Menggunakan TOP LEVEL DOMAIN Tidak Selalu Menunjukkan Keprofesionalan

Para mbah-mbah blogger (atau bloger yah?) banyak yang bersabda dalam kitab-kitab wejangan online mereka tentang pentingnya menggunakan ajian yang namanya TOP LEVEL DOMAIN. Berdasarkan pengamatan mereka penggunaan ajian ini akan membuat para santri menjadi terlihat sakti mandraguna, alias profesional dalam bahasa sekarang.

Tentunya, jika terlihat profesional, tentunya akan meningkatkan keyakinan orang lain bahwa para santri adalah seorang yang sangat paham dan ahli dalam bidang yang dibahas. Mbah-mbah blogger yang memberikan wejangan seperti ini tidak terhitung banyaknya, mulai dari yang benar-benar sudah mbah-mbah hingga para santri yang menganggap dirinya sudah menjadi mbah-mbah, padahal pipis saja belum lurus.

Semuanya menyerukan “Hei dunia, pergunakan TOP LEVEL DOMAIN” dengan begitu kamu menjadi terlihat profesional.

Tetapi benarkah penggunaan TOP LEVEL DOMAIN berarti Anda akan terlihat profesional dan ahli?

Jika itu ditanyakan sekitar 10-15 tahun yang lalu, saya akan mengatakan bahwa kemungkinan besar (tidak pasti lo ya), jika ada website menggunakan .com dan bukan .blogspot.com, maka ada rasa “Wah, pasti sudah dikelola secara profesional”.

Saya pun sempat berpandangan seperti itu.

Alasannya adalah karena biasanya pengelola sebuah website adalah organisasi yang memiliki struktur dan orang-orang khusus yang ahli di bidang tersebut. Berbagai informasi yang berada di dalamnya diasumsikan sudah disaring dan ditelaah oleh tim para ahli.

Itulah pandangan saya, dan tentunya banyak orang saat itu. Jadi, apa yang ditulis para mbah blogger bin bloger tidak salah, bila memakai referensi satu dekade yang lalu.

Sayangnya, dan memang tidak terhindarkan, zaman berkembang dan berubah. Penggunaan TLD bukan lagi monopoli dan dikuasai organisasi-organisasi saja. Sekarang, perorangan pun bisa membuat dan kerap menggunakannya (berpatokan pada wejangan para mbah ahli blogging) supaya terlihat profesional.

Hasilnya adalah bertebaran lah website-wbsite yang dikelola individu dengan isi beragam. Website-website ini (terutama blog) isinya tidak lagi melalui sebuah proses untuk meastikan hasilnya.

Dampaknya, banyak website dengan TLD yang bisa dikata “rendah mutu” nya. Isinya amburadul dan bahkan tidak memberikan apa-apa kepada pembacanya. Banyak yang dibuat hanya sekedar agar tampil di mesin pencari Google saja dan bukan dengan tujuan memberikan manfaat.

Akibatnya, secara tidak disadari sudah sejak beberapa tahun belakangan ini, kepercayaan pembaca terhadap website yang ber-TLD tergerus karena hal ini. Bila sebelumnya penggunaan TLD pada website “menjamin” kualitas isinya, sekarang tidak lagi. Pembaca mulai kehilangan kepercayaan terhadap hal itu dan tidak lagi terpaku pada penampilan website ber-TLD.

Mereka menjadi lebih kritis. Masyarakat pembaca tidak lagi langsung menganggap sebuah website dengan TLD sebagai berkualitas. Mereka akan memasuki sebuah website tanpa prasangka apa-apa, netral. Penilaian dilakukan setelah membaca isinya dan bukan sekadar karena menggunakan TLD atau tidak.

Lucu memang, tetapi kenyataannya demikian.

Masyarakat awam sekarang sudah tidak terlalu peduli lagi tentang .com atau blogspot.com. Mereka mementingkan isi.

Tidak jarang belakangan ini, banyak sharing tulisan dari website yang menggunakan sub-domain seperti wordpress.com atau blogspot.com di media sosial sebagai referensi. Sesuatu yang aneh sebenarnya dan tidak sesuai dengan klaim dari para mbah blogger bahwa TLD akan membuat orang tertarik karena keprofesionalannya.

Mengapa artikel dari website sub domain yang diambil dan bukan yang TLD?

Sharing artikel dari blog sub domain menunjukkan bahwa masyarakat pembaca tidak lagi memberikan posisi “berlebih” pada TLD. Keistimewaan TLD di mata masyarakat pembaca sudah hampir berakhir dan tidak lagi dianggap terlalu berbeda dibandingkan website sub-domain. Apalagi mesin pencari Google dan yang lainnya pun semakin canggih dan tidak segan menampilkan artikel dari website sub domain di halaman pertama hasil pencarian mereka.

Konten atau isi lebih ditekankan dibandingkan sekedar kulit TLD yang menipu.

Jadi, kawan, Bukan berarti apa yang ditulis para mbah Blogger itu salah. Tetapi, saya pikir itu adalah sebuah wejangan yang sudah usang, obsolete, kuno, tidak sesuai jaman. Jangan sampai terlalu percaya sehingga harus menghabiskan uang dengan berhutang demi menyewa TLD karena ingin kelihatan “pinter” dan “berkelas”.

Jangan khawatir dengan kata profesinal atau berkelas karena hal itu tidak hanya bisa dilihat dari penggunaan TLD atau tidak. Profesional bisa dilakukan dengan memberikan yang terbaik kepada para pembaca. Perlahan tetapi pasti, masyarakat pembaca yang akan menjatuhkan penilaiannya sendiri bahwa Anda profesional atau tidak dari apa yang Anda berikan dan bukan apa yang Anda tampilkan.

Nah, itulah sedikit sumbangan pemikiran dari saya, seorang yang tidak mengikuti patokan mbah blogger manapun dan lebih suka disebut santri sableng. Siapa tahu bisa memberikan pemikiran kepada Anda yang sedang ngelmu blogging.

2 thoughts on “Menggunakan TOP LEVEL DOMAIN Tidak Selalu Menunjukkan Keprofesionalan”

  1. Saya juga pernah berpikir seperti itu pak, menganggap blog ber-TLD lebih profesional.
    Tapi sekarang gak lagi, sebab banyak blog TLD yang isinya gak seperti yang saya harapkan.

    Reply
    • Iyah.. branding blog TLD sebagai profesional tergerus oleh tingkah polah para blogger sendiri yang kerap asal-asalan sehingga efeknya terus berkurang dan tidak lagi terasa

      Reply

Leave a Reply to Masandi Wibowo Cancel reply