Surat edaran RT (Rukun Tetangga), sebuah surat yang “mungkin” dianggap remeh dan dianggap tidak penting leh banyak orang. Seringnya tidak dibaca dan bahkan dilirik pun tidak. Tidak jarang menjadi sampah bahkan tanpa isinya tidak dimengerti. Banyak yang tidak menyadari uang kas RT harus keluar, 10 liter air dan entah berapa bagian pohon terbuang karenanya untuk sekedar menyampaikan informasi yang tidak dihargainya.
Grup Whatsapp, “sesuatu di dunia maya” dimana orang banyak menganggap dirinya “terlalu” penting. Sebuah tempat dimana hampir semua orang berpandangan bahwa kata “Aaamin”, “Terima kasih” dari dirinya begitu berharga dan ditunggu-tunggu oleh orang lain sehingga membuat mereka tidak menyadari ada biaya yang keluar karenanya dan gangguan yang disebabkannya.
Bagaimana kalau kedua hal itu digabungkan?
Ternyata, hasilnya
1. Uang kas RT bisa dihemat
2. Tidak ada sampah
3. Informasi sampai dengan cepat dan tepat
Dan, tentunya tanpa menimbulkan gangguan bagi orang lain.
Begitulah hasilnya.
Surat Edaran RT itu Mahal dan Tidak Efektif
Kisahnya bermula beberapa bulan yang lalu ketika saya di”paksa” rela harus menjalani tugas sebagai Sekretaris RT di lingkungan. Peran yang sudah paling tidak 3 kali saya tangani sejak tinggal di Cluster Taman Bunga Bukit Cimanggu City, Bogor.
Pekerjaan yang melelahkan sebenarnya mengurusi warga, yang kebanyakan sangat individualistis dan banyak yang merasa uang adalah segalanya.
Sejak awal, saya melihat adanya sebuah kelemahan dalam sistem penyebaran informasi di lingkungan. Semua berlandaskan pada surat edaran, yang diberi nomor dan berbahasa kaku.
Tidak efektif karena untuk membuatnya memerlukan waktu untuk membuat draft, mencetaknya, membuat fotokopinya, dan mengedarkannya. Perjalanan panjang untuk sebuah informasi yang kerap kali diabaikan oleh warga.
Sebuah cara yang mahal juga karena dalam sebulan kas RT harus keluar sebanyak 150-200 ribu hanya untuk membuat salinan sebanyak jumlah warga yang ada. Padahal seperti biasa kas RT itu tidak pernah besar dan selalu kecil.
Sangat tidak efisien dan mahal.
Jadilah, saya harus menemukan satu cara agar informasi tentang apapun dari pengurus bisa sampai ke tangan warga dengan cara yang lebih efektif, efisien dalam segala hal, dan tidak mahal.
Pilihan saya akhirnya jatuh pada Grup Whatsapp
Grup Whatsapp Cepat, Murah, Efektif tetap BISA MENGGANGGU
Mengapa Grup Whatsapp dijadikan pilihan sebagai pengganti ? Jawabannya :
1. Efektif : Di zaman dimana smartphone ada di tangan setiap orang, informasi akan langsung sampai ke sasaran
2. Efisien : tidak perlu mencetak, tidak perlu memfotokopi, tidak perlu mengedarkan. Semua dilakukan cukup langsung dari saya sebagai pengelola kesekretariatan
3. Murah : biayanya bisa diabaikan karena kebanyakan pengguna smartphone sudah menggunakan paket internet dan tidak sedikit yang memasang jaringan internet di rumah
Hampir sempurna sebagai pengganti surat edaran RT.
HAMPIR! Tidak sempurna.
Masalah utama sebuah Grupa Whatsapp adalah manusia-manusia di zaman “now” sudah tidak memiliki kontrol terhadap jempolnya. Komunikasi antara otak dan jempol mereka sepertinya sudah terputus sehingga jempol sering bergerak lebih dahulu bahkan sebelum otak sempat berpikir.
Buktinya, “oneliner” (penggemar “satu baris) tidak menyadari bahwa kata “Terima kasih”, “Syukur”, “Aaamiin” tidak memberikan nilai tambah apa-apa bagi orang lain. Mereka semangat sekali kalau menuliskan kata-kata itu sebagai respon terhadap sesuatu.
Para oneliner ini tidak menyadari kalau
1. Semakin banyak yang berkomentar seperti ini, informasi yang disampaikan akan tergeser ke atas dan membuat orang lain malas mencarinya
2. Tetap ada biaya, walau sangat kecil untuk setiap kata yang ditulis di Whatsapp (tidak percaya, coba saja kalau kuota internet Anda “nol” dan yang ada hanya internet bertarif normal, perhatikan seberapa cepat saldo pulsa Anda tergerus karenanya). Apalagi kalau ada yang membagikan foto atau image, cepat sekali pengurangan saldo dan kuotanya.
3. Setiap pesan via WA akan menghadirkan notifikasi, baik suara atau yang lain, dan hal itu bisa sangat mengganggu. Banyak orang menggunakan grup WA untuk urusan bisnis dan mereka harus melihat pesan-pesan itu. Mereka berharap bahwa informasi yang masuk adalah informasi yang penting dan bermanfaat. Sayangnya, kata Aaamiin, Terima kasih, dan sejenisnya bukanlah kata-kata yang memberikan informasi banyak
Belum dihitung perdebatan dan pertikaian yang timbul akibat kesalahpahaman dalam sebuah grup WA.
Ini hanya karena jempol yang gatal , yang lahir dari kepala yang tidak berpikir panjang dan keinginan untuk tampil.
Itulah kelemahannya jika dipergunakan sebagai surat edaran RT, yang tentunya tidak “penting” bagi banyak orang.
Lalu..
Saya tetap menjalankan rencana tersebut. Surat edaran RT harus digantikan dengan pesan Whatsapp meski resiko menimbulkan gangguan ada.
Grup Whatsapp Ternyata Bisa Menggantikan Peran Surat Edaran RT Tanpa Menimbulkan Gangguan
Bagaimana hasilnya?
Hasil dari penggunaan Grup Whatsapp sebagai pengganti surat edaran, salah satunya adalah foto di bawah ini.
Kok bisa?
Bisa saja. Balai Warga Taman Bunga, begitu namanya sekarang adalah hasil pemanfaatan Grup WA dalam menggerakkan warga untuk urun serta menyumbang. Total uang yang terkumpul mencapai 24,5 juta rupiah di luar sumbangan berbentuk material bangunan, tenaga, dan berbagai jenis sumbangan lainnya.
Hal itu masih ditambah dengan berbagai kegiatan warga yang dimulai dari grup WA yang terbentuk, seperti kerja bakti rutin setiap bulan, pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak. Semua digerakkan tanpa mengedarkan surat kepada mereka. Semua dilakukan via grup Whatsapp.
Grup WA yang dibuat menunjukkan kalau prediksi mengenai kefektifan, keefisienannya dalam menyampaikan pesan. Bahkan, lebih jauh lagi bisa dipergunakan dalam menumbuhkan kesadaran warga untuk berperan serta dalam pembangunan di lingkungannya.
Bagaimana dengan gangguan akibat terlalu banyaknya chatting?
Minim.
Sangat minim.
Warga yang berjumlah sekitar 60 KK tidak mengeluhkan adanya gangguan disebabkan aktifitas di grup WA Taman Bunga tersebut. Hampir tidak ada warga yang ngobrol ngalor ngidul tidak jelas dan menimbulkan gangguan selama sejak grup tersebut mulai beroperasi.
Bagaimana bisa?
Karena sebelum grup terbentuk, kami membuat peraturan sederhana “BACA SAJA. JANGAN KOMENTAR. JANGAN DIJAWAB. CUKUP BACA SAJA”.
Grup tersebut diubah menjadi hanya satu arah. Tidak boleh ada interaksi di dalamnya.
Peraturan ini disosialisasikan kepada seluruh warga beserta penjelasan secara rinci tentang alasan peraturan tersebut. Ternyata hal itu dimengerti dan disadari mayoritas warga yang semua hampir sudah paham tentang betapa menyebalkannya grup WA yang penuh dengan chatting atau obrolan tidak jelas juntrungannya. Mereka justru merasa nyaman dengan peraturan ketat seperti itu.
Hasilnya situasi menjadi terkontrol dan tidak ada yang namanya oneliner.
Tentunya, pada awalnya, tidak demikian. Masih saja ada warga yang jempolnya “gatal” dan berkomentar atau memasukkan emoticon ke dalam grup. Hanya, setelah beberapa kali diingatkan oleh Sekretariat RT, lama kelamaan kebiasaan itu terhenti.
Ternyata, hasilnya maksimal. Grup Whatsapp yang terbentuk bisa menggantikan peran surat edaran RT dengan baik, efektif dan efisien. Sejak grup itu terbentuk sudah tidak ada lagi surat edaran dari pengurus RT yang dikeluarkan. Semua informasi disampaikan via grup saja.
Itulah cerita tentang bagaimana Whatsapp bisa menggantikan peran surat dalam bentuk fisik dalam sebuah organisasi. Serta bagaimana sebuah teknologi modern bisa mengurangi ongkos dan biaya yang harus dikeluarkan, jika dipergunakan dengan benar.
Siapa tahu bisa dimanfaatkan di lingkungan dimana sobat tinggal? Iya nggak?
wow tulisanya cukup panjang dan berbeda kali ini, sampai2 saya harus memastikan bahwa saya benar berada dan membaca diblog maniak menulis, bukan diblog celotehan orang tua.
sebab bau tulisanya itu loh……..seperti bau tulisan diblog celotehan ortu.
apakah ini sebuah tanda bahwa tulisan diblog celotehan akan bermigrasi ke blog MM ?
entalah mungkin jalan setapak yg berkerikil yang bisa menjawabnya.
yg jelas penggunaan grup WA sepertinya bisa ditiru utk sebuah pemberitahuan resmi dilingkungan kita.
murah, mudah dan simple serta tepat sasaran.
tpi sekretarisnya harus selalu ada quota internet.
kalau yg dikirimi tdk punya hp dan quota internet bagaimana pak….?
klu operator WA-nya pak Anton saya yakin tdk banyak yg berani melanggar, sebab Pak Anton rajin menegur yg melanggar seperti digrup IAPD.
Maklum kalau agak bingung karena sebenarnya saya sempat bingung juga mau memasukkan tulisan ini disini atau di Celoteh orangtua.
Hanya akhirnya diputuskan masuk disini karena bagaimanapun WA juga tentang menulis.
Tidak akan digabung. Keduanya berbeda.
memang pak yang namanya grup WA itu biasanya riweh, dan pada suka ngbrolin hal yang gak jelas, makannya beberapa grup WA saya di silent, biar gak berisik.
tapi yang ini bagus nih, satu arah. jadi tidak begitu nyampah dan bikin penuh space, karena aktifitas member grup yang gak jelas.
ini sungguh efektif pak, karena surat edaran Rt di tempat saya juga biasanya baru di terima langsung masuk tong sampah.
karena kan intinya kita cuma mau tahu 3 hal: What, Where, When.
betul gak pak.
Bentul sekali… surat edaran sama sekali tidak efektif.
Penggunaan WA sebagai media informasi lebih baik, makanya harus diubah
Saya termasuk pengguna WA dan tergabung dalam banyak grup. Beberapa grup menjalankan sistem hanya untuk dibaca, tidak untuk dibalas. Termasuk grup informasi di tempat saya bekerja.
Jika ada yang ingin ngobrol ngalur ngidul, kami membuat grup khusus lainnya.
Karena banyaknya grup yang saya ikuti, beberapa grup saya matikan notifikasinya. Terutama grup untuk chatting biasa.
Sedangkan grup penting tetap muncul notifikasinya.
Penggunaan teknologi yang terarah akan memberikan manfaat yang besar. Saya bahkan mengikuti pembelajaran Bahasa Arab online melalui grup WA.
Betul sekali.. sayangnya mayoritas orang sangat tidak memahami hal seperti itu dan mereka sangat gemar untuk tampil.
Kalau semua warga di lingkungan saya seperti Mbak Nisa sih, aman dan damai, sayangnya tidak begitu. Kebanyakan benar-benar lepas kontrol sama jempolnya
Wuihhhhh 3 sekawan sudah pada ngumpul nich diatas……Reuni niee yeee…. 🙂
Hahaha… kita bikin blog keroyokan yuk… seru kayaknya
Hahaha, Jika para pria ini adalah 3 sekawan, saya jadi apa dong? 🙂
Usul yg bagus Pak Anton. Apakah saya diajak 😁
Lha ya jelas diajak lah.. ga seru kalau cowok semua… wkwwkwkwkw…
3 sekawan + 1 sekawan = 4 sekawan… wkwkwkwkw
Boleh kalau mau blog yg adminnya ber-4,ide yang bagus juga tapi ditambah gadget untuk diskusi seperti blog juragan cipir, biar ramai !!
tapi apakah sanggup ? itu pertanyaanya……
jangan2 nanti indah diawal berantem diahir….. trus blognya sengeketa. 🙂
kalau saya sich siap2 saja.
Bagaimana menurut Mas yang Hobi Bakso diatas…?
Jangan pernah sesuatu dimulai dengan prasangka dan ketakutan apa yang mungkin terjadi di masa datang. Kita tidak akan pernah tahu.
Lebih baik mulai dengan niat baik.. kemudian jalankan dengan sepenuh hati dan ketulusan, selebihnya biarkan seperti air yang mengalir.
Kalau memang mau, kenapa tidak..
saya sih mau aja kalo di ajak. itung-itung mengasah ketrampilan menulis. siapa tau nanti bisa bikin proyek menulis buku ber-empat.
karena barusan di kompasiana baca. bapak sapardi djoko damono masih kuat dan sehat juga masih sanggup mengisi seminar di usianya yang ke 77, sebab apa? beliau tidak pernah berhenti menulis.
saya jadi terinspirasi.
Betul mas… Salah satu dosen yang dulu pernah ngajar saya itu memang salah satu yang patut menjadi inspirator bagi mereka yang menekuni dunia tulis menulis.
Keren bro.. dulu saja waktu mengajar saya sudah tidak muda (sekitar 25-27 tahun yang lalu lah dia selain menulis juga aktif mengajar. Dan saya beruntung sempat mengikuti kuliah beliau.
saya juga selalu update berita tentang beliau dari twitter dan pesbuk om Budiman Hakim.
Om Budiman Hakim adalah salah satu orang yang saya kagumi karyanya.
saya juga punya buku karya om Bud, dan tadi pagi saya gembira sekali karena dapet hadiah Novel trilogi Hujan Di Bulan Juni karya Bapak Sapardi Djoko Damono dari kawan saya.
yang novelnya Sudah di Filmkan.
pokoknya keren lah. Bapak SDD ini.