Membeli Artikel Dan Menerbitkannya Atas Nama Kita, Etis Kah?

Kebiasaan membeli artikel sepertinya sudah menjadi sesuatu yang sangat umum di dunia blogging sekarang ini. Kebutuhan akan artikel untuk meng-update blog dan menyenangkan pembaca merupakan alasan utama, terutama bagi blogger yang memiliki banyak blog atau part time blogger karena kurangnya waktu.

Bukan sebuah hal yang aneh dan tidak normal. Wajar saja. Apalagi semakin banyak penyedia jasa penulisan artikel di dunia maya. Ada yang butuh dan ada penyuplai. Klop sudah.

Tidak ada yang salah dengan membeli artikel

Memang tidak ada yang salah bila seorang blogger membeli artikel demi mengisi blognya. Sama sekali tidak salah, kecuali ia tidak membayar atas artikel yang dipesannya, maka itu merupakan sebuah masalah besar.

Bisa dimengerti karena mau tidak mau merawat blog tidak beda dengan merawat ternak atau tanaman, harus diperhatikan dan diurus kalau memang mau berkembang. Semakin banyak jumlah artikel yang diterbitkan di sebuah blog akan mengundang lebih banyak pembaca dan juga akan bagus di mata mesin pencari.

Oleh karena itu, tidak ada masalah apa-apa kalau seorang blogger, yang sedang kekurangan waktu dan tenaga, untuk mendapatkan suplai tulisan dari luar.

Tidak ada yang salah dengan menerbitkan artikel yang dibeli

Salah kah kemudian kalau artikel yang sudah dibeli diterbitkan? Tidak. Dalam transaksinya biasanya sang penjual melepas haknya terhadap tulisan yang dibuatnya dengan imbalan beberapa lembar uang ribuan atau puluhan ribu.

Sebuah hal yang standar saja dalam jual beli apapun. Hak ditukar dengan uang.

Jadi, kalau sang blogger kemudian menerbitkannya di blog miliknya, tentu saja itu sudah haknya. Ia membeli artikel tersebut memang untuk tujuan tersebut.

Itu HAK-nya.

Lalu dimana masalahnya?

Etiskah menerbitkan hasil karya orang lain di blog kita?

Nah, masalahnya terletak pada ketika kita mencantumkan siapa “pengarang” atau “pembuat” dari artikel yang kita terbitkan tersebut.

Kenyataannya, walau seorang blogger membeli artikel dan penjualnya sudah melepas semua haknya terhadap karya tulisnya tersebut, etis kah kalau kita menerbitkannya dengan mencantumkan nama kita sebagai penulisnya?

Belajar dari sejarah, sebuah duo penyanyi terkenal Milli Vanilli (Fab Morvan dan Rob Pilatus) tahun 1980-an, pernah menjadi kecaman publik. Mereka dianggap melakukan lip sync. Tahu kan artinya lip sync? Sebuah tehnik dimana sang penyanyi tidak benar-benar menyanyi, ia hanya menyesuaikan gerakan bibirnya dengan suara yang dihasilkan dari sumber suara yang lain, seperti tape, video dan lain-lain.

Masalahnya dalam kasus ini, suara yang dipergunakan bukanlah suara mereka yang direkam, melainkan suara orang lain yang dibayar.

Secara jual beli tidak ada masalah karena sang pemilik suara asli sudah dibayar, dan sebetulnya mereka tidak mempermasalahkan sama sekali. Mereka sudah merasa puas dengan penghasilan yang didapatnya.

Tetapi, pemirsa merasa hal tersebut tidak etis dan curang. Khalayak beranggapan kalau tidak seharusnya hal tersebut dilakukan. Seni tarik suara adalah satu paket antara manusia dengan kemampuannya bernyanyi. Mereka menganggap terjadi kecurangan karena apa yang mereka dengar berasal dari dua orang yang berbeda dan bukan karya sebenarnya dari si duo.

Hasilnya, Milli Vanili dihujat dari sana sini dan namanya jatuh hancur seperti roket yang menghunjam bumi. Tidak lama setelah kasus tersebut mencuat, duo Milli Vanilli tidak lagi beredar dan terdengar namanya. Habis sudah.

Nah, membeli artikel sendiri tidak beda halnya. Memang tidak salah dengan jual belinya, sang penjual sudah lebih dari rela melepas haknya. Tetapi, artikel dan lagu adalah merupakan hak kekayaan intelektual yang sama. Meskipun hak untuk mengedarkannya sudah diberikan, tetapi itu tidak menghilangkan kenyataan bahwa sang pembuat berhak mendapatkan pengakuan atas karyanya sendiri.

Hal tersebut harus diketahui oleh mereka yang menikmatinya. Dalam kasus Milli Vanilli, penikmat lagu berhak mendapatkan penjelasan siapa yang menyanyikan lagu. Begitu juga dalam blog, pembaca harus dan tetap berhak tahu siapa yang menulis artikel tersebut sebenarnya.

Jadi, kalau ditanya etiskah menerbitkan artikel yang dibeli pada blog kita, maka jawabannya tergantung.

1. ETIS : kalau artikel tersebut dicantumkan nama pembuatnya

2. TIDAK ETIS : kalau artikel tersebut diakui sebagai hasil karya kita

Ya, jelas tidak etis sama sekali kalau kita mengakui hasil karya orang lain. Terlepas dari transaksi yang dilakukan, dan berapa juta uang yang kita bayarkan hal tersebut tidak menghilangkan kenyataan bahwa tulisan tersebut bukan kita yang menulis. Tidak beda dengan Milli Vanilli.

Kalau ketahuan oleh pembaca, bisa runtuh blog yang kita bangun dengan susah payah.

Bagaimana menerbitkan artikel yang dibeli tanpa berbuat curang?

Mudah saja, ada beberapa cara

1. Cantumkan nama penulis artikel sebenarnya dan sebutkan bahwa itu adalah kontribusi dari penggemar blog yang kita kelola

2. Kalau membeli artikel dari jasa penulis lepas dan kita tidak mengetahui namanya, cantumkan sebagai anonim atau sumbangan dari seseorang yang tidak mau disebut namanya

Yang pasti, jangan cantumkan nama kita sebagai “penulis” artikel tersebut. Terlihat kecil, tetapi dengan melakukan itu maka kita sudah melewati batas dengan mengakui hasil karya orang sebagai karya kita sendiri.

Apakah saya pernah membeli artikel? Jelas pernah. Saya pernah mencoba untuk mengisi blog saya dengan artikel yang ditulis penulis lain. Tetapi, pada saat menerbitkannya, saya mencantumkan nama penulis aslinya.

Saya melakukannya karena menganggap, saya tidak membeli artikelnya, tetapi membeli jasanya untuk mengisi blog. Bantuan pemikiran, tenaganya lah yang saya bayar. Hak mereka sebagai penulis untuk melihat namanya dicantumkan sebagai penulis aslinya tetap saya berikan, meskipun mereka tidak meminta sama sekali.

Bagaimana dengan Anda kawan?

2 thoughts on “Membeli Artikel Dan Menerbitkannya Atas Nama Kita, Etis Kah?”

Leave a Reply to Bougheing Cancel reply