Tahun Baru : Filosofi Bonenkai dan Shinenkai Serta Pertandingan Tinju

Tahun Baru, Harapan Baru

Bonenkai dan Shinenkai. Dua istilah yang mengacu pada dua tradisi yang dilakukan masyarakat Jepang menyambut pergantian kalendar lama dengan yang baru. Dua tradisi yang dilakukan dalam waktu berdekatan.

Keduanya memiliki filosofi yang berbeda.

Yang pertama adalah sebuah tradisi yang biasanya dilakukan dengan keluarga atau teman sekantor dan dilakukan SEBELUM pergantian tahun. Biasanya di bulan Desember.

Acara ini biasanya dilakukan sebagai simbol untuk melepas tahun yang akan segera berlalu. Segala hal yang berkaitan dengan tahun lama dianggap “selesai”, tutup buku. Termasuk diantaranya kenangan buruk dan berbagai masalah yang dialami disimbolkan dilepas dengan tradisi ini.

Semua orang bergembira bersama melepas kenangan yang terjadi dan membuat “ruang kosong” dalam diri untuk menyambut kedatangan tahun yang baru.

Yang kedua dilakukan setelah pergantian tahun. Filosofinya menyambut kedatangan harapan baru dengan asa bahwa tahun yang akan datang akan lebih baik dibandingkan tahun yang baru saja lewat.

Ruang kosong yang disediakan bonenkai diisi dengan berbagai harapan yang hadir bersama dengan pergantian kalendar.

Dua filosofi yang menggambarkan sebenarnya dengan tepat apa arti Tahun Baru bagi banyak manusia. Walau tradisi ini hanya ada di Jepang, di belahan dunia manapun, mayoritas orang akan merayakan pergantian kalendar ini dan merasakan harapan yang sama.

Yang nyinyir akan berkata untuk apa sih buang-buang waktu dan uang hanya sekedar merayakan pergantian kalendar saja? Kenapa harus demikian?

Saya bukan orang Jepang. Saya tidak melakukan tradisi Bonenkai dan Shinenkai.

Saya orang Indonesia.

Tetapi, saya bisa memahami mengapa kedua tradisi itu lahir. Hal itu berkaitan dengan kodrat manusia.

Hidup itu penuh perjuangan. Manusia dimanapun berlomba untuk bertahan hidup sambil mencari kegembiraan yang selalu diimpikannya. Tidak mudah. Penuh aral, tetapi juga penuh keriangan.

Tetapi, manusia tetap manusia. Punya batas. Mau senang atau susah, suatu waktu staminanya akan habis dan terkuras. Tidak beda dengan pertandingan tinju.

Tidak ada yang bisa terus bertarung tanpa henti. Untuk itulah ada yang namanya ronde. Setiap 3 menit biasanya waktu akan dihentikan untuk memberikan istirahat petinju dan memulihkan stamina. Sekaligus bisa dimanfaatkan untuk mengatur strategi menghadapi ronde berikutnya. Sampai pertandingan berakhir nanti.

Dan, mungkin disanalah peran yang namanya Tahun Baru.

Yang susah dan merasa sesak dengan kehidupan bisa melepaskan sejenak bebannya dan bisa merasakan keriangan menyambut berbagai harapan dan kemungkinan baru yang menanti. Yang sudah senang bisa berbagi sedikit dan melihat bahwa ada banyak hal yang bisa digali untuk menjadi “lebih” lagi di tahun yang akan datang.

Semua bisa melepas sejenak “beban” apapun yang dibawanya pada tahun yang sudah lalu. Mengosongkan diri untuk menerima “beban-beban” dalam berbagai bentuk setelah pergantian kalendar.

Interlude. Jeda.

Itulah makna tahun baru.

Cara merayakannya ya terserah masing-masing. Kalau mau berzikir, ya lakukan saja. Buat yang senang berkumpul bersama keluarga dan membakar jagung, ya kenapa tidak. Masing-masing punya cara dan itu juga kodrat manusia.

Yang jangan dilakukan adalah menjatuhkan vonis untuk apa yang dilakukan orang lain. Kita manusia bukan hakim untuk menilai hal tersebut. Tidak perlu nyinyir dan menghakimi. Biarkan orang melakukan apa yang menurutnya layak dan pantas dilakukan. Selama tidak melanggar hukum dan norma, biarkan orang lain untuk menikmati “jeda” kehidupannya.

Sesaat saja.

Seperti yang akan saya lakukan menyambut Tahun Baru 2019. Saya akan memberikan jeda orang lain supaya tidak terganggu oleh celotehan saya, yang sering nyinyir dan menyebalkan.

Karena itulah, mulai besok sampai dengan 2 Januari 2019, tidak akan ada tulisan yang keluar di Maniak Menulis.

Saya ingin membiarkan orang menikmati jeda dalam kegembiraan bersama keluarga dan teman. Dalam bentuk apapun yang mereka mau.

SELAMAT TAHUN BARU 2019, KAWAN.

Semoga di tahun yang baru, kehidupan menjadi lebih cerah bagi semua!

Sampai bertemu tahun depan.

4 thoughts on “Tahun Baru : Filosofi Bonenkai dan Shinenkai Serta Pertandingan Tinju”

  1. Memang di setiap bangsa tradisi nya beda-beda. Dan saya baru tahu mas ada tradisi bonenkai dan shinenkai.
    Waduh kalau maniakmenulis ada jeda, mau silahturahmi kemana lagi saya:(

    Reply
  2. Tiap tahun baru saya mah kumpul bareng keluarga besar, begadang sambil bakar-bakar entah itu jagung, sosis atau ikan, di situ kita bisa ketawa-ketiwi bareng saudara dan ponakan.

    mungkin buat sebagian orang agak pemborosan, tapi bisa kumpul bareng dan ketawa bersama rasanya lebih mahal harganya dari apapun.

    tau sendiri kan, susahnya kumpul kalau semua sudah sibuk masing-masing.

    taun baru semangat, baru. tapi saya telat komennya karena semangat ngeblog lagi turun karena keasikan belajar koding.

    Selamat Tahun Baru pak Anton. :-d

    Reply
  3. @Masandi… yap.. ada sesuatu yang berharga saat Tahun Baru, namanya ngumpul bersama keluarga. Tidak mahal mengingat apa yang didapat dari itu.

    Selamat Tahun Baru juga, selamat ngoding dan ngeblog yah

    Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply