Blogger Lifestyle dan Traveling Wajib Bisa Memotret Dengan Baik dan Benar

Blogger Lifestyle dan Traveling Wajib Bisa Memotret Dengan Baik dan Benar

Yah, terpaksalah kali ini saya harus menggunakan kata “wajib” untuk ngeblog. Padahal, sebagai seseorang yang berpandangan bahwa ngeblog adalah sebuah kebebasan berkreasi, kata “wajib” dan “harus” adalah sesuatu yang saya terus berusaha hindari.

Tidak ada wajib dan keharusan dalam urusan blogging. Semua terserah pada selera dan kemauan masing-masing blogger saja.

Cuma, setelah berkunjung ke beberapa blog, yang berkaitan dengan traveling, lifestyle, dan bahkan resep masakan, pandangan saya sedikit bergeser. Tidak banyak, sangat sedikit, tetapi tetap saja sedikit berubah.

Masalahnya karena ketika lihat foto-foto atau image yang ditampilkan dalam tulisan-tulisan di blog tersebut, kening saya berkerut. Tidak enak melihatnya. Ada yang terlalu seadanya, buram, tidak jelas fokusnya, kurang tajam, ada yang miring,  bahkan sampai yang tidak jelas apa kaitannya dengan isi dari tulisannya.

Sangat tidak enak melihatnya.

Bukan karena saya pecinta fotografi, jadi saya mendorong orang lain untuk bisa memotret dengan baik dan benar. Bukan pula karena saya tidak sadar bahwa blogging adalah urusan kebebasan berkreasi tanpa batasan.

Bukan karena itu semua.

Blog travel dan lifestyle akan merupakan media bagi sang blogger untuk mengekspresikan diri dan memperlihatkan kepada dunia tentang “SIAPA SAYA”. Bagaimanapun blog kebanyakan akan dilihat oleh orang lain, kalau tidak mau dilihat ya menulis saja di diari.

Mau tidak mau ada tujuan ke arah sana.

Di blog jenis ini, sang blogger sadar atau tidak sadar memiliki tujuan memperlihatkan kepada khalayak ramai betapa “ia sudah berkunjung ke tempat yang indah”, betapa “gaya hidupnya begitu unik dan luar biasa”, betapa “ia sudah menjalani kehidupan” yang menyenangkan, betapa “ia sudah berkelana ke tempat yang luar biasa”, dan sejenisnya.

Itulah tujuan menjadi seorang blogger travel atau lifestyle.

Terlepas dari apakah akhirnya memonetisasi atau menjadi tenar.

Nah, bagaimana hal itu bisa dicapai ketika ia menghadirkan foto-foto yang tidak enak dilihat pada blognya? Bagaimana dunia bisa percaya bahwa pemandangan yang dilihatnya luar biasa indah kalau fotonya saja gelap atau buram? Bagaimana ia bisa meyakinkan orang yang membaca bahwa ia pernah kesini atau kesitu ketika pembaca langsung hilang nafsu membacanya melihat foto yang miring dan membuat leher sakit untuk melihatnya?

Bagaimana?

Foto adalah salah satu kunci penting dalam dunia lifestyle dan traveling. Pembaca zaman now pasti membutuhkan bukti tentang hal itu selain rangkaian kata-kata yang bagus dan enak dibaca.

Bukti yang mereka butuhkan adalah .. ya foto tadi.

Bagaimana mengemas dan menampilkan foto dalam artikel adalah salah satu titik penting agar artikelnya bisa menyampaikan ide atau pesan?

Kalau mau lebih jauh lagi, bayangkan saja seseorang yang ingin orang lain melihat dirinya sebagai orang yang modis dan keren (blogger lifestyle kan memang mengarah kesini kan?), tetapi memakai pakaian yang robek dan lusuh. Akankah orang percaya?

Ya nggak lah.

Tidak ada orang yang mau meniru gaya hidup kotor, semrawut, miskin. Mayoritas orang akan meniru gaya yang wah, hebat, luar biasa dan mengundang decak kagum. Langka.. amat langka ada orang yang mau meniru gaya hidup pengemis, kebanyakan akan mencoba meniru gaya Syahrini yang mandi di Perancis, makan siang di Tokyo, sikat gigi di Hongkong, dan tidur entah dimana.

Begitu juga blog travel. Mana ada orang yang mau piknik ke kolong jembatan atau Tempat pembuangan Sampah? Itu namanya blog jurnalistik. Travel mengarah pada perjalanan wisata ke tempat-tempat indah.

Lalu, ketika yang ditampilkannya tidak enak dilihat, lalu apa yang diperlihatkan? Apa bukti yang dihadirkan? Data? Tiket pesawat? Kata-kata?

Foto itu penting, bagi kalangan blogger lifestyle atau travel.  Tanpa kolaborasi antara foto dan rangkaian kata, hasilnya tulisannya hanya berjiwa separuh saja. Tidak lengkap.

Itulah mengapa akhirnya saya berkesimpulan, bagi kedua golongan blogger ini bisa memotret “dengan baik” adalah sebuah hal yang “wajib”. Foto adalah separuh roh dari artikelnya sendiri.

Tidak berarti harus bisa memotret ala fotografer profesional dan memakai kamera mahal. Kamera smartphone pun sudah cukup sekali.

Yang penting adalah foto itu enak dilihat, jelas, tidak buram, ada obyeknya, dan bisa mewakili ide atau pesan yang disampaikan. Misal, menulis tentang keindahan Danau Toba, ya usahakan fotonya berisi pemandangan birunya air, awan yang berarak di atas danau, atau yang seperti itulah.

Enak dilihat.

Tidak perlu memakai teknik yang ruwet bin rumit. Yang penting hasilnya enak dilihat.

Nah, kalau alasannya “tidak peduli sama pembaca” ya sudah. Tidak bisa saya ganggu gugat. Saya juga tidak begitu peduli apakah tulisan saya akan dibaca atau tidak.

Cuma.. ada cumanya.

Saya peduli pada diri sendiri.

Sudah kodrat sebagai blogger, saya selain menjadi penulis, otomatis saya juga pembaca. Saya memang tidak berpikir apakah tulisan saya akan dibaca orang lain, tetapi karena saya sudah pasti akan membacanya, maka saya juga harus memanjakan diri sendiri.

Caranya adalah dengan menghasilkan artikel ,yang paling tidak, enak dilihat dan dibaca oleh diri sendiri.

Saya tidak bisa mengerti apa enaknya melihat foto yang buram dan tidak jelas, serta tidak tahu apa yang disampaikan. Mungkin karena saya penggemar fotografi yah.

Maybe, bisa jadi. Tetapi, saya rasa semua manusia dibekali “rasa” sejak lahir dan ditempa dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, setidaknya ada standar kepatutan yang harus dipenuhi.

Begitu juga dalam dunia blogging. Meski kebebasan berkreasi adalah unsur utamanya dan memang harus tetap dipegang teguh, ada standar-standar kecil, yang harus dijadikan patokan.

Dalam hal dunia blogger lifestyle dan travel, standar-standar itu juga ada. Dalam hal ini menampilkan foto yang “pantas” adalah salah satunya. Itulah yang mengakibatkan kata “wajib” bisa memotret dengan baik harus disematkan.

Seberapa baik? Nah itu tidak ada batasannya. Selama jelas, tidak miring, tidak buram, tidak terlalu terang, tidak terlalu gelap bagi mata kebanyakan, sudah cukup. Tidak perlu terlalu berseni, biasa saja juga sudah ok.

Setidaknya, itulah pendapat saya dalam hal ini yah.

Kebetulan saya bukan blogger lifestyle atau traveling. Saya mah tidak jelas masuk genre blogger yang mana.

5 thoughts on “Blogger Lifestyle dan Traveling Wajib Bisa Memotret Dengan Baik dan Benar”

  1. Haha, kadang ni Pak, saya ingin menulis sesuatu. Begitu saya bongkar koleksi fotonya, kok ngga ada yg bagus ya,,, Ya sudahlah yang penting ada fotonya 🙂

    Reply
    • Kalau menurut saya sih… foto-foto di blog Nisa termasuk kategori "bagus" atau dalam artian acceptable.

      Apalagi Nisa bukan bergelut di dunia lifestyle atau traveling. Jadi, tidak masalah.

      kalau yang saya lihat ya itu tadi…bikin sepet mata liatnya

      Reply
  2. Saya jadi cek ulang hasil jepretan saya Yang akan diposting, sudah enak dilihat atau belum.

    Dan memang saya berusaha agar hasil jepretan tidak miring dan enak dipandang. Semenjak pak Anton kritik dulu.

    Terima kasih sudah di ingatkan kembali dengan artikel ini.

    Reply
  3. saya cuma mau ngucapin terima kasih, artikel ini kembali mengingatkan saya akan penting nya sebuah foto untuk blog travelling.

    oleh sebab itu sepertinya saya harus move-on dari kamera hp saya menuju kamera DLSR.

    pengin rasanya saya main ke bogor dan hunting foto bareng pak Anton.

    dan memang sebuah foto yang indah dapat memanjakan mata kita.

    Reply
    • Hahahaha… sebenarnya tidak perlu harus DSLR mas.. masih ada Prosumer yang lebih murah dan praktis. Bisa juga pakai kamera smartphone dengan spesifikasi kamera yang lebih bagus…

      Reply

Leave a Reply to Masandi Wibowo Cancel reply