Berapa Harga Membuat Website? Bukan Saya Menolak Rejeki

“Bagaimana kita bisa kaya, Mas?”. begitu canda sang mantan pacar yang sudah menjadi teman hidup selama lebih dari 17 tahun. Seloroh ini keluar darinya dalam sebuah percakapan singkat tentang jawaban suaminya terhadap sebuah pertanyaan terkait dengan pekerjaan part timenya sebagai blogger.

Pertanyaan itu adalah “Berapa harga membuat website?”.

Pertanyaan ini diajukan oleh seorang tetangga yang tinggal dalam lingkungan yang sama. Ia hendak membangun sebuah website untuk bisnisnya yang berfokus pada pemasaran dari buah-buahan produksi para petani di wilayah Bogor. Sebuah bisnis yang baru mulai ditekuninya.

Lengkapnya, pertanyaan itu ada di screenshoot chat Whatsapp seperti di bawah ini.

Berapa Harga Membuat Website? Bukan Saya Menolak Rejeki

Sebuah kesempatan merubah hobi dan skill menjadi uang. Bukan begitu? Ini adalah salah satu jenis sumber pemasukan yang banyak disebutkan oleh banyak blogger.

Dan, lalu apa jawaban saya?

Berapa Harga Membuat Website? Bukan Saya Menolak Rejeki

Ya, itu jawabannya. GRATIS! Tidak ada bayaran yang dipungut.

Bisa dimengerti mengapa si yayang mengeluarkan canda seperti itu. Tidak marah. Ia paham betul tentang suaminya yang terkadang keras kepala, tetapi ia juga sadar bahwa akan selalu ada alasan tentang mengapa keputusan itu diambil.

Yang jelas bukan karena saya menolak rejeki. Bukan pula karena saya tidak mampu membuat paket harga pembuatan website. Hal itu mudah saja dilakukan dan hanya tinggal hitung-hitungan angka saka.

Tetapi, ada pertimbangan sendiri mengapa jasa tersebut digratiskan. Pertimbangannya

1. Saya tidak berbisnis dengan tetangga. 

Resikonya tinggi karena yang dipertaruhkan bukan hanya uang saja, tetapi juga hubungan antar manusia di dalamnya. Bisnis selalu punya resiko gagal, 50-50 dan saya tidak berani mempertaruhkan hubungan baik yang sudah ada hanya sekedar ditukar dengan uang.

Kalau terjadi kegagalan dalam bisnis, hubungan antar manusianya rentan terganggu. Padahal, kita berdua tinggal di lingkungan yang sama, entah sampai kapan

2. Tidak punya waktu cukup. 

Sehari-hari saja sudah kerepotan dalam mengisi blog sendiri, sekarang harus juga mengawasi website milik orang lain. Memang akan ada admin yang mengawasi, tetapi dengan kemampuan teknik yang ada, pastinya ia akan tetap kesulitan.

Sayangnya, di lingkungan kami saat ini, cuma ada satu orang yang bisa menguasai pembuatan website berbasis WordPress Self Hosted, yaitu saya. Jadi, kalau ada masalah pada website tersebut, ujung-ujungnya, saya juga yang akan dipanggil.

 Padahal belum tentu saya punya cukup waktu untuk memenuhi panggilan

3. Saya ingin mengajarkan ngeblog kepada tetangga

Sisi idealis saya menginginkan adanya perubahan dalam lingkungan dimana setiap orang bisa memanfaatkan blog dan website untuk bisnis. Itulah mengapa saya pernah mengadakan kelas blog kepada siapapun yang mau. Bahkan, saya juga menawarkan kepada tetangga yang lain, yang memiliki kedai kopi untuk menbuat website sebagai usaha promosi dan branding produknya.

Semua juga tidak berbayar karena saya anggap sebagai sumbangan dalam pengembangan lingkungan.

Saya pun harus berlaku adil disini. Yang lain diberikan gratis, maka tetangga yang inipun juga harus gratis.

Meski kelas blog tidak begitu berhasil karena kurangnya konsistensi ngeblog, tetapi setidaknya sudah ada beberapa warga yang mulai tertarik.

4. Investasi tidak selalu berbentuk uang

Bagi banyak orang, hal ini adalah menolak rejeki. Saya melihatnya dari sudut pandang lain, suatu waktu memang saya akan melangkah ke sisi bisnis di dunia blogging dan website. Suatu waktu itu salah satu tujuannya.

Untuk itu, maka saya harus mempersiapkan membangun nama dan jaringan. Sesuatu yang sulit dilakukan karena kesulitan waktu.

Nah, paket website berharga 0 ini adalah semacam promosi. Tentunya, sebagai seorang pebisnis, ia memiliki banyak relasi dan tentunya kalau website ini berjalan, ia tentu akan dengan senang hati menyebutkan nama pembuatnya, yaitu saya.

Jadi, akhirnya..

Tidak ada deretan rupiah yang akan dibayarkan, tetapi saya menukarkannya dengan kesempatan mendapatkan “nama”. Tidak beda dengan teknik promosi, yaitu digratiskan atau dimurahkan di awal untuk memperkenalkan diri.

Terdengar mengada-ada alasannya, tetapi dalam hal ini pertimbangan-pertimbangan itu mendorong untuk mengambil langkah ini. Memang artinya rekening tidak akan bertambah jumlahnya, tetapi saya percaya bahwa segala sesuatu pasti ada imbalannya di suatu hari nanti.

Apa yang terlihat seperti menolak rejeki, menurut saya adalah lebih sebagai “investasi” bagi kehidupan saya dan keluarga di masa yang akan datang.

8 thoughts on “Berapa Harga Membuat Website? Bukan Saya Menolak Rejeki”

  1. ini namanya sedekah di awal,walaupun secara kasat mata enggak ada hasilnya sebetulnya ada yang di capai yaitu kepuasan hati, rasa senang dan kebahagiaan.

    karena hakekat rezeki bukan hanya uang tapi sehat, bahagia juga rezeki.
    maaf bukan menasehati. saya jadi kepikiran buat kelas blog gratis buat para tetangga di rumah. Biar pada minat ngeblog

    yang Parah itu, kalau boleh di bilang dalam keluarga besar cucu-cicit baik dari pihak istri atau saya cuma saya aja yang jadi Blogger. jadi di rumah enggak punya sama sekali temen se-hobi.

    Coba bayangkan itu, pak. saya kadang merasa sendirian. Tapi alhamdulillah saya punya Pak Anton sekarang dan teman-teman blogger lainnya.

    Reply
    • Buat mas…berat memang tetapi kalau mau melakukan perubahan kan harus mau dan rela meluangkan waktu dan tenaga.. iya kan.. siapa tahu membwa perubahan bagi lingkungan.

      Iyah, saya senang juga ketemu dengan rekan-rekan di dunia blog biar tidak banyak, tetapi menambah luas wawasan pertemanan

      Reply

Leave a Reply to Masandi Wibowo Cancel reply