Dasar blogger. Ada saja yang menulis berbagai trik ampuh untuk menanamkan minat baca pada anak. Benar-benar “clickbait” itu mendarah daging bagi banyak orang sehingga judul artikel saja dibuat bombastis sekali.
Dugaan saya, siapapuan yang mengatakan ada cara mudah, ampuh, dan pasti berhasil dalam soal menumbuhkan minat baca pada anak, kemungkinan besar yang membuat artikel belum punya anak. Kalau sudah ia tidak akan berani membuat judul yang menyesatkan dan tidak berdasarkan realita seperti itu.
Pengalaman saya sebagai ayah dari seorang anak laki-laki yang sedang beranjak dewasa menunjukkan bahwa perlu proses dan waktu yang panjang hingga ia menyukai membaca. Proses itu sudah dimulai sejak ia masih balita dan terus berlangsung hingga kini.
Bukan sebuah proses yang pendek dan hasilnya langsung bisa dirasakan.
Itulah kenapa saya bilang penulis yang memakai kata ampuh, ajaib, atau yang istilah bombastis lainnya, dalam hal ini tidak pernah tahu hal seperti ini. Makanya, kemungkinan dia belum punya anak sehingga bisa bermulut besar dan mengatakan ada trik ampuh nan ajaib.
Apalagi di zaman gadget seperti saat ini. Boro-boro ada yang ampuh karena perhatian anak-anak cenderung tersedot kepada gadget mereka. Butuh kreativitas dan perjuangan yang keras dari orangtua untuk bisa mengalihkan perhatian anak dari gadget ke buku.
Pengalaman saya menunjukkan bahwa ada beberapa tahap dalam proses menanamkan hobi membaca pada anak. Bukan sebuah patokan pasti dan setiap orangtua pasti memiliki pandangan sendiri. Saya hanya menggambarkan perkembangan yang dialami si kribo kecil (yang sudah tidak kecil lagi) sehingga ia sekarang memiliki hobi membaca.
Tahapan yang dilalui dalam hal ini dibagi menjadi empat (dan mungkin bisa bertambah karena si kribo masih tetap anak-anak dan belum dewasa hingga tulisan ini dibuat). Tahap itu adalah :
1. Tahap Balita
Sejak awal, kami sudah memperkenalkan buku kepada si kribo. Tentunya bukan buku tentang fisika, politik, atau yang berat-berat.
Bahan bacaan yang dipakai adalah yang banyak gambarnya. Semakin banyak, semakin bagus. Tidak ada tulisan pun tak apa karena toh ia belum bisa membaca. Kami, orangtuanya yang membacakan cerita, kadang berulang-ulang sampai yang membacakan cerita bosan sendiri (bisa sampai sehari 10 kali harus mengulang cerita yang sama).
Tahap ini memang membutuhkan pendampingan khusus karena anak balita biasanya belum bisa membaca dan masih sangat senang melihat gambar berwarna-warni. Orangtua harus kreatif dalam menceritakan isi buku itu (dan tahan mental karena bisa sangat melelahkan).
2. Tahap Anak-Anak
Saya menyebutnya begitu. Tahap ini dihitung mulai anak masuk Sekolah Dasar hingga Kelas Enam.
Prosesnya berbeda dengan tahap balita karena pada saat ini si kribo sudah mulai bisa membaca dan tentunya tidak memerlukan saya atau istri untuk bercerita lagi. Ia lebih suka mencoba membacanya sendiri.
Hanya, tetap saja, ia belum menyukai buku yang “tanpa” gambar.
Jadilah “majalah Donal Bebek” sebagai andalan. Majalah ini masih bergambar banyak dengan tulisan yang pendek-pendek berbentuk percakapan antar karakter di dalamnya. Lucu-lucu isinya, dan saya sendiri masih gemar membacanya.
Pada tahap ini, saya juga memperkenalkan si kribo dengan yang namanya “manga” alias komik Jepang dengan karakter superhero, dan ia menyukainya. Mungkin karena ia juga gemar menonton anime di TV, jadi tidak terlalu sulit untuk membuat ia tertarik pada “manga”, tentunya yang isinya “jagoan” atau “superhero”.
Hingga kelas enam, si kribo sangat gemar membaca “manga”, dan kerap meminta ke Gramedia untuk membeli. Hal yang terkadang masih terus dimintanya sampai sekarang.
3. Tahap Remaja
Proses menanamkan minat membaca pada anak sendiri masuk ke tahap yang lebih berat saat si kribo menjadi remaja. Berat dalam artian segi biaya. Seleranya pada buku pun berubah, atau lebih tepatnya bertambah.
Donal bebek dilupakan. Manga dipertahankan. Ditambah dengan selera baru, yaitu novel petualangan dan cerita remaja.
Suka tidak suka, karena kami ingin ia gemar membaca, terpaksalah walau terkadang dompet pas-pasan, saya sering menuruti keinginannya untuk membeli buku-buku jenis itu. Tidak murah ternyata. Kami lakukan itu karena kami harus menjaga momentum dari tahap sebelumnya yang sudah berhasil menarik minat membacanya keluar. Kalau tidak diteruskan, bisa jadi ia akan beralih kembali ke gadget.
Jadilah harus dikorbankan dana yang lumayan agar ia terus tertarik pada buku. Walaupun pada saat bersamaan, kami juga mengajarkan ia untuk menabung kalau mau membeli buku yang dia mau.
Ditambah lagi, ia semakin ahli melakukan browsing di internet dalam mencari buku.
Tahap ini adalah tahap dimana selera anak terhadap buku berubah kalau tahap sebelumnya berhasil. Tetapi, kalau tahap sebelumnya gagal, saya rasa lebih berat lagi untuk menanamkan minat membaca karena ia sudah punya kemauan sendiri. Untung kami berhasil di tahap sebelumnya.
4. Tahap Pra Dewasa
Tahap yang lebih mudah untuk dilalui, walau biaya yang dikeluarkan juga lebih besar. Maklum, kemauannya si kribo soal buku juga makin bervariasi. Jenis buku yang dipilihnya pun sudah lebih mahal.
Tetapi, saya rasa, mengingat perkembangannya, minat membacanya sudah terasah. Tidak perlu terlalu banyak campur tangan. Yang dibutuhkan hanya pengawasan tentang jenis buku (dan uang yang lebih besar).
Manga dan novel remaja masih dibacanya, tetapi beberapa novel yang agak berat pun sudah dilalapnya juga. Rupanya, kebiasaannya membaca sudah tumbuh dengan baik dan ia mulai bisa menyediakan waktu untuk membaca buku di luar sekolah dan juga kegiatannya.
Juga, ia sudah terbiasa menabung kalau mau membeli buku, walaupun seringnya ia akan memilih 2-3 buku lebih banyak sebagai stok bacaan. Koran pun mulai dibacanya selain berbagai tulisan Do It Yourself di internet.
Tahap ini belum 100% selesai karena si kribo baru kelas 10 atau 1 SMA.
Meskipun demikian, pada tahap ini minat membacanya sudah tumbuh sendiri dan tidak memerlukan bantuan dari orangtuanya lagi.
Kalau melihat dari tahapan-tahapan itu, beban terberat ada pada tahap Balita dan Anak-Anak. Disana pendampingan dan penanaman minat membaca harus dilakukan secara konsisten dan kontinyu. Tidak bisa hanya sesekali karena harus bersaing dengan media televisi dan tentunya gadget.
Dua tahap berikutnya adalah tahap “menjaga” agar minat membacanya terus terasah. Di dua tahap ini lebh merupakan pengawasan saja dibadningkan penanaman agar bibit yang sudah ditanam tidak berhenti dan layu.
Kalau layu, ya repot menumbuhkannya lagi.
Jadi, proses menanamkan minat baca pada anak bukanlah proses yang sebentar dan seketika. Oleh karena itu tidak ada cara yang pasti berhasil. Butuh perjuangan yang makan waktu dan biaya. Sesuatu yang harus mau dilakukan para orangtua agar anaknya hobi membaca.
Dan, terus terang membaca berbagai trik ampuh tentang menambahkan minat membaca pada anak sebenarnya akan sia-sia kalau di lapangan orangtua tidak mau menyempatkan diri membimbing anak. Apalagi kalau tidak mau capek mengantarkan anak ke toko buku/perpustakaan , ya sulit lah.
Jadi, itulah cara kami, orangtua si kribo dalam menanamkan minat baca pada anak. Bukan trik ampuh dan belum tentu bisa menghasilkan hal yang sama pada diri anak Anda.
tapi apa-apa pun ibu bapa yang perlu mula dari diri mereka sendiri. kalau mereka tiada minat membaca, masakan anak mereka akan ikut tabiat itu, kan?
Benar sekali Anies. Kalau contohnya tidak ada dari orangtua, ya tidak bisa.
Kebetulan saya gemar membaca, jadi contohnya sudah ada
Sungguh Pak Anton sebagai orang tua memang luar biasa dalam mendidik anak agar mengemari dunia membaca,
Saya sangat bersyukur sekali atas Jasa Orang Tua saya yg mengarahkan saya untuk membaca, seperti tahapan yang Pak Anton lakukan.
Apa yang dijalani Si Kribo, sudah saya jalani dari membaca bobo, Kong Ping Kho, koran bekas, buku bekas dll, hingga akhirnya jadi kecanduan membaca bacaan di Internet, salah satunya Maniak Menulis.
Kendala utama dalam membaca saat itu adalah biaya, utk melampiaskan nafsu baca saya waktu itu saya baca2 buku2 tua milik kakak ibunya saya.
Jika saya ketemu sekarung buku di dalam gudang, rasanya senang sekali….hahhhhhh,,,jadi ingat masa lalu.
Dengan gemar membaca saya yakin si Kribo tumbuh menjadi Lelaki yang Pintar dan banyak wawasan, seperti Bapaknya. 🙂
Tapi…… saya timbul pertanyaan apakah si kribo suka ngeblog Pak ?
Bapaknya kutu buku dan tukang baca. Ibunya juga. Dan kita berdua tahu banget manfaat dari rajin membaca, jadi itu salah satu hal yang harus saya ajarkan kepada si kribo. Bukan demi saya, tetapi demi kebaikannya di masa datang.
Aamiin.. makasih doanya Kang nata. Semoga dia menjadi pria yang baik.
Belum mau terjun tetapi ia sudah tahu bahwa ngeblog sendiri bermanfaat. Selama ini, saya sudah coba melibatkannya dalam ngeblog, tetapi belum spesifik dalam hal menulis. Masih butuh waktu, tetapi ia tidak memandang remeh ngeblog. Itu yang penting
minat baca harus dari dini ya, agak sulit klo sudah lewat
Iyah… berat kalau sudah lewat mah
Wah, saya juga ingin anak saya gemar membaca. Walaupun saya pribadi akhir2 ini mulai jarang membaca buku.
Mungkin tahapan yang sdh bapak lalui bisa saya contek, dengan sedikit modifikasi pengalaman pribadi.
Alhamdulillah di rumah ada perpuatakaan kecil, insya Allah tidak akan kekurangan sumber bacaan. Tapi tentu saja koleksinya harus selalu ditambah.
Btw, saya bahkan belum punya anak hihi
Hahahaha… saya juga sudah jaran membaca buku, biar si kribo saja yang membaca sebanyak banyaknya.
Nah itu enak. Saya juga punya koleksi lumayan di rumah
Jangan sekarang punya anaknya Nisa, nanti saja kalau sudah nikah… hahahahahaha 😀