Menulis Yang Ringan dan Sederhana Ternyata Lebih Sulit Daripada Menulis Yang Rumit Dengan Cara Berbelit

Sudah hampir tiga tahun perjalanan ngeblog saya. Sudah ratusan atau ribuan tulisan yang terbit di semua blog yang saya miliki, dan tidak terhitung yang sudah hilang karena blognya di-delete karena tidak pemiliknya lagi mutung.

Sudah ratusan (atau ribuan) artikel karya sesama blogger yang sudah dikunjungi, baik untuk berbasa basi, atau karena memang tertarik.

Selama itu pula, sudah tidak terhitung pula berbagai pelajaran blogging yang diserap dari kepala, baik yang diajarkan oleh para blogger kawakan, atau hasil olah pemikiran para blogger pemula yang kadang tidak tahu dan memahami apa yang ditulisnya.

Dari semua itu, ada satu kalimat yang selalu teringat dan susah untuk dilupakan. Bukan karena begitu terkesan, tetapi karena di dalamnya terkandung sebuah ironi karena banyak diucapkan tapi jarang diterapkan.

Kalimat itu adalah

“Buat seringan mungkin karena pembaca internet tidak ingin penggunaan bahasa yang terlalu serius”

Kalimat itu seperti menjadi sebuah mantra yang dipergunakan para internet marketer atau blogger yang memiliki blog tutorial ngeblog untuk menjaring mangsa.

Hampir tidak ada yang tidak menyarankan hal ini.

Sayangnya, kebanyakan tulisan tentang itu justru terlihat sangat rumit dan berbelit. Puluhan kalimat disusun dengan kata-kata yang berat, persis seperti kata yang dipergunakan para dosen. Ditambah dengan belasan istilah keren dan bisa membuat pembaca harus membuka kamus diselipkan. Sudah malas menghitung juga berapa gambar atau image berisfat infografis yang nampang dalam satu artikel.

Semuanya terkesan rumit.

Butuh waktu lama bahkan untuk mencerna kalimat “instruksi” yang membuat pembaca merasa menjadi murid. Sama panjangnya terkadang untuk menemukan mengapa satu frase dipasang di awal paragraf padahal tidak ada kaitannya dengan bagian lainnya.

Seperti masih belum puas dengan kerumitan itu, biasanya penulis-penulis yang mengaku sebagai pakar internet marketing atau mastah dalam dunia blogging akan menambah dengan kata-kata “bersayap”, seperti “tulisan harus membawa suara yang menulis”.

RUMIT. RUWET. KOMPLEKS. Atau apalah istilahnya.

Ironisnya kebanyakan dari mereka menyarankan untuk menulis seringan mungkin dan sesederhana mungkin.

Kenyataannya, lain di mulut, lain di hati, lain pula tindakannya.

Semua ini mencerminkan sebuah hal, dan mengapa saya terus mengingatnya. Menulis yang ringan dan sederhana dengan cara yang ringan dan sederhana pula justru sangat sulit.

Banyak yang terjebak  menulis secara ruwet dan rumit dan biasanya karena hal-hal di bawah ini :

1. Terpatok pada jumlah kata. Karena indoktrinasi dari blogger senior atau para internet marketer, para blogger pemula mengejar paling tidak 1000-2000 kata sebagai patokan untuk menulis artikel yang berkualitas.

2. Mengejar Optimasi SEO (Search Engine Optimization atau ptimasi Mesin Pencari) karena, lagi-lagi, menurut para pakar blogging, jumlah kata yang terbaik bagi satu artikel adalah 1000-2000 kata. Ujungnya juga bertambah rumit ketika harus memasukkan kata kunci di dalam artikel

3. Keinginan tampil sebagai profesional, orang pintar, master sehingga pemakaian kata dan kalimat dibuat agar orang percaya pada apa yang dikatakannya

4. Mencoba terlalu informatif dengan memasukkan belasan informasi sekaligus ke dalam artikelnya

5.  Memilih topik yang berat dan susah, karena dengan demikian bisa terlihat keren dan memiliki pengetahuan yang mumpuni

Akhirnya adalah tulisan yang ruwet dan rumit penuh dengan teori dan istilah asing.

Ironis memang.

Hasilnya memang ada bagusnya. Yang menulis menjadi mudah sekali menulis secara rumit seperti itu, karena mereka terbiasa melakukannya. Ia tidak merasa dirinya rumit karena pola tersebut sudah diterapkannya berulang-ulang dan ratusan kali.

Masalah utamanya, apakah pembacanya bisa dan mau berpikir rumit seperti itu.

Kenyataannya, saya cenderung menutup artikel-artikel yang ditulis dengan rumit seperti itu. Pengalaman mengatakan bahwa mereka yang mencoba menulis dengan cara demikian hanyalah melakukan agar orang lain terkesan bahwa “ia mampu”, padahal biasanya tidak.

Mungkin, karena saya percaya pada apa yang dikatakan oleh seorang ilmuwan terkenal yang berkata :

If you can’t explain it simply, you don’t understand it well enough. – Albert Einstein
(Kalau kamu tidak bisa menjelaskan secara sederhana, berarti kamu tidak cukup baik mengerti/memahami – Albert Einsein



Yap. Sesuatu harus dijelaskan dengan cara yang sederhana, tidak rumit. Karena itulah saya pilih meninggalkan blog yang berisi tulisan rumit ala profesor, karena biasanya mereka hanya menutupi ketidakpahamannya akan sesuatu.



Walau yang menulis terbiasa menulis sesuatu yang rumit dengan cara yang rumit, kalau ia tidak mampu menyederhanakan dan membuat orang lain paham dengan cara yang sederhana, untuk apa dibaca. Ia tidak bertujuan untuk berbagi apapun, ia hanya ingin orang lain melihat bahwa dirinya masuk kategori super dan luar biasa.



Dan, saya akan menghormati kemauannya dengan cara tidak meneruskan membaca. Karena begitulah saya memperlakukan orang super, dengan membiarkannya menikmati kesuperannya sendiri. Saya tidak bisa mengikutinya karena saya hanya orang biasa saja.



Bukan master bukan pakar. Cuma blogger biasa saja.

7 thoughts on “Menulis Yang Ringan dan Sederhana Ternyata Lebih Sulit Daripada Menulis Yang Rumit Dengan Cara Berbelit”

  1. Setuju pak, saya juga pernah baca kalimat ini "Buat seringan mungkin karena pembaca internet tidak ingin penggunaan bahasa yang terlalu serius" tapi saya lupa di blog siapa.

    tapi seringnya baca panduan begitu malah saya gak bisa apa-apa, karena terlalu banyak teori yang rumit dan menurut saya sulit penerapannya.

    harus nulis minimal 1000 karakterlah, harus pake keyword yang paslah, harus promosilah, harus pakai hosting sendirilah, top level domain dll. yang bikin saya mutung… mau ngeblog kok rumit banget…

    tapi setelah ketemu blog menulis maniak. sepertinya saya mulai bisa enjoy ngeblog tanpa harus mikirin teori-teori njelimet tadi.

    yang saya lakukan cuma terus menulis, menulis dan menulis. he..he.. betul kan Pak?

    Reply
  2. menjadi sebuah bahan yang patut untuk direnungkan Pak…… sayang sekali.. Pak Anton Tidak Memberikan Contohnya seperti apa tulisan yang rumit dan berbelit itu.

    Reply
    • Lha… masa saya harus memberi contoh sepanjang 1000 kata… Panjangan contohnya daripada tulisan ininya. rasanya bisa ditemukan di banyak blog. :D:D

      Mungkin tulisan ini juga contoh dari sebuah tulisan rumit..:D

      Reply
  3. Ada satu kata, yg tidak saya pahami artinya, tapi saya lewati saja. Kemudian kata tersebut muncul kembali dalam komentar Mas Andi. Jadi "mutung" artinya apa ya?

    Hmm, ada satu masa ketika saya suka mendengar pemaparan yg njelimet. Seperti saat Andrea Hirata menjelaskan kecepatan tokoh novelnya mengayuh sepeda, hehe.

    Reply
  4. Hahahaha… lupa ada pembaca dari Borneo.

    Mutung itu berasal dari bahasa Jawa yang kalau singkatnya berarti "ngambek"

    Nggak bisa bayangkan hal sederhana saja bisa jadi ruwet

    Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply