[Penting] Fatwa MUI Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Lewat Media Sosial

 Fatwa MUI Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Lewat Media Sosial

Bagi rekan blogger yang beragama Islam, tentunya perlu mengetahui beberapa hal yang terkait dengan kebiasaan bermedia sosial agar tidak menimbulkan mudharat.

 Lengkapnya bisa dilihat disini .

—–

Fatwa-No.24-Tahun-2017-Tentang-Hukum-dan-Pedoman-Bermuamalah-Melalui-Media-Sosial

FATWA TENTANG HUKUM DAN PEDOMAN BERMUAMALAH MELALUI MEDIA SOSIAL

Pertama :

Ketentuan Umum :

Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:

  1. Bermuamalah adalah proses interaksi antar individu atau kelompok yang terkait dengan hubungan antar sesama manusia (hablun minannaas) meliputi pembuatan (produksi), penyebaran (distribusi), akses (konsumsi), dan penggunaan informasi dan komunikasi.
  2. Media Sosial adalah media elektronik, yang digunakan untuk berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi dalam bentuk blog, jejaring sosial, forum, dunia virtual, dan bentuk lain.
  3. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.
  4. Ghibah adalah penyampaian informasi faktual tentang seseorang atau kelompok yang tidak disukainya.
  5. Fitnah (buhtan) adalah informasi bohong tentang seseorang atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang)
  6. Namimah adalah adu domba antara satu dengan yang lain dengan menceritakan perbuatan orang lain yang berusaha menjelekkan yang lainnya kemudian berdampak pada saling membenci.
  7. Ranah publik adalah wilayah yang diketahui sebagai wilayah terbuka yang bersifat publik, termasuk dalam media sosial seperti twitter, facebook, grup media sosial, dan sejenisnya. Wadah grup diskusi di grup media sosial masuk kategori ranah publik.

Kedua

Ketentuan Hukum

1. Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu‟asyarah bil ma‟ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma‟ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu „an al-munkar). 2. Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  • a. Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.
  • b.  Mempererat persaudaraan (ukhuwwah), baik persaudaraan keIslaman (ukhuwwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan(ukhuwwah insaniyyah).
  • c. Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah.

3. Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:

  • a. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
  • b. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.
  • c. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
  • d. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syariâh
  • e. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.

4. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.

5. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi
kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.

6. Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar’i
7. Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang  bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan
tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak hukumnya haram.
8. Menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram.
9. Aktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram.  Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.

Ketiga

PEDOMAN BERMUAMALAH

A. PEDOMAN UMUM

1. Media sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk menjalin silaturrahmi, menyebarkan informasi, dakwah, pendidikan, ekreasi, dan untuk kegiatan positif di bidang agama, politik, ekonomi, dan sosial serta budaya.
2. Bermuamalah melalui media sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundangundangan.
3. Hal yang harus diperhatikan dalam menyikapi konten/informasi di media sosial, antara lain:

  • a. Konten/informasi yang berasal dari media sosial memiliki kemungkinan benar dan salah.
  • b. Konten/informasi yang baik belum tentu benar.
  • c. Konten/informasi yang benar belum tentu bermanfaat.
  • d. Konten/informasi yang bermanfaat belum tentu cocok untuk disampaikan ke ranah publik.
  • e. Tidak semua konten/informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah publik.

B. PEDOMAN VERIFIKASI KONTEN/INFORMASI

1. Setiap orang yang memperoleh konten/informasi melalui media sosial (baik yang positif maupun negatif) tidak boleh langsung menyebarkannya sebelum diverifikasi dan dilakukan proses tabayyun
serta dipastikan kemanfaatannya.

2. Proses tabayyun terhadap konten/informasi bisa dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

  • a. Dipastikan aspek sumber informasi (sanad)nya, yang meliputi kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya.
  • b. Dipastikan aspek kebenaran konten (matan)nya, yang meliputi isi dan maksudnya.
  • c. Dipastikan konteks tempat dan waktu serta latar belakang saat informasi tersebut disampaikan.

3. Cara memastikan kebenaran informasi antara lain dengan langkah :

  • a. Bertanya kepada sumber informasi jika diketahui
  • b. Permintaan klarifikasi kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi.

4. Upaya tabayyun dilakukan secara tertutup kepada pihak yang terkait, tidak dilakukan secara terbuka di ranah publik (seperti melalui group media sosial), yang bisa menyebabkan konten/informasi yang belum jelas kebenarannya tersebut beredar luar ke publik.

5. Konten/informasi yang berisi pujian, sanjungan, dan atau hal-hal
positif tentang seseorang atau kelompok belum tentu benar,
karenanya juga harus dilakukan tabayyun.

C. PEDOMAN PEMBUATAN KONTEN/INFORMASI

1. Pembuatan konten/informasi yang akan disampaikan ke ranah publik
harus berpedoman pada hal-hal sebagai berikut:

  • a. menggunakan kalimat, grafis, gambar, suara dan/atau yang simpel, mudah difahami, tidak multitafsir, dan tidak menyakiti orang lain.
  • b. konten/informasi harus benar, sudah terverifikasi kebenarannya dengan merujuk pada pedoman verifikasi informasi sebagaimana bagian A pedoman bermuamalah dalam Fatwa ini.
  • c. konten yang dibuat menyajikan informasi yang bermanfaat.
  • d. Konten/informasi yang dibuat menjadi sarana amar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas.
  • e. konten/informasi yang dibuat berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan kemaslahatan serta menghindarkan diri dari kemafsadatan.
  • f. memilih diksi yang tidak provokatif membangkitkan kebencian dan permusuhan. serta tidak
  • g. kontennya tidak berisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, bullying, gosip, ujaran kebencian, dan hal lain yang terlarang, baik secara agama maupun ketentuan peraturan perundangundangan.
  • h. kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang secara syar’i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan provokasi.
  • i. Kontennya tidak berisi hal-hal pribadi yang tidak layak untuk disebarkan ke ranah publik.

2. Cara memastikan kemanfaatan konten/informasi antara lain dengan jalan sebagai berikut:

  • a. bisa mendorong kepada kebaikan (al-birr) dan ketakwaan (altaqwa).
  • b. bisa mempererat persaudaraan (ukhuwwah) dan cinta kasih (mahabbah)
  • c. bisa menambah ilmu pengetahuan
  • d. bisa mendorong untuk melakukan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi laranganNya.
  • e. tidak melahirkan kebencian (al-baghdla‟) dan permusuhan
  • (al-„adawah).

3. Setiap muslim dilarang mencari-cari aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain, baik individu maupun kelompok, kecuali untuk tujuan yang dibenarkan secara syar‟y seperti untuk penegakan hukum atau mendamaikan orang yang bertikai (ishlah dzati al-bain).

4. Tidak boleh menjadikan penyediaan konten/informasi yang berisi tentang hoax, aib, ujaran kebencian, gosip, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi atau kelompok sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, seperti profesi buzzer yang mencari keutungan dari kegiatan terlarang tersebut.

D. PEDOMAN PENYEBARAN KONTEN/INFORMASI

1. Konten/informasi yang akan disebarkan kepada khalayak umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • a. Konten/informasi tersebut benar, baik dari sisi isi, sumber, waktu dan tempat, latar belakang serta konteks informasi disampaikan.
  • b. Bermanfaat, baik bagi diri penyebar maupun bagi orang atau kelompok yang akan menerima informasi tersebut.
  • c. Bersifat umum, yaitu informasi tersebut cocok dan layak diketahui oleh masyarakat dari seluruh lapisan sesuai dengan keragaman orang/khalayak yang akan menjadi target sebaran informasi.
  • d. Tepat waktu dan tempat (muqtadlal hal), yaitu informasi yang akan disebar harus sesuai dengan waktu dan tempatnya karena informasi benar yang disampaikan pada waktu dan/atau tempat yang berbeda bisa memiliki perbedaan makna.
  • e. Tepat konteks, informasi yang terkait dengan konteks tertentu tidak boleh dilepaskan dari konteksnya, terlebih ditempatkan padakonteks yang berbeda yang memiliki kemungkinan pengertian yang berbeda.
  • f. Memiliki hak, orang tersebut memiliki hak untuk penyebaran, tidak melanggar hak seperti hak kekayaan intelektual dan tidak melanggar hak privacy.

2. Cara memastikan kebenaran dan kemanfaatan informasi merujuk pada ketentuan bagian B angka 3 dan bagian C angka 2 dalam Fatwa ini.

3. Tidak boleh menyebarkan informasi yang berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis yang tidak layak sebar kepada khalayak.

4. Tidak boleh menyebarkan informasi untuk menutupi kesalahan, membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan
menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak.

5. Tidak boleh menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke ranah publik, seperti ciuman suami istri dan pose foto tanpa menutup aurat.

6. Setiap orang yang memperoleh informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain tidak boleh  menyebarkannya kepada khalayak, meski dengan alasan tabayyun.

7. Setiap orang yang mengetahui adanya penyebaran informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain harus melakukan pencegahan.

8. Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dengan cara mengingatkan penyebar secara tertutup, menghapus informasi, serta mengingkari tindakan yang tidak benar tersebut.

9. Orang yang bersalah telah menyebarkan informasi hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis kepada khalayak, baik sengaja atau tidak tahu, harus bertaubat
dengan meminta mapun kepada Allah (istighfar) serta; (i) meminta maaf kepada pihak yang dirugikan (ii) menyesali perbuatannya; (iii) dan komitmen tidak akan mengulangi.

Keempat

Rekomendasi

1. Pemerintah dan DPR-RI perlu merumuskan peraturan perundangundangan untuk mencegah konten informasi yang bertentangan dengan norma agama, keadaban, kesusilaan, semangat persatuan dan
nilai luhur kemanusiaan.

2. Masyarakat dan pemangku kebijakan harus memastikan bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi didayagunakan untuk kepentingan kemaslahatan dan mencegah kemafsadatan.

3. Pemerintah perlu meningkatkan upaya mengedukasi masyarakat untuk membangun literasi penggunaan media digital, khususnya media sosial dan membangun kesadaran serta tanggung jawab dalam mewujudkan masyarakat berperadaban (mutamaddin).

4. Para Ulama dan tokoh agama harus terus mensosialisasikan penggunaan media sosial secara bertanggung jawab dengan mendorong pemanfaatannya untuk kemaslahatan umat dan mencegah
mafsadat yang ditimbulkan.

5. Masyarakat perlu terlibat secara lebih luas dalam memanfaatkan media sosial untuk kemaslahatan umum.

6. Pemerintah perlu memberikan teladan untuk menyampaikan informasi yang benar, bermanfaat, dan jujur kepada masyarakat agar melahirkan kepercayaan dari publik.

Kelima

Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 16 Sya’ban 1438 H
13 M e i 2017 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA

Ketua

Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA

DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Fatwa tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial

17

4 thoughts on “[Penting] Fatwa MUI Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Lewat Media Sosial”

  1. Terima kasih atas sharingnya, Pak. Semua isinya saya baca, walau kesannya ada beberapa pengulangan. Mungkin di sanalah letak penekanannya.

    Sebagai blogger muslim, penting untuk kita agar mengetahui, memahami, dan mengamalkan isi fatwa tersebut dalam menggunakan media sosial, termasuk blog.

    Reply
    • Iyah.. saya baca juga begitu bahwa ada pengulangan. Cuma mungkin begitulah bahasa hukum.

      Betul, buat saya juga begitu karena kita harus selalu berhati-hati dalam memerikan informasi

      Reply

Leave a Reply to Khairunnisa Ast Cancel reply