , isinya ya pengalaman saya sendiri, banyak yang bilang klikbait, lah padahal itulah pengalaman saya.

    Kalau gak bombastis bukan salah saya juga kali ya, salah presepsinya yang terlalu luar biasa hahahaha

    Atau bisa saja bikin judul "hal yang wajib dilakukan dalam bla bla bla, berdasarkan pengalaman pribadi"

    Jadikan wajib berdasar, ga asal ngatur, eh emang ga ngatur juga ya, cuman share doang ahahahahah.

    Anyway, suka tulisannya 🙂

    Reply
    • Kalau berdasarkan pengalaman pribadi, ya tidak ada salah dan benar. Itu kan tergantung sudut pandang masing-masing.. hahahahaha…

      Makasih wat kunjungannya Rey…

      Reply
  4. Artikel yg menarik dan luar biasa. Hanya saja jika penekanan kata wajib itu selalu dibarengi dengan hukuman dan aturan rasanya kurang.

    Sebab inti dari wajib menurut saya adalah untuk kebaikan pada seseorang yg menjalankan nya.

    Semisal wajib belajar adalah sesuatu mewajibkan seseorang belajar karena ada banyak manfaat dari belajar tersebut. Jika pun tak mau belajar tak masalah toh setiap pilihan ada konsekuensi akhirnya.

    Klo disuruh ortu belajar kalo nggak belajar dipukul maka ini sudah masuk kategori perintah.

    Meski memang anjuran sesuatu yg wajib umumnya diatur dalam dan ada hukuman jika tidak melakukan nya.

    Tapi keutamaan wajib adalah untuk kebaikan. Wajib menggunakan helm saat mengendarai motor adalah kebaikan bagi pengendara nya.

    Kemudian dibuat sebuah aturan dan sanksi pelanggaran. Karena itulah manusia dasarnya adalah nafsu dan semau nya.

    Berpendapat saja…

    Reply
    • Tidak dilarang berpendapat disni mas Win.. hahahaha

      – wajib helm : demi kebaikan pengendar saja? Bukan. Setidaknya bukan itu saja. Kaau ada seorang celaka karena tidak memakai helm, negara juga rugi karena satu sumber dayanya hilang, petugas menjadi repot harus meluangkan waktu dan artinya tugas mereka terhambat, biaya dikeluarkan, keluarga yang ditinggalkan bisa tidak terurus. Jadi, bukan sekedar untuk kebaikan bersama.. Itu demi kebaikan semuanya.

      – Wajib belajar bukan saran demi kebaikan orangnya saja. Lihat UUD 1945 dan UU no 20 tahun 2003, berbagai peraturan turunannya.

      Disana ada konsekuensi jelas kata wajib :

      – pemerintah tidak menyediakan ==> dituntut secara hukum
      – orangua tidak menyekolahkan : mereka bisa dituntut dan haknya sebagai orangtua diambil alih negara , anak menjadi anak negara

      Maaf, tetap saja kata wajib akan berurusan dengan konsekuensi dan sanksi. Oleh karena itu bahasa ini dipakai banyak sebagai bahasa hukum karena memang sangat berkaitan.

      Semua hukum adalah demi kebaikan bersama, bahkan termasuk norma, etika, dan hukum tak tertulis. Bukan sekedar untuk kebaikan sendiri.

      Makanya, penggunaan kata WAJIB yang tidak pada tempatnya memiliki konsekuensi logis bagi yang memakainya.

      Okehlah kalau memakai logika mas Win, ambil contoh " Kalau ke Semarang, ini 5 tempat yang wajib dikunjungi", pertanyaannya kebaikan apa yang ada disana bagi yang membaca? Dasar hukumnya apa?

      But I do agree .. kalau Anda berpendapat salah satu unsur kata wajib adalah demi kebaikan sendiri untuk mengurangi nafsu manusia. Ada benarnya, dan bahkan sangat benar dalam hal ini. Itu memang salah satu fungsi hukum dan aturan. Tetapi, hanya salah satu saja karena masih banyak fungsi lainnya, seperti supaya tidak melanggar hak orang lain

      Reply

Leave a Reply to Rafi Cancel reply