Ingin Punya Perpustakaan Digital

Ingin Punya Perpustakaan Digital

Pada salah satu postingan di blog ini yang dipublish beberapa waktu yang lalu, saya pernah bercerita bahwa ada tumpukan majalah tua yang berdebu dan tak tersentuh di rumah mendiang ibunda.  (Baca : Tumpukan majalah tua nan usang penyimpan sejarah)

Bagi banyak orang, biasanya yang seperti ini akan diselesaikan dengan memanggil tukang loak supaya ia bisa menimbang dan kemudian menukarnya dengan beberapa lembar uang sepuluh ribuan. Lumayan untuk membeli bakso sekeluarga.

Sayangnya, sebagai seorang mantan kutu buku, yang gemar sekali membaca, hal itu sulit untuk dilakukan. Ada rasa di hati yang mencegah hal itu dilakukan, ada rasa sayang.

Bagi banyak orang mungkin tumpukan majalah tersebut adalah barang tak berguna dan hanya tumpukan kertas menguning dan berdebu saja, tetapi sebenarnya di dalamnya banyak sekali sejarah manusia dalam bentuk tulisan.

Seperti, pernahkah Anda tahu nama asli Ayu Azhari sebelum terkenal? Nama yang terkenal sekarang itu bukan nama aslinya dan sebelum itu nama aslinya adalah Khadijah. Hal itu terdapat dalam salah satu majalah Jakarta-Jakarta yang entah sekarang tertimbun di bagian mana tumpukan majalah tua itu.

Kalau melihat bagaimana potongan koran tua yang dipajang di berbagai museum, disana terlihat bahwa apa yang tercetak di atas kertas-kertas kuning itu bisa memiliki makna serupa di masa datang. Sayang kalau hanya dijadikan kertas pembungkus ikan asin di warung.

Tetapi, dibiarkan begitu saja tanpa diurus pun, hanya akan membuat senang tikus yang ternyata gemar “membaca” dengan caranya, yaitu menggunakan giginya yang tajam.

Hal itulah yang pada akhirnya membuat saya ingin membuka perpustakaan agar apa yang ada disana tidak sia-sia. Padahal, koleksi Donald Bebek yang ada bisa juga menghibur banyak orang daripada hanya memenuhi ruangan saja.

Sayangnya, kalau harus membuka perpustakaan di dunia nyata, minimnya tenaga dan lahan mennyulitkan. Belum lagi, susah bertahan lama, mengingat ketidakdisiplinan orang Indonesia dalam mengembalikan buku pinjaman. Iya kan?

Jadi, mungkin cara terbaik adalah dengan merubahnya menjadi digital dalam bentuk PDF atau JPG. Lalu dimasukkan ke dalam blog agar bisa dilihat banyak orang. Tentunya dengan begitu juga akan mudah diakses darimana saja, dan sesuai dengan kondisi masyarakat sekarang yang lebih gemar berfokus pada gadgetnya dibandingkan buku.

Siapa tahu juga kalau perpustakaan digital versi saya bisa terwujud, bisa merubah pikiran satu dua orang supaya menjadi kutu buku “digital” seperti saya. Iya nggak?

Mudah-mudahan saja bisa terwujud karena masih ada satu masalah yang harus diatasi untuk merealisasikannya, yaitu masalah waktu. Pasti butuh waktu untuk menscan satu persatu halamannya mengedit dan menempatkannya di internet, tentunya via Kategori “Membaca” di Maniak Menulis (mau bikin satu blog lagi, sudah capek dan kebanyakan, jadi pakai saja yang ada).

Mudah-mudahan bisa yah.

11 thoughts on “Ingin Punya Perpustakaan Digital”

  1. Ayooo Pak Cemungutzzz… Pak Anton Pasti bisa mewujudkannya.

    Idenya fresh juga tuch Pak, saya dukung, walau harus susah payah scan satu persatu.

    Saya dulu pernah kepikiran untuk mencopas setiap majalah atau buku tua, lalu diberikan sumbernya, karena saya pikir siapa tahu ada yang membutuhkannya.

    Namun….setelah dicoba, banyak kata2 aneh yang muncul, misalnya kata " yang ' setelah dicopas dng cara yang saya pakai , maka yang malah timbul tulisan " yxvg " aneh dan susah utk diedit ulang, karena kata yang salah banyak.

    Reply
    • Lum tau kapannya.. bentar dulu ahh.. hahahaha.. sedang memikirkan berbagai aspek nih.. termasuk yang dikatakan Nisa soal hak Cipta, karena memang sangat benar. Ide itu sudah lama timbul, tapi saya sedang mencari penjelasan soal boleh tidaknya secara hukum.. tapi kemungkinan besarnya seharusnya bisa…

      Reply
    • Daripada beresiko, lebih baik disimpan saja dulu Pak buku dan majalahnya, jangan sampai jatuh ke tangan para pencari barang bekas yang sering berkeliaran disekitar rumah. 🙂 Waspadalah…. 🙂

      Reply
  2. Kebanyakan buku cetak memiliki hak cipta sehingga tidak bisa dicopy dan disebarluaskan sembarangan. Apakah rencana Bapak tersebut tidak akan tersandung dengan masalah tersebut?

    Reply
    • Hem… betul sekali NIsa kalau soal buku cetakan, tetapi majalah agak berbeda. Lisensinya berbeda. Kalau buku saya nggak berani, tetapi kalau majalah, ruangnya masih ada untuk itu.

      Tetapi, saya sendiri harus akui masih ragu menjalankan ide ini karena tidak ada kejelasan mengenai lisensi terkait terbitan berupa majalah, dan dalam lisensi yang tercantum di majalah-majalah tua itu tidak disebutkan batasannya dan UU Hak Cipta sendiri memberikan ruang untuk pembuatan perpustakaan digital

      Tetapi terima kasih atas pengingatnya Nisa, karena itu sampai sekarang niat itu belum bisa terwujudkan, selain karena waktu karena saya sendiri belum 100% yakin.

      Jadi terima kasih untuk itu

      Reply
  3. Saya dukung Pak rencananya, itu yang koleksi donald bebek boleh juga. saya dulu demen banget baca donald bebek.

    tapi sayang, koleksi yang saya punya udah jadi pembungkus cabe.

    Reply
  4. Ide bagus pak, saya sendiri mungkin bisa dibilang lebuh suka baca buku digital dari pada buku asli.

    Saya sangat mendukung pak rencananya. Mungkin saya bisa menggunakan ide ini untuk blog cerpen saya.

    Mencari cerpen di media cetak, di foto lalu di upload di blog. Pasti lebih beragam.

    Hehehhe

    Reply
    • Ide bagus.. tapi masih kepikiran apakah hal itu diperbolehkan.. meskipun usia majalahnya sudah 25-30 tahunan, tetapi tetap saja saya masih kepikiran soal hak cipta itu lo..

      Hahahahaha..

      Reply
  5. Ide yang luar biasa Pak Anton, saya tunggu perpustakaan digitalnya dan tolong nanti lengkapi dengan menu downloadnya. hehhe….

    Reply

Leave a Reply to Nuhan Nahidl Cancel reply