Menulis Sebagai Terapi

Menulis Sebagai Terapi

Terapi = pengobatan. Iya kan? Singkatnya memang begitu bahwa kata terapi itu selalu dikaitkan dengan usaha untuk menyembuhkan “sesuatu penyakit”. Jadi, menulis sebagai terapi adalah kegiatan menulis untuk “menyembuhkan sebuah penyakit”.

Bisakah?

Sebuah pertanyaan yang logis kalau diajukan, mengingat kegiatan merangkai kata ini sebenarnya tidak langsung berkaitan dengan kesehatan manusia. Jadi, wajar saja kalau ada yang bertanya apakah kegiatan menulis bisa menjadi salah satu bentuk pengobatan atau setidaknya membantu penyembuhan penyakit.

Ternyata, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa menulis bisa dijadikan terapi penyembuhan bagi beberapa jenis penyakit. Hal itu terlihat dari sebuah artikel yang diterbitkan oleh  Positive Psychology Program yang mencantumkan beberapa hasil penelitian tentang menulis sebagai terapi, seperti :

  1. Penelitian terhadap orang yang mengalami trauma atau situasi yang sangat stress, kesehatannya akan membaik 4 bulan kemudian, jika ia menulis selama 15 menit setiap hari selama 4 hari berturut-turut
  2. Penelitian pada 100 penderita asma menunjukkan hasil yang serupa. Pada penelitian ini para penderita asma diminta menuliskan hal-hal yang sangat menakutkannya
  3. Menulis juga ternyata bisa meningkatkan imunitas atau kekebalan tubuh

Lucu terdengarnya, bukan begitu?

Tetapi, kalau Anda pernah merasakan yang namanya patah hati, pasti juga pernah merasakan bagaimana buku diary bisa menjadi kawan akrab Anda. Disana Anda bisa berceloteh tentang betapa menyebalkannya si Dia yang sudah memutuskan Anda dan bagaimana Anda ingin menampar habis mukanya.

Begitu kan isi diary?

Lalu, apa yang Anda rasakan? Lega.

Inti utama menulis sebagai terapi adalah menyalurkan berbagai tekanan yang ada di dalam hati seseorang. Dengan meluapkan semua yang mengganjal hal itu akan menghadirkan perasaan lega dan membuat nyaman di hati.

Hal ini juga pada akhirnya berujung pada pencegahan tingkah laku yang merusak yang diakibatkan oleh masalah mental, seperti contohnya makan tidak berhenti karena stress diputus pacar. Dengan menyalurkannya lewat tulisan, baik di diary atau apapun, maka stress atau rasa marah itu akan berkurang, dan akhirnya tindakan merusak seperti makan tidak berhenti tidak terjadi.

Oleh karena itu, berbagai penyakit atau masalah kesehatan yang bisa dibantu dengan menulis sebagai terapi terutama yang berkaitan dengan masalah kejiwaan, seperti depresi, trauma, masalah makan/obesitas, dan lainnya.

Nah, kalau Anda sedang sedih, atau marah, atau kesal, dan kebetulan Anda blogger, lebih baik dijadikan tulisan saja. Selain bisa mengurangi tekanan di dalam hati, bukankah bisa juga menjadi sebuah artikel yang bisa dibaca orang lain. Siapa tahu bermanfaat?

Iya kan?

4 thoughts on “Menulis Sebagai Terapi”

  1. Menulis merupakan salah satu terapi yang pernah saya jalani. Walaupun saat itu saya tidak menyebutnya sebagai terapi.

    Kegiatan blogging pernah memberikan arti hidup baru bagi saya, sekaliggus salah satu jalan yang saya tempuh saat dalam keadaan terpuruk. Mungkin karena itu juga, meskipun kadang hiatus, saya tidak pernah benar-benar meninggalkan menulis.

    Seperti kata bapak, menulis merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan berbagai beban di dada atau kepala 🙂

    Reply
    • Ahh ada yang punya pengalaman pribadi neh.. yang membuktikan menulis bisa menjadi terapi…

      Memang Nisa, saya sendiri punya banyak pengalaman tentang menulis sebagai terapi..

      Reply
  2. Jadi ingat dulu pak jaman STM, saya suka seorang gadis tetapi ternyata dia cuma pura-pura suka.

    Besok nya dia jalan sama temen. Duh sakit nya….

    Saya tulis di buku.

    Belasan tahun kemudian saya baca lagi dan senyum sendiri. Saya pernah kayak gitu ya.

    Mungkin dulu itu cuma tulisan kekesalan saya di buku.

    Tapi memang setelah saya mengomel di tulisan. Jadi berkurang rasa kecewa saya.

    Dan saya bisa melupakannya.

    Itu yang saya rasakan pak.

    Reply
  3. Yah itulah mengapa menulis bisa menjadi sarana terapi yang cukup efektif untuk meringankan beban di hati.

    Maaf ya mas Andi baru sempat menjawab karena ada satu hal yang terpaksa membuat saya tidak aktif menulis selama beberapa waktu

    Reply

Leave a Reply to Khairunnisa Ast Cancel reply