Membangun Konsistensi Menulis Itu, Susah-Susah Mudah atau Mudah-Mudah Susah

Ingat kata “konsistensi”, jadi ingat Iwan Fals. Di dalam salah satu lagunya terdapat lirik “Susah-susah mudah, kau kudekati”. Tidak beda dengan kata yang satu ini dimana semua orang di seluruh dunia pasti paham betapa sulitnya untuk membangun konsistensi dalam suatu hal.

Bukan hanya dalam menulis, tetapi dalam berbagai jenis hal, manusia selalu mengalami kesulitan untuk bisa mewujudkan kata ini dalam bentuk tindakan. Jadi, tidak perlu berkecil hati karena bukan hanya blogger yang mengahadapi kesulitan untuk membangun konsistensi menulis, tetapi semua orang pasti mengalaminya.

Mengapa konsistensi menulis itu penting bagi seorang blogger?

Nah, kalau punya pertanyaan seperti ini, BAGUS! Berarti ada rasa ingin tahu yang merupakan salah satu hal yang sangat membantu dalam kehidupan sebagai blogger.

Mengapa konsistensi dalam menulis itu pening dalam kehidupan seorang blogger? Bukankah ngeblog itu hanya sekedar menuangkan isi pikiran dan pengalaman saja?

BETUL SEKALI! TIDAK SALAH 100%!

Kalau tujuan Anda ngeblog hanya untuk sekedar sharing atau menuliskan uneg-uneg bin unek-unek, tidak masalah  kalau tidak konsisten kok. Lha ya kalau memang itu tujuannya, tentunya Anda tidak akan peduli bahwa ada yang baca atau tidak.

Yang penting hepi.

Kalau sudah begitu, tidak perlu dibaca lagi sisa artikel ini.

Sayangnya, mayoritas orang, entah berapa puluh persen tetapi rasanya hampir mendekati 90%, setidaknya akan menginginkan kalau tulisannya , paling tidak, dibaca orang.Sia-sia kalau tidak ada yang baca. Apalagi kalau kemudian mereka sudah membaca bahwa blog bisa menjadi ladang uang bagi pemiliknya.

Paling tidak akan terkilas keinginan untuk menjadi seperti para blogger yang sudah berhasil.

Iya kan.

Nah, untuk menjadi sukses dalam ngeblog, salah satu kunci dasarnya adalah konsistensi dalam menulis itu. Tanpa itu, usaha ke arah sana tidak akan membuahkan hasil. Bahkan, mereka yang sudah berhasil pun akan terjungkal dari kesuksesannya jika mengabaikan hal ini.

Tidak percaya?

Membangun konsistensi dalam menulis itu susah
ALEXA RANK PANDUANIM
MEMBANGUN KONSISTENSI MENULIS ITU MUDAH
ALEXA RANK JURAGAN CIPIR
MEMBANGUN KONSISTENSI DALAM MENULIS
ALEXA RANK ERUDISI

Tiga buah screenshot dari tiga buah website/blog terkenal yang dimiliki oleh para master/pakar/ahli, atau apapun namanya dalam dunia blogging.

Saat tulisan ini dibuat, semua grafiknya menyala merah dan menunjukkan penurunan peringkat. Tentunya ada banyak hal yang dihitung oleh si Alexa dalam menghitung peringkat dan tidak sembarangan. Paling tidak rutinitas update dan jumlah pengunjung adalah dua faktor yang dipertimbangkan oleh mereka.

Kok bisa demikian?

Kalau Anda sering bermain kesana, maka Anda menemukan kesamaan antara ketiganya dan bisa disimpulkan sebagai salah satu penyebab turunnya peringkat mereka di Alexa.

Hal itu adalah artikel terakhir yang terbit di ketiga blog tersebut sudah lama sekali. Berbulan-bulan yang lalu dan bahkan ada yang hampir satu tahun yang lalu.

Tidak ada lagi update atau pembaruan. Tidak ada lagi artikel baru yang diterbitkan.

Masyarakat Pembaca / Pencari Informasi Gemar Hal-Hal Baru

OK-lah kalau Anda beranggapan bahwa Alexa tidak fair dengan memasukkan “seberapa sering sebuah blog diupdate” dalam algoritma (rumus perhitungan)nya. Kuantitas tidak mencerminkan kualitas, itulah yang biasa dikatakan para blogger senior bin mastah bin ahli.

Tentu saja, para internet marketer juga mengatakan hal yang sama. Bahkan, banyak dari mereka yang berpandangan bahwa menulis setiap hari adalah kesalahan. Seharusnya, kata mereka, atau setidaknya kata PANDUANIM, sediakan 20% waktu untuk menulis dan 80% untuk promosi. Kualitas di atas segalanya.

Tidak salah seratus persen. Cuma tetap ada kesalahan cukup besar didalamnya, walau tidak tahu persentasenya karena memang tidak mungkin dihitung.

Cobalah tanyakan diri sendiri beberapa pertanyaan ini.

1. Saat Anda membeli sebuah buku? Berapa kali Anda membacanya? Tiga, empat, atau sepuluh kali?

2. Ketika Anda berlangganan suratkabar cetak, maukah Anda kalau membaca berita yang sama beberapa kali?

Lalu, cobalah pertanyakan pertanyaan lanjutan. Jika Anda suka sebuah blog, kalau blog tersebut tidak diupdate, apakah Anda akan terus berkunjung kesana?

Jawaban saya

1. Seberapapun sukanya saya pada buku tersebut, maksimum 5 kali saya baca ulang. Itupun dengan jarak waktu yang lumayan lama sebelum saya membaca ulang

2. Lha ya mana mungkin. Saya berharap koran, suratkabar, harus menyajikan hal-hal baru. Kalau tidak, untuk apa saya beli?

Bagaimana dengan blog? YA SAMA SAJA JAWABANNYA. Tidak akan berbeda jauh.

Kodrat manusia.

Manusia itu pembosan. Karena itulah mereka akan selalu mencari sesuatu yang baru, yang bisa membuat mereka terhindar dari kebosanan tersebut.

Seorang pria saat pertama menikahi seorang wanita super cantik akan tersenyum lebar dan bangga atas keberhasilannya menyunting si wanita. Lalu apakah tetap sama setelah 15 tahun? Tidak juga. Bertemu setiap hari selama itu tetap akan menghadirkan rasa bosan.

Begitupun dalam masyarakat pembaca.

Itulah alasan (setidaknya menurut saya) mengapa ketiga blog HEBAT dan milik para blogger KELAS ATAS itu perlahan terjungkal dan menukik. Mereka “mengabaikan” (entah alasannya apa) sifat kodrati manusia yang mudah bosan itu.

Mereka melupakan konsistensi menulis, menerbitkan artikel, dan mengupdate blognya.

Pengunjung setia blog mereka, seminggu pertama masih akan setia setiap hari datang kesana. Dua minggu berselang, sang pengunjung setia akan merubah jadwal menjadi 2 hari sekali. Sebulan kemudian menjadi 2 kali seminggu.

Setelah berbulan-bulan mereka hanya berkunjung kalau ingat saja. Kalau nggak ingat, ya nggak kesana.

Pembaca Setia Perlu Diikat Dengan Tulisan Baru

Sebuah blog bisa mempunyai jutaan pengunjung datang setiap harinya, bukan hanya karena blog tersebut berhasil mendapatkan pengunjung baru, tetapi juga pengunjung lama nan setia yang datang kembali.

Pengunjung lama nan setia ini akan bertambah atau berkurang tergantung pada sang blogger untuk mengikatnya.

Tidak berbeda dengan sebuah pernikahan. Hubungan antara sebuah blog , blogger dan pembacanya perlu dijaga. Perlu dipupuk.

Hal itu hanya bisa dilakukan dengan cara terus mengupdate blognya dengan siraman tulisan segar.

Jelek atau buruk kualitasnya sering diabaikan ketika rasa suka sudah hadir. Yang terpenting blog kesayangan mereka bisa menghadirkan hal-hal baru nan fresh untuk dibaca.

Sayangnya, hal itu tidak bisa dilakukan kalau sang blogger tidak konsisten dalam menulis dan menerbitkan tulisan.

Tidak ada barang baru disana, ya untuk apa setia pada blog tersebut. Rugi waktu. Toh masih banyak blog-blog lain yang terus menghadirkan tulisan baru yang bisa menambah wawasan. Daripada harus terus datang ke blog yang seperti zombie dan tidak pernah diupdate, lebih baik mencari hal baru di dunia maya yang luas.

Itulah karakter masyarakat pembaca di masa sekarang.

Setidaknya itulah kata saya, yang gemar bermain ke blog-blog di dunia maya untuk membaca. (Lebih murah dibandingkan beli koran atau buku).

Jadi, konsistensi menulis itu adalah sebuah unsur utama yang harus dijaga agar sebuah blog tetap hidup, berkembang, dan juga didatangi orang. Kecuali, jika Anda memang hanya perlu pengunjung baru saja dan tidak peduli pada pengunjung setia.

Hal itu masih mungkin karena mesin pencari akan tetap mendatangkan pengunjung ke blog walau sudah tidak diupdate.

Tetapi, sudah pasti para pemilik mesin pencari di dunia maya juga mempertimbangkan hal ini saat menentukan apakah sebuah blog layak diberi tempat di halaman hasil pencariannya atau tidak. Apakah tulisan dari si blog yang lama tidak diupdate akan selalu bertengger di SERP? Untuk beberapa lama ya, tetapi berdasarkan pengalaman di Lovely Bogor , beberapa tulisan merosot dari peringkatnya di SERP saat saya disibuki oleh kegiatan di dunia nyata dan tidak sempat update blog.

Bagaimana Membangun Konsistensi Menulis?

Nah ini dia yang bikin pusing. Mudah dikatakan, tetapi sulit dijalankan.

Konsistensi atau konsisten adalah sebuah kata yang bukan berkaitan dengan pengetahuan dan teori. Kata ini berkaitan dengan mentalitas manusianya, dirinya sendiri. Bagaimana seorang manusia bisa melakukan hal yang sama terus menerusdan secara rutin dalam satu hal.

Sebagai contoh, seorang karyawan yang terus menerus datang ke kantor mengerjakan hal yang sama hampir setiap hari adalah sebuah contoh konsistensi sebagai karyawan. Mau hujan, mau badai, kalau memang tugas menunggu, ya harus datang.

Kalau tidak ada ongkos ke kantor, yan cari dulu. Kalau hujan, ya cari payung. Kalau ngantuk karena begadang, ya cri kopi yang banyak atau tidur di kendaraan.

Semua ini untuk mewujudkan sikap konsisten dalam menjalani pekerjaan.

Konsekuensinya, ya kalau gagal menjalani semua itu, uang makan dipotong, Surat Peringatan diterima, hingga dipecat.

Begitu juga dalam menulis.

Kalau blog tidak diupdate, ya jangan berharap akan berkembang dan mendapat banyak pengunjung setia. Kalau tidak ada pengunjung setia, ya jangan berharap terkenal.

Sesimple dan sesederhana itu sebenarnya.

Hanya lebih sulit bagi seorang blogger untuk konsisten dalam menulis. Tidak seperti karyawan, blogger tidak dihadapkan pada situasi memaksa dan membahayakan dirinya.

Kalau pegawai dipecat, ya bisa beratri tidak dapat gaji dan keluarga tidak bisa makan. Kalau blogger, blognya tidak jalan, ya tidak rugi. Paling rugi bayar sewa hosting dan domain saja. Tidak mahal. Meski rugi, masih bisa ditangani.

Disitulah tantangan blogger dalam membangun konsistensi dalam menulis.

Pertanyaannya sederhana : “BAGAIMANA IA BISA MEMBUAT DIRINYA MERASA DIPAKSA UNTUK MENULIS”.

Seorang yang terpaksa bisa menjadi konsisten dan bahkan mengeluarkan yang terbaik. Sifat kodrati manusia lainnya, sifat bertahan hidup.

Bagaimana?

Adakah cara untuk itu?

Ada!

Sederhana.

Tidak sulit.

Tapi bisa jadi sangat sulit.

Cobalah menulis setiap hari. Setidaknya sehari satu artikel harus terbit.

Percayalah. Tidak mudah. Sangat sulit bahkan di awal-awal. Persis orang yang terbiasa bangun jam 09.00 dipaksa untuk bangun jam 05.00.

Mata rasanya susah melek. Koneksi antara otak dengan tangan dan kaki saja rasanya putus nyambung. Tidak connect.

Setidaknya di awal-awal begitu.

Tetapi, hal itu akan berubah jika ia terus bangun pagi. Badan akan terbiasa dan kemudian mengikutinya. Pada akhirnya justru, bangun jam 05.00 akan menjadi kebiasaan dan kalau sudah terbiasa bangun jam 05.00, akan sulit bangun lebih siang dari itu.

Sama juga dengan menulis.

Pada awalnya akan susah sekali menulis setiap hari Kehabisan idelah. Kehabisan waktulah. Inilah. Itulah. 

PAKSA.

Terus menulis. Mau jelek, mau bagus, mau nggak ada yang baca, terus menulis. Jangan berhenti.

Percayalah. Lama kelamaan, otak dan hati kita akan terbawa dan terbiasa. Setelah beberapa lama, bisa sebulan, dua bulan, tiga bulan (tergantung individunya) maka tidak akan ada lagi perasaan tertekan. Kita akan menjadi terbiasa untuk menulis.

Bahkan, jika sehari tidak menulis saja akan ada rasa tidak enak di hati. Otak seperti tidak berhenti menelurkan ide-ide tulisan. Dimanapun bahkan suasana menulis akan meliputi diri kita.

Pada saat itu, konsistensi dalam menulis tidak akan lagi menjadi sebuah masalah. Secara otomatis, jiwa dan mentalitas sudah terbentuk untuk terus menulis.

Masalah utamanya hanya satu, biasanya pada tahap awal, kita berhenti untuk menulis. Artinya konsistensi menulisnya tidak pernah hadir dan kalau begitu terus tidak akan pernah hadir. Karena kita memutuskan tidak tahan pada beratnya langkah awal.

Padahal, segala sesuatu itu akan terasa berat di awal. Tantangan terberat akan ada di titik awal. Jika mampu mengatasinya, maka selebihnya akan terasa lebih enteng.

Itulah cara saya selama ini mencoba menempa diri dan membangun konsistensi dalam menulis. 

Memang Maniak Menulis seperti blog yang tidak stabil, kadang diisi dan kadang tidak. Tetapi, tidak berarti saya tidak menulis setiap hari. Saya tetap menulis diusahakan setiap hari walau kadang tidak diterbitkan. Semua hanya untuk memastikan bahwa tiada hari tanpa menulis.

Sesederhana itu sebenarnya membangun konsistensi menulis. Tidak perlu banyak teori, yang penting banyak menulis.

Tidak sulit. Tetapi juga tidak mudah.

Bagi saya mudah karena saya sudah melewati tahap awal dan hanya perlu mengatur ritme konsistensinya saja jangan sampai terputus.

Berani coba? Atau mau mengikuti saran para mastah dunia blog? 

Monggo.

4 thoughts on “Membangun Konsistensi Menulis Itu, Susah-Susah Mudah atau Mudah-Mudah Susah”

  1. Kalau saya pake cara bapak aja deh..
    Setiap hari menulis mau jelek mau bagus. Toh nanti kalo jelek bisa di edit lagi.
    Tapi ngomong ngomong dua blog diatas saya kenal . He..he..he..

    Sekarang jarang kesana lagi…paling cuma intip doang..
    ga ada yang baru.

    Reply
    • Hussh… itu bukan cara saya.. itu cara Masandi… cuma kebetulan saja sama dengan cara saya… hahaha

      Jelek atau bagus adalah relatif. Yang terpenting, kita menuliskan yang "terbaik" yang kita bisa buat. Iya nggak sih?

      Reply
    • ah… Pak Anton ini pandai merendah padahal… saya kan belajar dari blog ini juga.

      ya udah deh saya pake cara si Kribo aja… ha..ha..ha..

      Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply