Akankah Fenomena Mengemis Doa Menjadi Sebuah Budaya di Masa Datang

Akankah Fenomena Mengemis Doa Menjadi Sebuah Budaya di Masa Datang

Sebuah fenomena baru yang muncul di dunia maya Indonesia. Seorang memajang foto, entah anak, saudara, ibu, kakek, nenek, pokoknya keluarga yang sedang sakit atau sudah meninggal di komunitas dunia maya. Kemudian, si pemosting akan meminta kerelaan member yang lain untuk mendoakan supaya cepat sembuh atau agar amal ibadah yang meninggal diterima oleh Allah SWT.

Mengemis doa. Itu istilah yang saya sematkan pada mereka yang melakukan hal seperti itu.

Sesuatu yang membuat kepala geleng-geleng karena bingungnya.

Bukan saya tidak percaya pada kekuatan doa. Bagaimanapun sebagai seorang manusia yang yakin akan keberadaan Yang Maha Kuasa, banyak hal yang bisa terjadi dengan memanjatkan permohonan kepada Sang Pencipta. Bahkan, hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal manusia.

Tetapi, haruskah menjadi seorang pengemis doa seperti itu?

Tidak cukupkah doa dari keluarga, sahabat, teman, ibu, kakak, adik sehingga harus menggalang bantuan orang-orang tak dikenal untuk mengirimkan doa? Apakah kuantitas doa yang dikirimkan menjamin bahwa Sang Pencipta akan mengabulkannya?

Fenomena menarik yang semakin umum ditemukan di berbagai komunitas dunia maya, terutama di Indonesia. Semakin hari semakin banyak orang yang melakukannya. Bila hal ini terus berlanjut dan berkembang, bukan tidak mungkin suatu waktu fenomena ini akan berubah menjadi sebuah tradisi dan budaya baru dalam masyarakat.

Akankah Fenomena Mengemis Doa Menjadi Sebuah Budaya di Masa Datang

Dan, kalau hal itu terjadi, maka geleng-geleng kepala saya akan semakin kencang dan bahkan akan mirip dengan kincir angin di Belanda.

Karena ada satu sudut pandang lain dalam soal mengemis doa seperti ini.

Rupanya ada begitu banyak orang yang ingin eksis di dunia maya dan mendapatkan perhatian, tetapi tidak kreatif dan mau berusaha. Alhasil, mereka kerap menggunakan apa saja, termasuk rasa empati manusia lain terhadap mereka yang ditimpa kemalangan. Persis seperti bisnis pengemis yang dilakukan banyak orang untuk meraup orang.

Para pengemis doa seperti ini, prasangka buruk saya mengatakan, belum tentu sepenuhnya percaya pada kekuatan doa. Mereka sekedar memanfaatkan momen kemalangan untuk menarik simpati dan perhatian agar tertuju kepada dirinya. Mereka bisa jadi hanya sekedar menginginkan agar statusnya diberi LIKE yang banyak dibandingkan benar-benar percaya kekuatan doa.

Memang menjadi prasangka buruk, tetapi tidak terhindarkan karena saya sulit menemukan alasan lain di balik kebiasaan memamerkan kemalangan di muka umum dan meminta orang tak dikenal berdoa untuknya.

Saya memang pernah menulis satu obituari tentang ibunda yang wafat beberapa waktu lalu di beberapa blog, dan dari berbagai sudut pandang. Meskipun demikian, bukan karena saya ingin mengemis perhatian atau doa dari yang membaca. Tulisan itu ibuat sebagai sebuah kenang-kenangan “digital” dari seseorang yang sangat berarti bagi saya (dan dibuat dengan gaya masyarakat digital).

Juga, saya bercerita tentang tangan yang dicakar kucing dan infeksi sehingga harus dioperasi. Sebuah kemalangan juga.

Tetapi, niatnya sekedar untuk memberitahukan kepada para pembaca blog alasan mengapa saya menghilang selama beberapa waktu (walau mungkin tidak ada yang peduli).

Bukan untuk mengemis doa. Sama sekali tidak terpikir hal seperti itu. Dan, saya tidak akan memamerkan ibunda saya dalam foto seperti yang biasa dipajang para pengemis doa. Saya akan memperlihatkan foto kenangan ibunda yang terbaik yang saya miliki.

Oleh karena itu, saya tidak bisa mengerti mengapa harus mengemis doa seperti yang semakin banyak dilakukan orang. Mudah-mudahan saja fenomena ini tidak akan berubah menjadi tradisi dan budaya karena disana tercermin mentalitas “menengadahkan tangan” dan ingin tampil tapi tidak kreatif saja. Kalau itu menjadi tradisi, berbahaya sekali bagi bangsa ini.

2 thoughts on “Akankah Fenomena Mengemis Doa Menjadi Sebuah Budaya di Masa Datang”

Leave a Comment