Apa itu Berita Semu Produk Jurnalisme Semu dan Bagaimana Menemukannya ?

Berserakan. Yah, memang berserakan di dunia maya berbagai artikel “berita” tetapi sebenarnya “bukan berita. Banyak sekali. Berita semu, istilah yang saya sematkan pada artikel-artikel seperti ini.

Banyak dari artikel-artikel tersebut terkesan ditulis sembarangan. Seringkali juga terkesan sangat tidak berimbang dan berpihak. Tidak jarang pula yang sangat tendensius , memvonis, dan memjokkan.

Sseringkali artikel-artikel seperti ini justru laku keras di pasaran. Judul dan isinya acap sangat bombastis untuk mengundang perhatian khalayak pembaca. Membuatnya sangat menarik untuk dibaca.

Gaya penulisannya yang cenderung berpihak dan memvonis membuat pihak-pihak yang merasa diuntungkan atau orang-orang yang sepaham dengan apa yang ditulis. Biasanya, kemudian, mereka akan men-share nya ke dalam lingkungan mereka.

Berita Semu ala Jurnalisme Semu

Istilah berita semua itu sebenarnya, mungkin tidak ada di dalam kamus. Saya menterjemahkannya dari sebuah istilah lain “Pseudo Journalism” atau dalam bahasa Indonesia “Jurnalisme Semu”. Kalau jurnalismenya semu, maka beritanya sendiri menjadi “berita semu”.

Berita semu, kalau menurut pandangan saya pribadi, bisa terbagi menjadi dua kategori besar :

1. Berita yang diterbitkan tidak mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik

Dalam dunia jurnalistik, penulisan berita harus mengikuti norma-norma, baik tertulis atau tidak, dalam dunia tersebut. Beberapa contoh kaidah jurnalistik adalah tidak memihak, obyektif, merangkum dua sisi, dan lain sebagainya.

Bahkan, di Indonesia ada yang namanya Undang-Undang Pers yang memaksa semua pihak pengumpul dan penyebar informasi mematuhi kaidah-kaidah ini.

Masalahnya, dengan perkembangan dunia tehnologi, pada masa sekarang, semua orang bisa menempatkan dirinya sebagai pengumpul dan penyebar informasi, atau dikenal sebagai berita. Padahal banyak dari mereka tidak paham tentang bagaimana proses membuat berita yang baik.

Hasilnya, banyak sekali kaidah jurnalistik yang ditabrak. Hal itulah yang menyebabkan banyak “berita” terkesan sangat tendensius, tidak fair, memihak, tidak meliput dua sisi.

Artikel-artikel berita seperti ini bisa dimasukkan dalam kategori berita semu ala jurnalisme semu. Pembuatnya tidak mematuhi standar penulisan jurnalistik.

2. Berita yang ditulis oleh pihak yang tidak terdaftar secara resmi sebagai pengumpul dan penyebar informasi

Berita atau informasi sudah menjadi kebutuhan masyarakat modern. Bahkan, ada pepatah yang mengatakan “Siapa menguasai informasi, dia akan menang”.

Tidak mengherankan kalau membangun sebuah perusahaan media, yang berhak mengumpulkan dan menyebarkan informasi menjanjikan keuntungan sendiri. Pasar yang besar dan rutin memang sangat menggiurkan.

Di masa lalu, kue pasar pembaca ini dikuasai oleh media-media resmi, baik cetak maupun online.

Tetapi, tidak ada gula tidak ada semut.

Dengan berkembangnya tehnologi, pasar tersebut tidak lagi bisa dibagi oleh institusi resmi dan terdaftar. Kemudahan membuat situs di dunia maya, membuat pasar ini kemudian diperebutkan banyak orang lain, para blogger.

Mereka membangun berbagai situs yang didesain agar mirip dengan situs-situs berita resmi, seperti Detik, Kompas, Republika, dan banyak laginya.

Isinya pun dibuat tidak berbeda. Cara dan penulisan pun dibuat semirip mungkin agar membangkitkan kepercayaan khalayak terhadap mereka.

Padahal, seringkali penulis atau orang di belakang layar seperti ini tidak menguasai, tidak mengerti, dan tidak melakukan berbagai kaidah jurnalistik yang ada. Mereka juga tidak memiliki mekanisme cek dan recek yang biasanya ada di media terdaftar.

Sifat penulisannya biasanya bias karena ketiadaan mekanisme cek dan recek. Apalagi banyak blog atau website yang dikelola oleh hanya satu orang saja, sebuah hal yang memastikan bahwa artikel-artikel mereka sangat terpengaruh oleh pandangan pribadi sang pemilik.

Oleh karena itulah, berita semu bisa juga mencakup semua artikel berisi informasi yang tidak dilakukan oleh media terdaftar resmi.

Tujuan Penerbitan Berita Semu

Beragam. Mulai dari mengarahkan dan menggiring opini publik hingga uang.

Bentuk Berita Semu

Bentuknya ya berita atau informasi. Maksudnya, cara penulisan atau pemaparan informasinya adalah dengan gaya penulisan yang biasa dilakukan oleh surat kabat atau media resmi.

Semakin berpengalaman penulisnya, maka biasanya semakin susah dibedakan dengan artikel yang terpampang di media resmi.

Meskipun demikian, karena kebanyakan ditulis dengan metode penulisan yang tidak berlandaskan pada kaidah jurnalistik, maka biasanya cenderung bias pada pandangan pribadi dan memihak.

Bentuknya bisa berupa :

  • Opini yang dibuat seolah-olah sebagai berita
  • Berita yang menggunakan sumber tidak jelas
  • Berita yang memojokkan
  • Berita palsu atau berita yang dibuat bukan sebenarnya
  • Berita yang mengarahkan publik untuk mengikuti pendapatnya
  • Berita yang menyembunyikan fakta dan menyisihkan fakta yang bertentangan dengan teorinya
  • Berita yang mengajak orang untuk melakukan sarannya

Siapa Yang Bisa Menerbitkan Berita Semu?

Semua orang bisa! Bahkan, institusi yang secara resmi terdaftar sebagai pengumpul dan penyebar informasi pun bisa terjebak menerbitkan berita semu.

Meskipun demikian, kemungkinannya sangat kecil sekali karena hukum di Indonesia, dengan UU Persnya, bisa menyebabkan sebuah usaha penerbitan terancam hukuman kalau menyebarkan berita yang tidak akurat dan tidak obyektif. Tetapi. kemungkinan sebuah institusi resmi menyebarkan berita semu tetap ada karena kesalahan atau lainnya.

Yang paling banyak adalah warga biasa. Berkembangnya Citizen Journalism atau Jurnalisme warga, atau peran serta warga dalam mengumpulkan dan menyebarkan informasi, merupakan penyebab mayoritas berita semua berasal dari kalangan umum.

Hampir semua berita yang ditulis tidak melalui prosedur jurnalistik yang valid. Kebanyakan dari penulisnya tidak pernah mendapat pendidikan atau pelatihan jurnalistik.

Kalangan blogger adalah yang paling besar menyumbang berita semua. Alasannya, pandangan pribadi yah, adalah lebih pada uang.

Memiliki situs blog berita bisa mendatangkan pengunjung yang banyak. Semakin banyak yang datang, semakin besar pendapatan dari iklan.

Tetapi, cukup banyak juga yang membuat website berita dan menyebarkan “berita semu” demi tujuan politik, dan ingin menggiring pandangan pembaca sesuai yang mereka mau.

Apakah Salah Menyebarkan Berita Semu?

Sisi yang sejauh ini ada dalam wilayah abu-abu. Semua harus dilihat kasus per kasus.

Penyampaian informasi sendiri memiliki inti yang berlandaskan pada kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi Indonesia, UUD 1945. Dalam bentuk apapun, semua warganegara berhak menyatakan apapun pendapatnya dan dalam bentuk apapun.

Apakah berarti tidak salah menyebarkan berita semua?

Bisa ya, bisa tidak. Tergantung berita semunya seperti apa dan juga interpretasi oleh para penegak hukum.

1. Kalau yang menyebarkan berita semu adalah institusi resmi yang terdaftar, maka UU Pers akan menjadi dasar penilaiannya. Mekanismenya juga mengikuti aturan yang ditetapkan Dewan Pers.

2. Kalau bukan insitusi terdaftar, maka yang menjadi patokan penilaian adalah UU Informasi dan Tehnologi Elektronik.

Jadi, tidak bebas sebebas-bebasnya.

Beberapa waktu lalu Menkominfo Indonesia melaukan pemblokiran terhadap 11 situs yang bernuansa SAR (Suku, Agama, Ras, Antar Golongan). Dasar yang digunakan adalah yang nomor 2, karena dianggap sangat berbau SARA.

Bagaimana kalau sekedar menyampaikan informasi yang dilihat?

Misalkan ada sebuah kejanggalan, seperti seorang blogger menulis tentang apa yang dilihatnya dalam perjalanan kerja, seorang pejabat / petugas negara melakukan pungli, dan kemudian menuliskannya di blog miliknya. Apakah sebuah kesalahan?

Tidak. Asal sang blogger juga menyiapkan bukti yang dimilikinya.

Cara Mengetahui Berita Semu atau Bukan?

Sulit, bagi merea yang tidak mau meluangkan waktu sejenak, maka memilah mana berita semu dan berita yang bisa dipercaya akan menjadi sebuah tugas yang “maha sulit”, terutama di internet.

Bentuk websitenya sangat profesional dan tampilannya juga mirip dengan media resmi. Gaya penulisan pun sangat mirip.

Apalagi kalau membaca sesuatu yang justru memberi keuntungan bagi kita, atau setidaknya sealiran dengan diri kita.

Tetapi, sebenarnya cukup mudah untuk menilai sebuah artikel berita sebagai benar-benar berita atau pandangan pribadi.

Berdasarkan pengalaman, tidak mutlak dan mungkin Anda memiliki cara tersendiri, tetapi mungkin langkah-langkah di bawah ini bisa membantu.

1. Siapa yang menerbitkan?

Sebuah media massa resmi akan terdaftar dan mencantumkan penanggung jawab dari situs tersebut. Silakan lihat kolom “Tentang” atau “About Us” dalam situs yang Anda kunjungi.

Disini akan terlihat siapa di belakang sebuah website.

Kalau tidak ada, berarti bisa dikata sang penanggung jawab sebagai jurnalis semu. Semua media massa online akan mencantumkan penanggung jawabnya.

2. Tim Redaksi

Media massa resmi akan mencantumkan daftar tim redaksi, termasuk wartawan atau jurnalis yang berada di dalamnya.

Berbeda dengan yang menerbitkan berita semu, biasanya tidak akan mencantumkan tim eedaksinya.

Mengapa hal ini penting? Hal ini menunjukkan bahwa sebuah artikel tidak akan langsung diterbitkan tanpa melewati mekanisme jurnalistik dan hal ini membuat artikel yang tampil di websitenya sudah melalui pengecekkan beberapa tingkat sebelum bisa dibaca orang.

Obyektifitas lebih terjaga.

3. “Powered by blogger”

Lihat di bagian footer (bagian paling bawah sebuah website). Kalau di bagian itu terdapat tulisan “Powered by Blogger” menunjukkan situs tersebut dikelola oleh individu.

Mesipun nama URL atau Domainnya tidak berakhiran Blogspot, tetapi tulisan ini menunjukkan bahwa website tersebut dihosting di blogger, situs blog gratisan dari Google.

Mengapa hal ini menunjukkan kemungkinan berita semu? Karena tidak ada media massa resmi yang menggunakan fasilitas gratisan dari blogger. Mereka biasanya memiliki server sendiri.

Kata blogger sendiri mencerminkan bahwa tulisan-tulisan yang di dalamnya adalah pandangan pribadi seseorang atau sebuah kelompok. Biasanya akan bersifat memihak atau tidak obyektif.

4. Pedoman Media Siber

Sebuah media massa resmi akan mencantumkan yang namanya Pedoman Media Siber (alias online) di situs mereka. Hal ini menunjukkan keterikatan mereka pada aturan-aturan yang berlaku di dunia jurnalistik.

Berbeda dengan berbagai media semu yang tidak akan memiliki halaman ini.

5. Pakai intuisi, insting, naluri

Hal ini paling sulit dilakukan. Apalagi ketika tulisan yang berada di sebuah website mendukung teori dan pendapat kita. Biasanya tanpa ragu dan berpikir ulang akan segera membagikan linknya kemana-mana.

Tetapi, kalau kita mau terhindar dari berita semu, pemakaian insting, intuisi atau naluri harus dilakukan.

Bila tulisan terlalu akrab, dengan penggunaan kata Anda dan kami sudah berlebihan, waspadalah. Para jurnalis karena harus tetap obyektif, tidak akan mencoba mengakrabkan diri dengan pembaca.

Mereka biasanya akan menyajikan fakta, data, dan bukan hanya dari satu sisi. Mereka biasanya menyajikan dari berbagai sisi, seringnya ayng bertentangan.

Juga kalau tulisan dirasa terlalu berpihak atau memojokkan salah satu pihak, mungkin Anda sedang membaca berita semu.

Semuanya bisa dilihat (kebanyakan) di bagian bawah sebuah website, atau paling atas. Sebagai contoh, silakan dilihat screenshoot dari website Kompas.

Tidak semua berita berita semu. Tidak semua berita semu tidak berharga. Tetapi, Kejelian pembaca dalam memilahnya bisa menghindarkan kita dari berbagai masalah.

Apakah tulisan ini dan artikel lain di blog Maniak Menulis adalah berita semu? TIDAK. Sudah jelas TIDAK. Dijamin!

Karena blog ini sejak awal sudah menyatakan bahwa apa yang dibaca adalah pandangan pribadi dari seorang blogger, yaitu saya. Jadi sudah sejak awal tidak akan ada “berita” disini. Karena tidak akan ada berita, maka tidak akan ada yang namanya berita semu atau jurnalisme semu.

Leave a Comment