Ribet Tidaknya Ngeblog Tergantung Pada Diri Sendiri

Ribeut Tidaknya Ngeblog Tergantung Pada Diri Sendiri

Lucu. Rupanya banyak blogger yang merasa bahwa dirinya berhak memaksakan pandangannya kepada orang lain. Entah karena apa dan siapa yang mmberikannya hak untuk melakukan itu. Mungkin karena ia tidak pernah belajar yang namanya “sudut pandang”, maka ia mengatakan begitu.

Sebuah postingan di Forum IAPD (Indonesia Adsense Publisher Discussion) membuat saya terusik dan ujungnya lahirlah ide tulisan ini.

Siapa bilang ngeblog itu nggak ribet. Harus optimasi image, optimasi blog dan lain sebagainya. Kalau dikira cuma nulis saja hasilnya gitu gitu saja. Tulisannya hanya mungkin hanya dibaca oleh kita sendiri.

Begitu tulisnya. Entah apa yang melatarbelakanginya misuh-misuh seperti itu. Tetapi, apa yang ditulisnya justru mencerminkan “logical fallacy”, alias kesesatan berpikir yang mencerminkan kualitasnya sebagai seorang blogger.

1. Siapa bilang ngeblog itu nggak ribeut?

Ribeut (ribet) = rumit, menyusahkan.

Kenyataannya, banyak yang bilang nggak ribet tapi banyak juga yang bilang ribet.

Kok bisa?

Lha ya memang kenyataannya kata “ribet, rumit, menyusahkan” tidak memiliki standar yang pasti. Semuanya subyektif dan relatif alias tergantung pada sudut pandang masing-masing.

Seorang ahli masak akan menilai membuat sebuah “Rainbow Cake” sesuatu yang jauh dari kata ribet dan rumit. Ia mungkin bahkan beranggapan hal tersebut terlalu mudah baginya dan bisa dilakukan sambil memejamkan mata.

Tetapi, seorang murid SMK Tata Boga kelas 1, bisa jadi akan berpikiran bahwa hal itu sesuatu yang luar biasa susah dan menyusahkan.

Iya kan?

Seorang blogger yang cuma bertujuan untuk senang-senang dan tidak memikirkan berapa banyak pengunjung dan penghasilan sebuah blognya akan merasa santai dan tidak terbebani apa-apa. Ia akan melihat semuanya dengan perasaan senang dan gembira.

Berbagai kesusahan yang hadir akan dinikmatinya. Dia tidak merasa ribet dan diberatkan sama sekali.

Banyak lo yang seperti ini.

Sebaliknya, seorang blogger yang terfokus pada target pengunjung harus begini dan begitu, harus memikirkan optimasi ini dan itu akan merasa terbebani. Hasilnya, ia tidak menikmati apa yang dilakukannya dan benar-benar merasakan tekanan untuk mengejar target yang dia buat.

Tidak terhitung banyaknya yang seperti ini.

Lalu, yang mana yang benar?

Tidak ada. Keduanya mewakili sudut pandang yang berbeda, dalam kondisi yang tidak sama pula. Lalu mengapa harus dipaksakan bahwa ngeblog itu harus dianggap ribeut ?

Sebuah “logical fallacy” kesesatan berpikir yang terlihat jelas sekali. Bahwa karena saya merasa itu ribet maka berarti semua harus merasakan ribeut.

Bukankah begitu?

Siapa yang mengharuskan optimasi ini dan itu? Ya tidak ada. Tidak ada peraturan atau kewajiban untuk melakukan optimasi. Mereka yang melakukan biasanya karena memiliki target tertentu dan keinginan. Kalau ada yang merasa tidak memiliki keinginan seperti itu, ya tidak harus melakukan apapun selain menulis.

2. Ribet atau tidak, sama sekali tidak ada hubungan dengan kualitas

Kesesatan berpikir parah kalau kita mengatakan bahwa “kalau tidak optimasi blog, image dan lain-lain, maka kualitas tulisannya begitu-begitu saja (dengan nada nyinyir merendahkan)”.

Apa kaitan optimasi blog dengan kualitas artikel?

Belum lagi ditambah dengan bahwa yang baca hanya kita saja? Kesesatan berpikir yang ditambah kesempitan cara pandang, dan kurangnya pengetahuan.

Menghasilkan sebuah kebodohan nan konyol, yang sayangnya diamini banyak orang.

Betulkah artikel yang tidak berkualitas itu yang baca hanya penulisnya saja? Betulkah artikel yang tidak dibuat dengan cara “ribet” tidak akan dibaca orang lain.

Konyol.

Kenyataannya, banyak blog yang panen pembaca bahkan ketika pemiliknya melakukannya secara santai dan tidak ribet sama sekali, ingat Diana Rikasari? Yang dengan Hot Chocolate & Mintnya yang nan sederhana dan tidak dioptimasi sama sekali?

Ia diundang ke berbagai acara dan pernah memiliki satu acara TV khusus (di CTV atau Jak TV yah .. maaf lupa). Bandingkan dengan yang mengklaim bahwa dia menghasilkan tulisan berkualitas dan sudah beribet ria.

Sebuah logical fallacy tingkat parah yang dialami oleh yang menulis postingan tersebut.

Ribet tidaknya ngeblog adalah tergantung pada cara pandang individu. Tergantung juga pada tujuan yang hendak dicapainya dari ngeblog.

Tidak perlu saling memaksakan yang mana yang benar atau salah. Jika Anda merasa pandangan Anda benar, ya lakukan saja dan nikmati keribeutan. Tapi, kalau ada yang bilang ngeblog itu tidak ribet, seperti saya yang cuma senang menulis, ya tidak ada masalah juga.

Gitu aja kok repot sampe mencak-mencak di ruang umum.

(Nama sang pemosting saya tetap pasang, untuk bantu mempopulerkan blognya. Kasihan sudah merasa ribet banget. Siapa tahu ada yang mau berkunjung ke blog-blog miliknya yang menurutnya “berkualitas” karena sudah dibuat dengan cara yang “ribeut” menurutnya)

8 thoughts on “Ribet Tidaknya Ngeblog Tergantung Pada Diri Sendiri”

  1. Cukup pedas dan bagus posting artikel nya mas, hehe tapi ada sedikit hal yang perlu diluruskan. Secara keseluruhan sih sudah tepat!

    Sebetulnya tingkat kerumitan (ribet) seseorang itu ada fase nya walaupun memiliki tingkat beban yang berbeda beda. Biasanya sih beban itu ada di awal awal.

    Menjadi relatif memang benar, tetapi fase rumit tetaplah ada kalau kita mau jujur pada diri sendiri, terlebih untuk orang2 yang menggantungkan hidup nya dari blog atau situs web. 🙂

    Reply
    • Rasanya sih tidak ada yang perlu diluruskan. Cukup paham sekali kalau seorang yang baru belajar pasti akan merasa rumit terhadap satu hal, itu normal. Semua pernah mengalami fase seperti itu.

      Yang membuatnya jadi tidak pas adalah ketika dia merasa rumit, semua orang harus ikutan merasa ribet juga.

      Ini yang disebut logical fallacy tadi. Bukan berarti semua orang tidak pernah mengalami kerumitan tadi.

      Reply
  2. Akhir-akhir ini kayanya Pak Anton lebih berapi-api. Syukur-syukur ngga ikut komen di sana, nanti tambah rame seperti kemarin, hehe.

    Komentar saya masih sama, ngga mau ribet.

    Sayangnya dalam kasus ini, saya ngga bisa menghentikan jari untuk berkomentar. Ah, sebuah kebiasaan jelek sebenarnya, karena saya memberikan komentar pada kedua postingan.

    Reply
  3. Ribet karena emang gak biasa aja kali Pak.
    bagi sebagian orang mungkin ribet mengurus barisan koding, tapi bagi saya itu adalah tantangan.

    karena apa? emang kerjaan saya di kantor ya itu cari baris kode yang error atau ubah kodingan.

    jadi ribet enggaknya tergantung pola pikir masing-masing orang.

    Reply
  4. Mungkin kita perlu mlihatnya dari sisi marketing, agar menarik perhatian orang, buktinya Pak Anton bisa tertarik untuk membahasnya, yang lain mungkin tertarik untuk membaca2 di blognya. 🙂

    Atau kita mungkin perlu menganggapnya sebagai hiperbola saja.

    Atau kita harus kasihan? karena begitu sulitnya ternyata ngeblog bagi dia, sementara bagi yang lain biasa saja… sepertinya yang ini selaras dengan akhir kata di posting atas.

    Reply
    • Dari sisi marketing : ada keburukan dari mengeluarkan postingan itu karena terkesan merendahkan orang lain dan hal itu tidak seharusnya dilakukan oleh seorang marketer.

      Buat saya, cermin kebodohan, kekonyolan, kesempitan dan kesesatan berpikir karena terpola bahwa dirinya adalah orang pandai, pintar, blogger hebat. Jadi, tidak boleh ada yang berpendapat berbeda dengan dirinya.

      Saya pilih kasihan. Kok bisa yah sesempit itu dia berpikir

      Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply