Belajar [TIDAK] Darimana Saja

Belajar [TIDAK] Darimana Saja

Belajar darimana saja

Itu adalah prinsip yang selalu saya pakai dalam berbagai hal dan mencerminkan pola pandang pribadi yang menekankan tidak akan peduli siapa yang memberikan informasi atau ilmu pengetahuan, tetapi lebih kepada apa yang disampaikan. Mau anak kecil sekalipun kalau ia memiliki pengetahuan yang saya anggap berguna dan membawa kebaikan, maka saya tidak akan segan belajar dari dirinya.

Dengan pola pandang itulah, saya terjun ke dunia blogging. Semua website atau blog, baik dari dalam dan luar negeri, saya kunjungi untuk menyerap pengetahuan tentang ilmu ngeblog. Maklum lah ketika pertama kali memulai, pengetahuan saya dalam dunia ini sama dengan nol.

Apapun yang ditulis terkait kegiatan mengelola weblog ini, saya baca dan coba pahami. Tidak jarang bahkan coba diterapkan. Pertama kali semua dianggap sebagai pengetahuan dan informasi.

Tidak peduli siapa yang menulis, maka tulisannya akan saya baca. Mau yang menulis mengaku dirinya master dan pakar, atau bahkan blogger “pemula”, tulisannya tetap saya coba cerna.

Tetapi, itu 4 tahun yang lalu.

Sekarang tidak lagi.

Bukan berarti saya sudah berhenti belajar dan mencari tahu tentang yang terkait dengan dunia blogging. Bukan pula karena saya menganggap diri sebagai master dan sudah lebih pantas menjadi pengajar daripada yang diajar, tetapi karena alasan lain.

Alasan itu adalah karena pengalaman dan pengetahuan saya tentang dunia ini sudah bertambah. Bisa dikata, saya sudah naik level dari Taman Kanak-Kanak menjadi, sebutlah, kelas 3 SMP. Pengetahuan yang selama ini saya sudah serap, merubah diri saya menjadi sedikit lebih pandai dari 4 tahun yang lalu.

Hasilnya adalah saya…

Belajar tidak darimana saja.

Yah, saya mulai memilah-milah informasi dan penyampai informasinya. Bukan karena rasnya, bukan karena asal negaranya. Bukan pula karena dia mengaku dirinya master.

Saya sekarang memilah berdasarkan antara kesesuaian bukti yang ada dengan apa yang ada di tulisan. Apakah sang penulis artikel berhasil melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ditulisnya? Atau kah tulisannya seperti berada di langit dan hasilnya masih berada di bumi? Alias, masih tidak sesuai.

Misalkan saja, seorang menulis tentang “Cara Menghasilkan Uang Dan Menjadi Kaya Lewat Blog”, maka bukti yang selalu ingin saya ketahui adalah “Apakah si penulis artikel itu benar-benar sudah menjadi kaya lewat blognya atau belum?” Kalau belum, ya untuk apa dibaca. Ada ketidaksesuaian antara yang ditulis dengan kenyataan.

Menunjukkan bahwa apa yang ditulis masihlah sekedar omong kosong atau impian saja, dan belum benar-benar berdasarkan bukti lapangan.

Sebuah tulisan yang memberikan tips tentang “Cara mendatangkan ratusan ribu pengunjung unik setiap hari”, tentunya saya harapkan, bisa membuktikan apa yang diajarkannya. Blognya harus sudah dikunjungi ribuan orang setiap harinya.

Lagi-lagi, kalau itu tidak sesuai, maka berarti penulisnya sendiri “tidak bisa” melakukannya, mengapa “jalan”-nya harus diikuti. Bisa-bisa malah tersesat.

Penulis yang mengajarkan tentang tips dan trik SEO (Search Engine Optimization), tentunya juga sudah harus membuktikan diri, yaitu bahwa blog dan artikel-artikelnya rutin nangkring di halaman satu SERP Google. Kalau tidak, kenapa harus dipercaya tulisannya.

Iya kan?

Memang, sebenarnya apa yang terjadi pada diri sendiri bertentangan dengan prinsip standar yang saya anut. Belajar seharusnya darimana saja. Bukan hanya dari orang tertentu saja.

Sayangnya, selama 4 tahun ngeblog dan sudah naik tingkat sedikit dari sebelumnya, pengalaman mengatakan bahwa banyak tulisan yang tidak dibuat berdasarkan hal yang nyata. Banyak artikel yang dibuat sekedar berdasarkan angan-angan dan omong kosong saja. Tujuannya hanya menjaring pembaca saja dan bukan benar-benar berdasarkan bukti di lapangan.

Banyak tulisan yang dibuat sekedar untuk menjadikan saya sebagai pasar pembacanya saja. Tidak beda dengan tukang obat di pasar, yang tidak begitu peduli apakah obatnya manjur dan bermanfaat bagi badan. Tukang obat memiliki target untuk membuat penjualan saja. Terkadang, dengan cara yang sebenarnya belum terbukti sama sekali.

Dan, saya tidak mau menjadi pasar bagi mereka-mereka itu.

Untunglah, sedikit pengetahuan yang saya terima dari perjalanan ngeblog membuat saya menjadi sedikit cermat dan teliti. Ditambah dengan internet yang memberi banyak perlengkapan untuk mengecek data, tidak akurat 100% tetapi cukuplah untuk memberikan gambaran.

Contohnya, sebuah blog dari seseorang yang “mengaku” dirinya kaliber master penghasil tulisan berkualitas, tentunya, diharapkan berada pada posisi top. Iya kan? Jika ia mengaku dirinya pakar, maka setidaknya ia harus mampu mempopulerkan blognya sendiri, sebelum bisa mengajar orang lain. Kalau tidak untuk apa dibaca.

Jadi, kalau misalkan peringkat Alexanya, walau tidak akurat sebenarnya, masih di atas 1 jutaan, maka saya berhenti membaca. Tidak ada gunanya. Kalau sang blogger tidak bisa membuat blognya terkenal, lalu tip dan triknya pada dasarnya tidak terbukti dan mendekati omong kosong saja. Bualan , atau impian dalam bahasa halusnya, seseorang yang ingin menjadi master saja.

Bahkan, belakangan ini, saya mempersempit tulisan tentang ngeblog yang saya baca. Jika peringkat Alexa blognya lebih besar dari 450.000, maka saya tidak akan membacanya. Bukan apa-apa, Lovely Bogor yang tidak menggunakan trik SEO saja sudah sampai ke peringkat ini. Lalu, untuk apa saya harus belajar dari mereka yang pencapaiannya di bawah saya?

Kasar memang. Tetapi, saya tidak mau menjadi gelap mata karena ingin mendapatkan pensiun dari ngeblog, maka saya harus mengikuti saran dari semua orang yang “tidak jelas”. Kenapa harus mengikuti semua saran tidak jelas dari orang yang tidak bisa membuktikan kemampuannya? Tidak akan ada kemajuan kalau terus begitu.

Saya akan tetap harus belajar karena hanya dengan cara itu kemajuan dan peningkatan kemampuan bisa didapat. Untuk itu, mau tidak mau, suka tidak suka, saya harus belajar dari mereka yang “lebih” dan bukan dari yang “kurang”.

Tidak berarti saya sudah berubah 100% dan memilih hanya blog yang peringkatnya lebih tinggi saja. Justru saya tetap banyak membaca blog yang peringkat Alexanya lebih rendah dari yang saya punya, asalkan bukan tentang blogging. Jika itu berisikan pengalaman berwisata, kota lain, dan masih banyak hal lain yang saya tidak ketahui, peringkat Alexa atau Moz atau apapun tidak dipakai sebagai patokan.

Blog-blog seperti ini justru memberikan banyak pengetahuan baru.

Berbeda dengan blog tutorial tentang blogging atau internet marketing. Kalau penulisnya tidak terbukti berhasil dengan caranya dan peringkat Alexanya rendah, saya abaikan dan tinggalkan. Tidak ada guna belajar dari yang tidak bisa membuktikan ucapannya. Hanya membuang waktu saja.

Jika ternyata memang sudah lebih dari saya, barulah saya baca dan kemudian pertimbangkan, apakah perlu dipergunakan atau tidak isinya. Maklum juga, banyak permainan di dunia blogging dan saya tidak mau menjadi sapi perahan saja.

Yah, maklum lah saya sudah menjadi blogger kelas “3 SMP”, dan tidak mudah lagi dibodohi oleh tulisan-tulisan berisi impian dan omong kosong saja.

Saya sudah berhenti belajar darimana saja dalam hal ini.

Saya sudah lebih pintar… sedikit.

6 thoughts on “Belajar [TIDAK] Darimana Saja”

  1. Selamat yach Pak Sudah lulus SD …. 🙂 sebentar lagi SMA loh…… 🙂

    Saya butuh banyak belajar dari Pak Anton agar bisa naik kelas… 🙂

    Reply
  2. waduh kelas 3 smp toh mas. Saya mulai ngeblog sejak kelas 2 smp, tapi masih dengan tampilan blog yang lebay dan sedikit alay heheh.

    Reply
  3. wkwkw.. alexa itu berdasarkan seberapa ramai pengunjung ke blog kan om? kalau sudah sejutaan artinya pengunjungnya kira2 berapa ya sehari? terus kalau di atas sejuta pasti lebih banyak pengunjungnya. blog ku kapan ya bisa ramai juga.

    Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply