Zona Nyaman Menulis : Kreatifitas Bisa Macet Tanpa Terasa

Zona Nyaman menulis Kreatifitas Bisa Macet Tanpa Terasa

Zona nyaman? Seperti apa sih bentuknya dan mengapa sih banyak pebisnis sukses atau motivator selalu menyarankan untuk meninggalkan “zona nyaman” agar bisa terus maju?

Yah, jujur saja, pertanyaan yang sulit. Rumit untuk menjelaskan tentang apa itu zona nyaman dan efeknya bagi perkembangan seseorang. Bentuknya juga vervariasi tergantung individu masing-masing dan juga lingkungan dimana ia hidup.

Setiap orang tidak sama, dan setiap orang punya zona nyamannya masing-masing.

Memang, istilah ini agak filosofis dan menggambarkannya secara jelas membutuhkan kata yang sangat panjang dan bisa lebih dari 20 ribu kata.

Untungnya, beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah anekdot tentang dugaan strategi politik yang dipakai Pakde Jokowi dalam menghadapi lawan-lawan politiknya. Sederhana sekali anekdotnya, tetapi sangat mengena dan menjelaskan dengan gamblang apa itu zona nyaman dan bahayanya.

Analogi tentang zona nyaman

“Bagaimana cara mematikan kodok hidup tanpa memakai pisau dan si kodok tidak boleh merasa sakit?”

Bisa menjawab pertanyaan itu?

Jawabannya :

  1. Masukkan kodok itu ke dalam panci berisi air
  2. Biarkan ia bebas berenang disana selama beberapa menit
  3. Kemudian, pindahkan panci ke atas kompor
  4. Nyalakan kompor dengan api yang kecil

Dan, tidak akan perlu pisau untuk menghilangkan nyawanya, dan kemungkinan besar ia tidak menyadari kematiannya.

Zona nyaman.

Kodok akan nyaman di air karena memang hewan ini hidup disana. Berada di dalam lingkungan yang dikenalnya, dan kemudian menyesuaikan diri, membuatnya serasa di lingkungan sendiri. Ia tidak akan menyadari bahwa ada bahaya yang mengintai, yaitu manusia, yang berniat untuk menjadikannya swike atau makanan lainnya.

Nyala api yang kecil tidak akan membuat air panas secara cepat, tetapi pasti suhu air akan naik terus secara perlahan. Kodok tidak akan menyadari hal ini karena ia akan menyesuaikan dengan perubahan sedikit demi sedikit, hingga sudah terlambat untuk bereaksi. Kenaikan suhu yang perlahan ini tidak mengganggu zona nyaman si kodok, tetapi merubahnya secara perlahan dan membuat si kodok tidak menyadari perubahan yang terjadi.

Sang kodok akan terus berada di zona nyamannya, sampai semua terlambat. Dan, dia akan mati.

Entahlah, apa benar yang dikatakan anekdot itu? Tetapi, intinya itu menjelaskan sesuatu dengan jelas apa zona nyaman. Dalam hal si kodok, zona nyamannya adalah air, sebuah lingkungan yang sangat dikenalnya dan disukainya.

Adakah Zona Nyaman Dalam Hal Menulis/Blogging?

Tidak ada.

Tidak ada karena kegiatannya sendiri tidak memiliki rasa. Jadi, memang tidak ada. Tetapi, zona nyaman adanya di hati si penulisnya/bloggernya.

Pernahkah menyadari ketika manusia sudah suka pada sesuatu, maka ada kecenderungan ia akan terus mengulanginya lagi dan lagi? Seperti kalau kita suka es krim rasa strawberry, karena sukanya, kita akan membeli dua tiga kali, dan bahkan setiap hari kita mengkonsumsinya.

Itu adalah sebuah bentuk zona nyaman. Rasa suka kita yang membentuknya.

Saat menulis, ada kecenderungan sebagai blogger, untuk menulis berdasarkan gaya dan cara yang kita sukai. Karena suka menulis artikel pendek, maka terus menerus biasanya kita akan menulis postingan yang singkat saja. Jarang sekali kita menulis artikel panjang, karena rasanya membosankan.

Dan, disanalah zona nyaman “menulis” terbentuk.

Tidak beda dengan penggemar es krim, rasa suka kerap menghambat kita untuk menemukan hal yang lain. Semua dipandang “tidak sesuai”, “tidak menyenangkan”, dan “mungkin berbahaya”. Yang seperti ini akan menjadi penghalang untuk mencoba sesuatu yang baru.

Semua terpola untuk menghasilkan rasa nyaman saja di hati. Ujungnya lahir rasa takut, yang membuat seseorang terjebak dalam “zona nyaman” itu semakin dalam. Persis seperti si kodok dalam panci.

Zona Nyaman Berbahaya?

Pernah Anda merasa suka mendengarkan musik? Pasti. Dan, karena rasa suka itu, Anda membeli earphone sehingga bisa alunan musik penyanyi favorit bisa masuk ke dalam telinga dimanapun berada.

Setiap hari Anda berjalan ke kantor sambil memakai earphone.

Dan, kemudian ketika menyeberang jalan, saking asyiknya, Anda tidak menyadari kedatangan truk atau sepeda motor yang ngebut. Bisa bayangkan apa yang terjadi?

Zona nyaman itu melenakan. Membuat orang yang berada di dalamnya tidak menyadari bahwa ada “bahaya” yang datang. Si kodok tidak menyadari bahwa air semakin panas karena ia merasa nyaman dan akhirnya sudah terlambat.

Dalam menulis pun sama, seorang yang suka memakai sistem “listicle” atau “bucket list” alias yang berbentuk daftar dan mendapatkan hasil yang bagus, akan terus menerus menggunakan teknik yang sama dalam setiap penulisan. Maklumlah kesuksesan itu membius.

Pada akhirnya ia tidak menyadari bahwa hal itu bisa menjadi sangat membosankan bagi pembacanya. Tidak semua orang menyukai gaya “memberikan daftar”. Banyak yang butuh penjelasan rinci dan detail. Bukan sekedar ide-ide yang diurutkan berdasarkan abjad (atau entah apa).

Bukan tidak mungkin ia pada akhirnya akan ditinggalkan pembacanya. Karena pola yang terus menerus sama akan membosankan.

Begitu pula, para blogger yang kecanduan SEO. Mereka mungkin sekali akan terjebak untuk mengutamakan penerapan teknik SEO dalam setiap tulisannya, dan tidak lagi berpikir bahwa pembacanya adalah manusia dan bukan mesin. Tetapi, karena terbiasa dan sudah merasakan hasilnya, ia bisa tidak peduli. Selama pengunjung organik dari mesin pencari Google datang, berarti itu pertanda mereka suka tulisan Anda.

Selesai.

Padahal tidak demikian. Pengunjung yang datang belum tentu menyukainya. Ia hanya kebetulan mencari informasi dan mengklik apa yang ditampilkan Google. Bukan berarti ia menyukainya.

Sang blogger terjebak dalam pemikirannya sendiri dan kriteria yang dibuatnya sendiri bahwa kalau berkunjung ke blog merupakan pertanda si pengunjung suka dan memujanya. Pertanda, ia adalah orang berhasil dan sukses.

Terjebak dalam zona nyaman dan pemikirannya sendiri.

Keluar Dari Zona Nyaman Sesering Mungkin

Zona nyaman itu panci yang berisi air yang perlahan memanas dan bisa mematikan.

Dalam hal menulis, terbiasa terus menerus dengan gaya, cara, atau jumlah kata yang sama bisa menjadi “panci berisi air” itu. Mnejebak dan nyaman. Dan, kalau terlalu sering, yang paling berbahaya adalah mematikan kreatifitas penulisnya sendiri.

Karena terlalu terbiasa menulis dengan pola yang sama, ia seperti terus membentuk diri menjadi mesin penghasil artikel dan bentuk hasilnya serupa tetapi tidak sama.

Dan, kalau hal ini terus berlanjut, sang penulis akan terkungkung dalam kotak buatannya sendiri dan tidak bisa berkembang. Mirip seperti belalang yang sebenarnya bisa melompat lumayan tinggi dan jauh, jika ia dimasukkan ke dalam sebuah kotak berukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, setelah beberapa lama di dalamnya, ia tidak akan bisa melompat seperti sebelum tinggal di dalam kotak.

Hal itu terjadi karena ia pada akhirnya “terbiasa” hidup di dalam kotak.

Hal ini bisa dikata “berbahaya” bagi perkembangan seorang penulis sendiri karena seorang penulis, atau blogger, mengandalkan pada kreatifitas dalam hal menulis. Dan, kalau kreatifitas itu menyempit dan menyempit, pada akhirnya ia akan kehilangan sangat banyak karena akan sulit sekali berekspresi dan berkreasi secara bebas.

Itulah mengapa saya kerap “tidak konsisten” saat menulis, dan juga memiliki banyak blog. Tujuannya, selain beternak blog, adalah mencegah diri sendiri masuk ke dalam “kotak” berukuran terlalu kecil. Saya tidak ingin terpola dengan kebiasaan dan membentuk zona nyaman bagi diri saya.

Kadang saya menulis panjang sekali, kadang pendek. Tidak jarang menulis secara argumentatif, tetapi juga mencoba menulis secara deskriptif.

Semua karena saya tidak mau berada lama di satu “tempat” nyaman karena bisa menjebak saya masuk ke dalam zona nyaman. Dan, itu “berbahaya” bagi perkembangan saya sebagai seorang blogger.

Dengan mencoba berbagai hal yang baru, bahkan bertentangan, syaa mencoba untuk selalu keluar dari zona nyaman secepat mungkin. Bahkan, diusahakan zona nyaman itu tidak sampai terbentuk.

Saya ingin terus menulis dan untuk itu saya tidak boleh merasa bosan. Kalau sudah bosan, biasanya hasilnya akan “berhenti”, dan zona nyaman itu cenderung pada akhirnya berujung pada kebosanan. Untuk itulah saya akan terus meloncat, seperti kodok di alam liar dan bukan kodok di dalam panci.

Entah bagi Anda? Saya tidak tahu zona nyaman apa yang ada di hidup Anda? Tetapi, kalau boleh saran, cobalah keluar dari zona nyaman itu sendiri. Anda akan menemukan bahwa dunia lebih menarik dan menyenangkan dengan cara itu dibandingkan dengan hanya berada di bantal kenyamanan.

Cuma pertanyaannya? Maukah Anda?

4 thoughts on “Zona Nyaman Menulis : Kreatifitas Bisa Macet Tanpa Terasa”

  1. Zona nyaman, seperti kodok yang diceritakan diatas sangatlah menarik. Ya, jadi blogger harus berani dengan gebrakan baru. Harus berani sering menulis, tapi kalau soal tulisan panjang tersebut ,wah lebih tepatnya jadikan buku saja.

    Reply
  2. Mencoba gaya penulisan diluar dari gaya kita selama ini, memberikan saya pengalaman keluar dari zona kenyamanan dalam menulis artikel sebelumnya.

    Reply

Leave a Reply to Djangkaru Bumi Cancel reply