Bagaimana Cara Saya Memilih Guru Ngeblog? Siapa Saja Blogger Guru Itu?

Bagaimana Cara Saya Memilih Guru Ngeblog? Siapa Saja Blogger Guru Itu?

Saya pernah jadi blogger pemula dan bahkan sampai saat ini saya masih mengkategorikan diri saya sebagai newbie atau pemula. Tetapi, tentu saja, saya, “si pemula” hari ini berbeda dengan saya “si pemula” empat tahun yang lalu.

Bedanya, saat ini setidaknya sudah ada sedikit pengetahuan tentang cara ngeblog yang nyantol di kepala.dibandingkan saat itu yang masih blank alias kosong sama sekali. Saat itu adalah saat dimana saya masih berpikir bahwa semua konten yang ditampilkan oleh Yahoo atau Google adalah hasil karya dari pegawainya mereka saja, atau setidaknya jasa orang-orang/perusahaan yang mereka bayar untuk membuat artikel.

Bodoh yah? Memang, saat itu memang saya akui masih teramat sangat bodoh dalam hal yang namanya blogging itu. Walau saya tahu bahwa ada fasilitas blog gratis, tetapi tidak terpikirkan bahwa orang-orang biasalah yang menuliskan artikel itu.

Dan, ketika saya memutuskan untuk terjun ke dunia itu, tentunya tidak mungkin saya langsung melakukannya. Sebagai seorang bodoh yang pengetahuannya bisa dikata kosong, mau tidak mau langkah pertama yang diputuskan untuk dilakukan adalah satu hal saja, BELAJAR.

Mau tidak mau.

Meskipun saya sudah gemar berdiskusi dan berdebat di berbagai forum internet, saya tidak memiliki landasan dan dasar pengetahuan yang cukup untuk menjadi seorang blogger. Membuat sebuah blog di blogspot saja, saya tidak memiliki cukup ilmu.

Jadi, saya pikir langkah pertama yang harus dilakukan adalah belajar. Begitulah logikanya. Anda juga berpikir demikian kan?

Tetapi, setelah menjalani selama beberapa waktu berkutat dengan dunia internet dan mencari berbagai tulisan atau artikel tentang blogging, saya menyadari ada satu kesalahan yang dilakukan. Pengetahuan yang bisa dikata minus tentang dunia blogging membuat logika saya tidak berjalan sesuai dengan yang dimau.

Ternyata, setelah berkelana kesana kemari di dunia internet, saya menyadari bahwa ada “terlalu banyak” guru disana. Semua orang menjadi guru dan mengajarkan sesuatu di internet. Dan, saya mengalami kesulitan dalam memilih guru mana yang cocok.

Itulah kesalahan yang saya lakukan.

Saya tidak mengenal medan dan hasilnya saya kebingungan sendiri untuk menentukan guru ngeblog mana yang harus diikuti dan dicoba caranya. Kesalahan ini pada akhirnya membuat saya harus membuang waktu cukup lama karena ketika mencoba apa yang diajarkan guru A si blogger ngetop, hasilnya mentok. Beralih ke B, satu berhasil lainnya gagal.

Semua tidak berjalan seperti apa yang “saya inginkan”. Banyak kegagalan, sebelum kemudian timbul kesadaran bahwa yang salah bukan gurunya, tetapi saya sendiri yang berbuat kesalahan. Jalan yang saya pilih salah.

Tidak mungkin bagi saya untuk mengikuti semua ajaran yang dihadirkan para “guru” di internet dan baru beralih setelah gagal. Hasilnya akan sangat memakan waktu dan perjalanan ngeblog saya tidak akan berjalan dengan baik.

Akhirnya, saya menetapkan sedikit kriteria bagi guru ngeblog darimana saya akan belajar. Memang langkahnya lucu dan kadang tidak masuk akal, tetapi hal itu membantu saya menetapkan website yang akan menjadi ruang kelas belajar blogging.

Kriterianya sederhana :

1. Peringkat Alexa

Maklum, pengetahuan masih minim sangat, tetapi hasil baca sana sini, saya melihat bahwa peringkat Alexa sepertinya menjadi salah satu acuan keberhasilan seorang blogger. Jangan tertawa yah, kalau ingat itu, saya sekarang pun sering tertawa senidiri ketika tahu bahwa peringkat Alexa bisa dimanipulasi.

Tetapi, saya tetapkan kriteria berdasarkan ini, yaitu sebuah blog yang berperingkat Alexa di bawah 500,000 atau lebih kecil adalah tempat belajar yang baik.

Kok begitu? Prinsip sederhana saja, kalau saya mau belajar mengelola blog, maka haruslah dari orang yang sudah mampu membuat blognya sendiri “terkenal” dan “berhasil”. Tidak ada guna belajar dari orang yang bahkan tidak bisa membuktikan apa yang dikatakannya.

Bagaimana bisa belajar menjadi kaya, kalau untuk membuat dirinya sendiri kaya saja belum bisa? Logis kan.

2. Tidak Suka Pamer

Entah berapa puluh komunitas blogger saya masuki dan bahkan menjadi anggota. Tujuannya, ya itu tadi seperti Jaka Sembung mencari guru. Dari sana saya bisa melihat apa yang dikatakan oleh seseorang, karakter mereka, dan bagaimana mereka mengulas tentang suatu hal.

Ternyata, pemikiran saya berubah pada saat itu, karena banyak sekali blogger yang justru menjadi sangat narsis dan menampilkan berbagai pencapaiannya sendiri dibandingkan niat berbagi. Pandangan saya sebelum itu blogging adalah berbagi dan bukan bernarsis ria ala media sosial, dan saya salah lagi saat itu.

Tercium sekali bau niat melakukan promosi dengan menampilkan berbagai screenshoot keberhasilan disana sini. Maklum, saya juga seorang marketing di dunia nyata, dan praktek seperti ini sering membuat hidung saya mendengus karena terbiasa dengan “aroma”nya

Jadi, saya putuskan untuk memisahkan berlian dari pasir, saya harus menyaring dan mengayak. Sebuah kriteria tambahan hadir, bahwa blogger itu tidak boleh seorang yang tukang pamer, karena biasanya kalau orang sudah suka pamer, ada niat terselubung di baliknya, yaitu menjadikan saya pasar bagi dirinya..

3. Tulisannya Enak Dibaca

Di zaman SMP, saya tidak suka diajar seorang guru matematika, karena suaranya pelan dan dia tidak bisa menjelaskan secara rinci.

Apalagi saya pernah menjadi guru di sebuah lembaga bimbingan belajar. Jadi, saya berpikir bahwa sudah selayaknya seorang guru harus mampu memberikan penjelasan yang memuaskan.

Rupanya hal itu, terbawa oleh saya, jadi selama memilah blogger yang bisa dijadikan guru ngeblog, ada sedikit patokan dalam hal ini, yaitu tulisannya harus enak dibaca dan memberi penjelasan rinci. Tanpa itu, biasanya walau peringkat Alexa-nya bagus, ya setelah membaca 1 halaman, saya tinggalkan.

Ternyata, hasilnya saya memutuskan tidak kembali ke banyak blog karena hal itu. Karena banyak sekali tulisan yang tidak enak dibaca atau membosankan.

Tiga hal itulah yang menjadi dasar saya memilih guru sekitar 4 tahun yang lalu.

Bagaimana hasilnya? Apakah saya menemukan guru ngeblog yang bagus dan handal?

TIDAK sekaligus YA.

Heran kan?

TIDAK karena saya menemukan fakta bahwa sebenarnya tidak ada guru di internet. Tidak ada suhu, tidak ada master. Yang ada adalah orang-orang yang berbagi pengetahuan atau apa yang diketahuinya. Yang ada adalah orang yang berlagak jadi guru dan master. Yang ada orang yang berbagi pengalaman.

Tidak ada guru. Jadi, kalau saya mencari guru, disitu ada kesalahan berpikir yang saya lakukan. Dan, harus diakui saya salah besar dalam hal ini.

Jadi, TIDAK, saya tidak menemukan nama blogger/webmaster untuk dijadikan guru saya.

Tetapi disisi lain, saya memang menemukan “guru” itu. Karena itulah ada jawaban YA, saya menemukan dan sudah memilih guru ngeblog yang baik.

Mau tahu siapa?

Sebenarnya bukan siapa, tetapi APA? Karena bentuknya bukan manusia, tetapi ada pada DUNIA BLOGGING itu sendiri dan PENGALAMAN DIRI SENDIRI.

Begitu kenyataannya.

Karena setelah bergelut mencari “guru” selama 2-3 bulan, saya menemukan bahwa banyak hal yang tidak bisa saya percayai. Banyak penjelasan di internet yang tidak masuk akal atau bertentangan dengan logika.

Belum lagi, saya menyadari bahwa banyak orang yang berlagak jadi guru dan master serta berusaha membesar-besarkan pencapaian dirinya. Sulit sekali memisahkan satu persatu, walau sudah membuat kriteria.

Saya sempat mengikuti newsletter dari beberapa blogger papan atas, tapi setelah berapa lama memutuskan untuk berhenti karena rasanya seperti menjadi pasar bagi celotehan mereka saja. Tidak ada timbal baliknya, dan itu pertanda dia bukan guru yang baik karena guru yang baik akan membiarkan sebuah interaksi terjadi, dan bukan sekedar bermonolog.

Dari sanalah saya mengambil kesimpulan akhir, bahwa pendekatan “mencari guru” itu sendiri sebuah kesalahan yang paling besar yang saya lakukan.

Seharusnya, saya percaya pada apa yang selama ini saya yakini, bahwa belajar itu bisa darimana saja. Guru bisa siapa saja. Anak kecil sekalipun bisa menjadi guru, dengan syarat saya membuka mata, telinga, hati, dan pikiran untuk merenungkan apa yang disampaikan.

Jadi, akhirnya saya memilih untuk memandang apapun yang saya baca di internet sebatas informasi  atau teori yang harus diolah, dan kemudian dibuktikan dengan cara melakukannya sendiri.

Banyak orang yang sudah berbagi pengalaman mereka dalam dunia blogging, dan saya hanya perlu mencobanya sendiri untuk mengetahui apakah cocok untuk diri sendiri atau tidak. Tentunya, saya tetap memilih hal-hal yang masuk akal berdasarkan pengetahuan saya yang cetek itu.

Kalau cocok, pakai, kalau tidak buang. Sesederhana itu ternyata.

Dan, untuk mencoba atau membuktikan itu, saya tidak bisa hanya membaca informasi saja. Pembuktian memerlukan usaha dan hal itu tidak bisa dilakukan tanpa mengalaminya sendiri. Seperti sebuah hipotesa yang harus dibuktikan kebenarannya.

Jadi, saya harus memiliki blog untuk bisa membuktikannya.

Mulailah saya membuat blog dengan blogspot pada September 2014, sebelum kemudian, setelah beberapa bulan, langsung beralih ke WordPress Self Hosted , dan sekarang bolak balik antara blogspot dan WordPress.

(Terima kasih buat mereka yang sudah mengulas tentang teknis pembuatan blog, silakan kalau mau Anda boleh menyebut diri sebagai guru saya.)

Sikap inilah yang kemudian menghadirkan guru kedua, guru turunan yaitu PENGALAMAN DIRI SENDIRI.

Dalam perjalanan ngeblog itu, saya mencoba banyak hal dan gagal dalam banyak hal. Sampai hari ini pun, masih tetap mengalami kegagalan yang banyak.

Tetapi, dari berbagai kegagalan itulah, saya menyerap banyak pengetahuan dan mendapatkan bukti yang banyak pula.

Seperti, banyak teori yang ditebarkan oleh para blogger master (atau berlagak master) sekalipun banyak yang sebenarnya berbasiskan data yang tidak sahih dan mendekati mitos saja. Hal itu karena saya pernah membandingkan sendiri kecepatan beberapa website ternama dan ternyata walau loading mereka lambat, pengunjungnya tetap saja bejibun.

Juga, bahwa artikel pendek bisa sama efektif dan informatifnya dengan artikel panjang, meski para blogger “master” bersabda bahwa artikel panjang lebih baik. Tidak seidkit bukti bahwa banyak blogger tidak sepintar yang mereka kira.

Jangan tanya prosesnya untuk mengetahui semua itu. Panjang, dan menyakitkan terkadang. Tidak ada kegagalan dan kesalahan yang tidak menyakitkan dan menyebalkan, dan saya mengalami banyak hal itu.

Tetapi, itulah yang membuat saya sekarang menjadi “newbie yang sedikit lebih berpengetahuan”/ dan berbeda dari newbie 4 tahun yang lalu.

Tidak mudah lagi, saya ditipu oleh tulisan atau screenshoot mereka yang berlagak master. Tidak lagi mudah terpengaruh atas berbagai teori. Dan, bahkan sudah belajar sedikit-sedikit menentang dan berantem dengan orang yang berlagak menjadi master atau guru.

Dunia blogging lah yang membuat saya demikian.

Dialah guru saya sebenarnya. Yang merubah saya dari seorang “newbie bodoh tak berpengetahuan” menjadi seorang “newbie yang sudah sedikit lebih berpengetahuan”.

Nah, itulah guru ngeblog saya. (Tapi, karena Dunia Blogging sendiri tidak memiliki wujud, supaya lebih menyenangkan, saya membayangkannya seperti guru di foto pada awal artikel, boleh kan?)

Siapa guru ngeblog Anda? Boleh berbagi?

21 thoughts on “Bagaimana Cara Saya Memilih Guru Ngeblog? Siapa Saja Blogger Guru Itu?”

  1. Saya juga pemula yang masih terus belajar meski sudah 6 tahun ngeblog. Satu satunya bloger yang saya anggap guru adalah Herman Yudiono "blogodolar" dari sanalah semangat make money blogging muncul meski spiritnya saja yang saya ambil sedang teknis nya saya banyak belajar dari pengalaman, coba coba jika hasil saya lanjutkan begitu seterusnya.

    Reply
  2. Kalau mas Anton punya pemikiran awal saat ngeblog, ngertinya para pembuat artikel adalah staff Google atau Yahoo .. kalo aku awal ngeblog bingung cara menyetting blog 😊
    Pernah kucoba,settingan gambar artikel jadi ngga pas.

    Bener apa kata mas .. dari pengalaman utak atik yang aku kerjakan, guru terbaik adalah diri kita sendiri.
    Sambil sesekali menyaring informasi yang masuk/dilihat.

    Reply
  3. Guru ngeblog saya adalah "kegagalan"! Seperti bagian dari yang tertulis dalam artikel ini. Dari berbagai kegagalan itulah saya terus belajar hingga memahami bahwa 26 abjad dari A-Z, jika dirangkai sedemikian rupa, maka akan mampu mengantarkan kita untuk bisa menjangkau sejauh apapun dunia.

    Reply
  4. Tercerahkan dengan tulisan mas bahwasanya banyak yang berlagak menjadi guru di dunia blogging namun nyatanya mereka juga newbie yang berpengetahuan lebih baik dari saya hehehe :D.

    Kalu ditanya guru saya sebelum membaca artikel ini banyak mas. Setelah membaca artikel ini saya jadi ngeh siapa guru saya sebenaranya zehahaha.

    Terima kasih atas artikelnya yang sangat berfaedah dalam menyampaikan lika-liku perjalanannya didunia blogging mas.

    Reply
  5. saya baca sambil ketawa-ketawa om, terutama pada poin nomor 2 "tidak suka pamer"

    hampir semua blogger itu mengalami hal yang sama om, termasuk saya yang pemula ini seperti ditakjubkan untuk mengikuti cara si A atau B pada awal-awal.

    dan poin tidak suka pamer itu yang ternyata memang dilakukan suhu beneran, saya pertama kali ngeblog untung dibimbing ama temen saya yang berpengalaman, pendapatan 7 digit setiap minggu dari blog-blog dia udah biasa, karena saya dan teman saya sudah sibuk masing-masing, saya jadinya berguru sama mbah google.

    tapi, pada poin 2 rasanya saya ingin tampol online pake SS orang begitu wkwkwk, takut malah ikutan buruk, jadinya gak jadi deh, takut dosa saya

    Reply
  6. sudah hampir seminggu kegiatan saya menulis artikel terhenti. cerita awalnya, bukan lain karena saya ingin lebih baik lagi dalam menulis sebuah artikel. dari niat itu saya berselancarlah ke google, mencari kata kunci yang terkait menulis artikel baik. akhirnya saya pun menemukan dan membaca artikel di satu situs itu, memang banyak sekali artikel tentang blogging di sana. tetapi setelah membacanya, membuat saya ingin membuat yang sama seperti dia buat. saya berpikir harus membuat artikel seperti itu. lah saya masih awam, akhirnya waktu saya terbuang percuma hanya untuk memikirkan ide apa saja yang akan saya tulis. sedangkah setelah meninjau tulisan-tulisan saya sebelumnya isinya masih sekedar hal-hal yang saya ketahui secara pribadi saya.

    saya pun sempat menanyakan hal ini kepada teman saya yang sudah lama ngeblog, dan dia pun bisa memotivasi saya kembali.

    akhirnya setelah membaca tulisan ini saya kembali tersadar bahwa memang di internet banyak sekali org yang bisa menjadi guru. tapi jangan lupa kemampuan diri sendiri untuk membuat hal yang mampu diperbuat. makasih mas. tulisan bermanfaat. maaf kalau komentar saya bahasanya agak berantakan.

    Reply
    • Anda yang memilih apa yang mau Anda ketahui dan pelajari dan tetukan siapa yang menurut Anda pantas menjadi guru Anda.. itu hak Anda kok, bukan orang lain.

      Cuma sebenarnya kalau belajar dari kehidupan, siapapun bisa menjadi guru bagi orang lain.. siapa saja bisa menjadi guru kita

      Reply
  7. Lagi mencarinya Ndan wkwk. Apalagi dunia digitalisasi jadi tempat berselancar yang tepat untuk menemukan guru atau apapun itu "tapi tetap dengan konteks baik". Saya kira awalnya, blogger yang sudah memiliki domain atau sudah banyak mengeyam kode2 memiliki latarbelakang IT. Ternyata tidak sepenuhnya benar, ada banyak dari kalangan muda justru sebaliknya.

    Tapi terima kasih untuk pencerahannya. Salam kenal dan happy blogging

    Reply
  8. @Munawir… hahahaha.. ga bisa membimbing mas. Disini bukan lembaga bimbingan Blogging .. hahahaha.. disini cuma rumah seorang kawan tukang usil saja

    Reply
  9. hihihihi betulll..

    Guru dan panutan ngeblog saya adalah pengalaman diri hahaha.

    tetap juga mengamati blog lain, tapi sebagai referensi saja, saya lebih suka mencari tahu sendiri apa yang ingin saya ketahui.

    Makanya, saya kadang nggak langsung percaya kalau ada orang yang ngomongin teori blog, biasanya saya bahkan mengecek blognya dulu.

    Lucu kan kalau ilmu ngeblognya dibagikan seperti ini dan itu, tapi kenyataannya dia sendiri nggak melakukan hal itu, hehehe.

    Reply

Leave a Reply to Mas Nawir Cancel reply