Budaya Menulis dan Membaca Secara Online Belum Menggusur Buku Cetakan

Internet, pernah disebutkan akan segera menggusur banyak hal di dunia. Kehadirannya dan kemudahan mengaksesnya diprediksi banyak orang akan segera menggantikan berbagai hal yang “tidak mudah dan murah” untuk didapat.

Buku cetakan adalah salah satu benda yang keberadaannya paling terancam dengan kehadiran internet. Begitu juga para penulisnya. Bagaimana tidak, dengan kehadiran internet, dan blog-blog-nya, semua orang bisa menjadi penulis dan menerbitkan buku tanpa biaya sama sekali.

Hasilnya adalah informasi dan sumber bacaan yang murah dan mudah sekali didapat. Tidak perlu lagi repot untuk datang ke toko buku. Tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membeli buku.

Banyak orang memprediksi bahwa buku cetakan akan segera punah tergerus oleh budaya menulis online yang dilahirkan bersamaan dengan kehadiran internet.

Itu prediksi beberapa belas tahun yang lalu.

Bagaimana dengan kenyataannya?

Sebuah berita yang dirilis oleh The Guardian, sebuah koran (cetak dan online) dari Inggris ternyata menemukan fakta yang bertentangan dengan prediksi itu.

Mereka menyebutkan bahwa penjualan buku cetak di berbagai negara menunjukkan tanda stabil. Penurunan tipis terjadi di beberapa negara seperti Italia, Spanyol, dan Australia, tetapi naik tipis di Inggris dan Amerika Serikat. (Sumber berita di sini)

Terlihat sekali bahwa budaya menulis dan membaca secara online bahkan belum mengurangi para pembaca buku cetakan.

Banyak kemungkinan mengapa tidak seperti yang digembar-gemborkan sebelumnya bahwa buku cetakan akan segera “habis”. Salah satunya adalah kenyataan bahwa membaca sebuah tulisan yang terlalu panjang di internet lebih terasa melelahkan bagi mata. Belum lagi posisi membacanya yang tidak senyaman membaca buku cetakan.

Jika ditambah dengan kenyataan, kualitas tulisan hasil karya penulis “amatiran” belum bisa mengimbangi kualitas karya para penulis profesional, maka bisa dimaklum kalau buku cetakan masih jaya bahkan setelah diprediksi akan segera punah.

Secara pribadi, ada satu hal lagi yang membuat banyak orang belum rela berpisah dari buku dalam bentuk fisiknya. Saya pun, kalau tidak terpaksa karena mata, akan melakukannya.

Baunya.

Tidak ada bau kertas dan tinta dari buku saat membaca tulisan secara online. Bau yang ngangenin. Lebih enak merasakan aroma unik kertas sebuah buku dibandingkan “layar monitor” smartphone atau gadget yang tidak berbau sama sekali.

Mungkin itu juga salah satu hal yang membuat orang enggan berpisah dari buku cetakan.

Tetapi, pasti suatu waktu buku cetakan akan berakhir masanya. Kapannya itu yang belum bisa dipastikan. Bagaimanapun itu adalah sebuah siklus kehidupan yang tidak bisa terelakkan.

4 thoughts on “Budaya Menulis dan Membaca Secara Online Belum Menggusur Buku Cetakan”

  1. Lebih enak baca buku pak, bisa sambil telentang, miring, tengkurap. Dan gampang kalo mau kasih tanda halaman atau ngutip kata-kata yang penting.

    Dan lebih asik. Apalagi dipajang rapih di rak buku.
    Saya suka menikmati koleksi buku yang berjejer. Entah mengapa?

    Reply
    • Yah saya juga lebih suka baca buku sebenarnya.. cuma mata tua ini sudah sulit dibawa baca buku. Cepat lelah.

      Mata begini ya karena kebiasaan baca sambil telentang.. jangan ditiru yah, tidak bagus untuk mata…

      Saya masih sering memandang koleksi buku yang dulu saya beli dimana-mana.

      Reply
  2. Saya termasuk orang yang tidak bisa meninggalkan buku, Pak. Apalagi jika sudah suka dengan penulisnya. Bukan sekedar materinya, tapi gaya bahasanya yang membuat saya bertahan.

    Saat berbicara tentang masa depan buku seperti apa, saya teringat salah satu cuplikan peradaban Klan Bintang di novel Tere Liye. Buku-buku cetak telah menjadi barang langka dan dinyatakan punah. Tapi kenyataannya, ada saja orang yang menyembunyikannya karena ilmu yang ada didalamnya. 🙂

    Reply
    • Saya juga sebenarnya susah lepas dari buku.. sudah mendarah daging.

      Untungnya si kribo cilik juga sudah mulai mengikuti. Biar dia anak millenial, ternyata juga punya hobi baca buku..

      Reply

Leave a Reply to Masandi Wibowo Cancel reply