Blogger Jangan Mengklaim Dirinya Menerbitkan Artikel Berkualitas, Karena Kenyataan Mengatakan Tidak Demikian

Kemungkinan besar, saya akan digetok, dijitak, dan dimaki banyak rekan blogger dengan mengatakan bahwa blogger tidak seharusnya mengklaim diri menerbitkan artikel berkualitas. Sudah menjadi sesuatu yang umum dan jargon yang selalu dikumandangkan para blogger terutama kepada blogger pemula untuk menekankan tentang betapa pentingnya menghasilkan artikel berkualitas.

Kelihatannya tidak ada masalah dalam perkataan tersebut, tetapi menurut saya justru sebaliknya. Istilah “artikel berkualitas” sendiri adalah sesuatu yang “rancu” dan “aneh”. Bahkan, kalau mau digali lebih dalam menunjukkan bahwa sifat narsis atau setidaknya kepercayaan diri yang berlebihan menghinggapi para blogger.

Serius. Memang begitu pandangan saya.

Cobalah lihat beberapa hal berikut ini.

Mengapa blogger jangan mengklaim dirinya sudah menerbitkan “artikel berkualitas”?

Kita mulai saja dari frase “artikel berkualitas”. Apa maknanya?

Yap. Makna yang dirujuk oleh para blogger adalah artikel yang bermutu atau berkualitas tinggi.

Tetapi, coba bandingkan dengan beberapa kenyataan yang berkaitan dengan kata “kualitas” itu sendiri.

1) Kualitas membutuhkan standar

Dalam mengukur kualitas sesuatu, memang diperlukan sebuah standar atau kriteria tertentu. Sebagai contoh, dalam produksi barang, katakanlah barang elektronik, sebuah perusahaan akan memiliki kriteria atau standar sendiri yang memastikan bahwa produk mereka akan memenuhi kriteria kualitas yang dibutuhkan oleh calon pembeli.

Perusahaan-perusahaan itu akan melakukan survey sedetail mungkin. Mereka juga akan meminta feedback dari yang pernah membeli produk mereka agar mereka bisa menentukan standar tersebut.

Dari situ mereka bisa mengukur kualitas barang yang dihasilkannya. Seringnya, ukuran tersebut berupa angka atau patokan. Itulah mengapa ada sertifikasi ISO 9001 atau ISO 14000 dan sejenisnya. Tujuannya untuk memastikan agar kualitas barang yang dihasilkan akan bisa memenuhi kualitas yang dibutuhkan.

Nah, sekarang, bandingkan dengan dunia blogger. Apakah seorang blogger memiliki standar tertentu untuk artikel yang ditulisnya? Sudah tahu pasti jawabannya kan? Yap. Benar. Tidak ada!

2) Kualitas membutuhkan penilai

Untuk mendapatkan sertifikasi kualitas seperti ISO 9001 atau ISO 14000, sebuah perusahaan tidak bisa serta merta mengklaim kalau dirinya memenuhi kriteria yang dibutuhkan. Penilaian akan dilakukan oleh sebuah tim independen.

Bahkan di dalam perusahaan itu sendiri, ada bagian tersendiri untuk menilai kualitas barang yang dihasilkan bagian produksi, namanya Quality Control. Bagian ini akan mnilai hasil dari bagian produksi. Keputusan apakah produk yang dihasilkan lolos dari standar atau kriteria akan diserahkan pada Quality Control.

Tidak bisa bagian produksi memutuskan sendiri.

Lalu, kalau blogger, punyakah perangkat penilai seperti ini.

Perusahaan media berbeda. Mereka memiliki tim redaksi sendiri yang akan menyortir dan menilai apakah sebuah tulisan layak diterbitkan atau tidak. Banyak sekali pertimbangan dan penilaian yang dilakukan untuk memastikan berbagai hal, tidak bedanya dengan perusahaan manufaktur.

3) Kualitas bukanlah kata yang pasti, relatif

Seorang pemakai motor Supra Fit 100CC akan menyebut sebuah motor Kawasaki Ninja 250 CC sebagai memiliki kualitas lebih tinggi. Tetapi, seorang pemakai Harley Davidson akan menyebutnya sebagai berkualitas rendah.

Kata kualitas akan selalu membutuhkan pembanding untuk menentukan tinggi atau rendahnya.

Masyarakat dimanapun akan memiliki segmen-segmen yang membutuhkan “kualitas” yang berbeda. Bagi kalangan berekonomi lemah, makan Mac D sudah berarti peningkatan kualitas makanan, tetapi bagi yang biasa makan di restoran bintang lima, maka itu berarti penurunan.

Blogger mengklaim bahwa dirinya sudah menerbitkan artike berkualitas tinggi adalah sesuatu yang membingungkan. Kualitas tinggi menurut siapa?

Artikel Kualitas NOL (0)

Dengan ketiadaan perangkat untuk menilai seperti disebutkan di atas, maka kenyataannya, semua artikel yang diterbitkan oleh blogger adalah berkualitas NOL (0), alias netral.

Tulisannya belum dinilai oleh para juri atau tim penilai. Seberapapun para blogger mengklaim hal itu tidak membuktikan apa-apa dalam hal mutu tulisannya.

Oleh karena itu, sebenarnya lucu sekali kalau seorang blogger mengatakan ia sudah menerbitkan artikel berkualitas. Lebih lucu lagi, ketika mereka menuliskan berbagai tips dan trik kepada orang lain tentang cara menghasilkan artikel bermutu tinggi.

Pembaca adalah jurinya

Satu-satunya pihak yang bisa memberikan approval atau penilaian bukanlah sang blogger sendiri. Kalau itu dilakukan, maka penilaiannya diragukan dan bisa dikata sang blogger adalah orang narsis bin sombong. Dengan artikel yang belum terbukti kualitasnya, kok bisa mengklaim.

Kalau itu dilakukan, maka blogger itu tidak beda dengan penjual kecap. Tidak ada penjual kecap yang mengatakan kecapnya nomor 2, selalu nomor satu. Padahal belum tentu demikian.

Pihak yang saya maksud adalah PEMBACA.

Ya. Hak untuk menilai apakah tulisan seorang blogger berkualitas tinggi atau tidak ada di tangan mereka. Lagi-lagi bukan di tangan blogger.

Posisinya menggantikan bagian penilai dan mereka lah yang berhak menjatuhkan vonis terhadap apa yang mereka baca. Bagus atau tidak, dermutu atau tidak, semua akan tergantung pada standar penilaian yang mereka harapkan dari membaca artikel yang sang blogger buat.

Tidak seharusnya dan tidak akan bisa seorang blogger memaksa para pembaca untuk mengatakan tulisannya sebagai bagus dan bermutu.

Itulah mengapa saya katakan “tidak seharusnya seorang blogger mengklaim dirinya menerbitkan artikel berkualitas”.

Para blogger tidak memiliki standar, kriteria sebagai dasar penilaian. Yang pasti, blogger tidak memiliki hak menilai tulisannya sendiri.

Hak penilaian tersebut ada di tangan pembaca.

Yang bisa blogger lakukan adalah mengeluarkan yang terbaik dari dirinya dan sesuai dengan kemampuannya. Setelah itu, biarkan pembaca melakukan apa yang seharusnya dilakukan, menilainya. Bukan sebaliknya.

2 thoughts on “Blogger Jangan Mengklaim Dirinya Menerbitkan Artikel Berkualitas, Karena Kenyataan Mengatakan Tidak Demikian”

  1. nah ini tampil beda, lain dari yang lain,,, setuju mas bro,, artikel berkualitas itu sebenarnya pembaca yang menilai, jadi kalau pembaca merasa apa yang ditulis itu bermanfaat, maka itulah artikel yang berkualitas

    Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply