Bagaimana Menyikapi Artikel Yang Dicopas Blog Atau Website Lain

Bagaimana Menyikapi Artikel Yang Dicopas Blog Atau Website Lain

Sebuah postingan di forum IAPD (Indonesia Adsense Publisher Discussion) membuat saya merasa memelas sekali. Seorang member bertanya bagaimana harus menyikapi artikel yang dicopas oleh blog atau website lain.

Postingannya seperti ini.

Copas alias copy paste adalah sebuah usaha plagiarisme atau penjiplakan. Sebuah “kejahatan” intelektual yang sudah terjadi sejak zaman ke zaman. Pada setiap masa akan selalu ada yang namanya plagiarisme itu. Bukan sebuah barang yang baru.

Penjiplakan terhadap sebuah karya intelektual menjadi semakin marak, terutama di dunia internet sejak ditemukannya metode copy paste atau “copas”. Cukup menekan beberapa tombol, menyorot bagian yang mau dijiplak dan kemudian paste di tempat lain. Selesai.

Biasanya kemudian apapun yang dijiplak itu diaku sebagai karya sendiri. Kalau dijiplak tetapi kemudian tetap diakui bukan hasil karya sendiri masih masuk wilayah abu-abu karena sebagian ada yang berpendapat bukan plagiarisme.

Sebuah jalan pintas oleh orang yang malas dan tidak kreatif. Meski dalam satu sisi disebut “pintar” karena tanpa perlu repot dan capek seseorang bisa menghasilkan “sesuatu”.

Sebuah kejahatan.

Secara hukum dan norma yang ada maka copas tanpa menyertakan link atau sumbernya adalah sebuah tindakan kriminal. Tulisan atau artikel adalah sebuah bentuk kekayaan intelektual dan penggunaannya harus memenuhi aturan yang berlaku. Melakukan copas artikel tanpa izin dan tanpa memberitahukan sumbernya adalah bentuk kriminalitas.

Jelas sekali tentang hal itu.

Nah, bagaimana kita seharusnya menyikapi hal ini? Apa yang harus dilakukan jika artikel buatan kita tiba-tiba dipampangkan di blog atau website lain tanpa seizin kita? Bahkan, pemilik blog tersebut menyebutkan bahwa artikel itu adalah hasil pemikirannya sendiri?

Pertanyaan yang kalau menurut teori sangat mudah dijawab, tetapi sebenarnya sulit sekali dilakukan. Benar-benar sulit dan tidaklah mudah.

Secara teori :

Laporkan kepada yang berwenang.

Yang berwenang dalam hal ini bisa polisi atau Depkominfo dan masih banyak lagi pihak yang berkaitan dengan masalah plagiarism tergantung pada jenisnya.

Bagi blogger, yang berkepentingan dengan mesin pencari, bisa memanfaatkan fasilitas DMCA (digital Millenium Copyrigth Acts) sebuah gerakan atau organisasi yang bergerak dalam bidang menjaga kepastian Hak Atas Kekayaan Intelektual.

Lewat organisasi ini, usaha penjiplakan bisa dikenakan sanksi berupa penghilangan jejak hasil jiplakan dari internet. Organisasi ini bekerja sama dengan beberapa mesin pencari ternama di dunia, seperti Google.

Hal ini bisa memberikan efek jera karena sang penjiplak akan masuk dalam blacklist (daftar hitam) dan mereka sulit mendapatkan keuntungan dari mesin-mesin pencari. Para perusahaan mesin pencari akan mengabaikan URL dari sang penjiplak.

Itu kalau kita menyikapi secara teori.

Secara Non-Teori :

Meyikapi artikel yang dicopas menuruti teori standar terdengar melegakan. Sang pelaku mendapatkan hukuman yang layak bagi tindakan penjiplakan yang dilakukannya.

Mudah?

Ya mudah… kalau yang menjiplak jumlahnya bisa dihitung jari. Menemukannya dengan bantuan mesin pencari akan gampang sekali. Juga hanya butuh waktu sebentar untuk mengisi form laporan dan selebihnya tinggal menunggu.

Repotnya, sebuah blog akan membesar dan berisi semakin banyak artikel di dalamnya. Ada yang ratusan atau sampai ribuan bahkan.

Bagaimana kalau semuanya dicopas?

Bagaimana kalau yang mencopas ada ratusan?

Seribu artikel yang dicopas oleh 100 orang saja berarti ada ratusan ribu yang harus dilaporkan karena setiap form laporan hanya terkait satu karya tulisan saja.

Repot?

Menurut Anda bagaimana? Tidak kah akan menghabiskan waktu, tenaga, dan pikiran? Itupun belum tentu semua bisa dilaporkan dan semua berhasil dikabulkan.

Belajar dari pengalaman mengelola Lovely Bogor, saya memutuskan cara non-teori lebih cocok. Tulisan blog itu sudah hampir 1000 buah. Sudah tidak terhitung banyaknya yang dicopas oleh blog-blog lain.

Bukan sombong tapi saya pernah menelusuri begitu banyak blog yang benar-benar melakukan copy paste terhadap artikel-artikel dari Lovely Bogor. Jumlahnya ratusan yang sudah ditemukan.

Hasilnya capek sendiri.

Benar-benar capek dan tidak terasa waktu yang terpakai untuk sekedar menelusurinya saja sudah banyak sekali. Yang pasti lebih dari 1 jam-an, hanya untuk menelusuri saja dan belum semuanya.  Masing-masing artikel ada yang dicopas 5-10 blog.

Ampun dah.

Tidak terbayang kalau harus melaporkannya ke DMCA satu persatu, Entah berapa jam lagi yang harus dihabiskan. Dan, semua itu belum akan menyetop para pelaku copas yang baru. Membuat blog mudah sekali sehingga, patah satu tumbuh seribu. Yang satu dibanned, yang lain lahir.

Tidak. Saya tidak punya waktu sebanyak itu. Waktu saya akan habis hanya sekedar untuk melaporkan dan berusaha membasmi para plagiator tersebut. Tidak akan ada waktu yang tersisa lagi untuk menulis dan jika ini terjadi blog saya kan lambat laun mati karena saya akan sibuk “ngurusin” penjiplakan saja.

Akhirnya saya memutuskan untuk “MENDIAMKAN SAJA” alias tidak melaporkan penjiplakan ini kepada siapapun. Bagi saya, waktu lebih penting dibandingkan harus mengurusi para penjplak ini. Kehidupan-kehidupan blog saya lebih bermakna kalau dibandingkan hasil dari melaporkan mereka.

Tidak berbeda dengan berbagai brand terkenal seperti Nike, Adidas, Gap, atau yang lainnya. Mereka juga sadar bahwa ada penjiplakan merek mereka di banyak negara berkembang dalam bentuk versi KW. Meskipun demikian, mereka sadar betul bahwa ongkos mengatasi para peniru ini terlalu mahal untuk dilakukan.

Mereka pun banyak mendiamkan, bukan berarti setuju, tetapi karena biaya yang dikeluarkan lebih mahal. Ibaratnya, hilang kambing, kemudian mencarinya kehilangan sapi. Dobel dan hasilnya belum tentu ada. Selama tidak dalam skala besar-besaran dan dapat mengganggu citra mereka, maka hal tersebut didiamkan.

Jalan itu yang saya pilih.

Ditambah dengan beberapa hal di bawah ini :

1. Biasanya, ada paling tidak satu dua link internal di dalam setiap artikel. Biasanya para penjiplak lupa menghapus link-link ini dan tetap mengarah ke blog aslinya. Blog aslinya mendapat backlink gratis secara tidak sadar

2. Pandangan pribadi saya apa yang saya tulis sebenarnya saya dapat secara ‘gratis”, saya tinggal memungut dan menterjemahkannya dalam tulisan. Kalau tulisan saya itu bisa membuat kehidupan seseorang lebih baik, walau dengan menjiplak, saya akan iklaskan saja. Semoga bisa bermanfaat bagi pelakunya.

3. Tulisan saya bukanlah tulisan komersial dan memang diniatkan untuk sharing, tidak ada kerugian secara finansial bagi saya. Oleh karena itu, kalau ada orang yang hendak memakainya tapi malu meminta kepada saya, yo wis .. monggo wae. Silakan saja. Walau caranya tidak etis , tetapi saya yang lebih “waras” akan memaklumi

4. Segala sesuatu pasti akan ada balasannya, walau kita merelakannya. Penjiplakan akan membuat sang penjiplak menjadi tidak kreatif yang merupakan inti dari ngeblog sendiri. Mereka sebenarnya sedang mematikan “dirinya” sendiri dan suatu saat akan ada konsekuensi dari tindakannya itu.

Jadi, cara saya menyikapi artikel yang dicopas blog atau website lain, ya mengiklaskannya saja. Saya tidak mencoba mencari lagi siapa yang menjiplak. Daripada buang waktu untuk itu, lebih baik waktunya dimanfaatkan untuk menulis lebih banyak artikel lagi.

(Kecuali mungkin nanti saat saya sudah mampu membayar staff untuk membersihkan para plagiator, barulah saya akan memburu mereka. Kalau sekarang sih, tidak mampu lah.)

Bukan sebuah cara yang “normal” bagi banyak orang. Kebanyakan akan menyarankan untuk melaporkan kepada yang berwajib. Sesuatu yang normal.

Karena saya tahu agak “tidak normal”, maka saya tidak menyarankan apa-apa pada postingan itu dan hanya menuangkannya dalam bentuk tulisan, seperti yang Anda baca ini.

2 thoughts on “Bagaimana Menyikapi Artikel Yang Dicopas Blog Atau Website Lain”

  1. Iri tanda tak mampu. Kalo ada yg meniru, kemungkinan karena bagus. Bolehlah sedikit berbangga.

    Saya sendiri, belum pernah menelusuri siapa yg sudah copas blog saya. Terlalu biasa untuk dicopas mungkin, hehe.

    Setidaknya tindakan pencegahan minimal tetap dilakukan. Misalnya dg tidak menampilkan umpan secara penuh.

    Berikutnya, mari lanjutkan menulis saja.

    Reply
    • Iyah seharusnya begitu.. saya sebenarnya tidak pake RSS feed. Kebanyakan pengunjung dari search engine.. jadi mereka pasti melihat secara penuh.

      Yak.. betul sekali lanjutkan menulis saja. Tidak usah dipikir

      Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply