Ini, saran “paksakan untuk menulis”, mungkin akan dianggap seperti sebuah hal yang absurd. Menulis adalah sebuah kegiatan yang mengandalkan pada sisi kreatif dalam diri manusia. Penulis perlu merasa terinspirasi atau terdorong untuk melakukannya.
Dengan merasa terinspirasi, atau sedang mood istilahnya, seorang penulis akan seperti dilimpahi luapan ide di kepala dan semangat bak air bah di hati. Paduan keduanya membuat jari-jari penulis seperti mesin yang akan bergerak secara otomatis menekan tuts keyboard komputer atau alat apapun yang biasa dipergunakan untuk melakukannya.
Sebagai hasilnya, jangankan satu tulisan, bahkan 10 artikel pun akan terasa sedikit ketika seorang penulis berada dalam kondisi demikian. Tidak usah berbicara 2000 kata, 10 ribu kata untuk sebuah artikel pun bukanlah menjadi sebuah masalah ketika mood sedang bercokol.
Perasaan terinspirasi seperti ini adalah sesuatu yang sangat disukai oleh mereka yang mengandalkan sisi kreatifitas untuk menjadi produktif.
Too bad.
Sayangnya. Mood itu tidak hadir setiap saat. Layaknya manusia biasa, berbagai kondisi baik fisik ataupun mental sangat mempengaruhi kemunculan si “mood”. Di kala tanggal tua, dengan kondisi keuangan yang sedang sekarat dan butuh suntikan dana, si mood seperti tahu diri dan situasi. Ia jarang mau memunculkan batang hidungnya.
Bagi seorang penulis jomblo, seringkali ditambah dengan situasi pacar yang mutung karena tidak diajak nonton bioskop. Bagi yang sudah menikah, uang belanja yang kurang bisa menyebabkan tampilan cemberut di muka istri dan efeknya sama saja, si mood sulit sekali bahkan memunculkan ujung rambutnya saja.
Itulah alasan mengapa terkadang para blogger atau penulis, kalau dalam situasi seperti itu akan pilih angkat tangan kalau diminta menulis. Sulit dan berat rasanya. Bahkan di saat ide atau outline sudah ada, tetap saja rasanya jari-jari diberi beban 10 kilogram yang membuatnya sulit menari. Seringnya, meskipun sudah ada di depan layar monitor pun, yang dilakukan adalah sekedar membaca media sosial, lihat-lihat foto-foto lucu, sebelum akhirnya kemudian mematikannya.
Tidak ada dorongan dari dalam hati untuk berkarya.
Kesemuanya seperti terhambat kungkungan tembok tak tertembus. Mentok. Mandeg.
Buat diri kecanduan, paksakan untuk menulis
Saya pun tidak berbeda. Sebagai blogger, bukan Vlogger, tentu saja, hal yang sama sudah pernah dialami. Paling tidak dua tahun perjalanan menggeluti dunia ini membuat saya bisa mengerti betapa pentingnya sebuah “mood” atau perasaan terinspirasi itu.
Pikiran yang sama pun tentang si mood yang suka datang dan pergi seenaknya saja itu juga sudah pernah dialami. Tindakan menyerah dan hanya menanti kehadiran sang “mood” datang pun jelas sekali sudah bukan sekali dua dialami.
Sama saja lah. Semua penulis pasti pernah mengalaminya.
Hingga suatu waktu saya melihat,atau membaca (membaca juga melihat kan?) tentang hal ini. Dua hal yang menginspirasi bahwa si mood bisa dilahirkan dan dikontrol, paling tidak sebagian besarnya.
Kedua hal itu adalah :
- Perokok
- Enda Nasution
Saya tempatkan perokok pada urutan pertama karena sebagian besar dari pemikiran ini lahir dari kebiasaan buruk tersebut (yang juga saya lakoni sudah cukup lama, sayangnya..)
Seorang perokok akan selalu merasakan dorongan untuk menyalakan rokok dan kemudian mengisap asapnya dalam waktu tertentu. Kecanduan istilahnya.
Pemikirannya, dorongan merokok dan mood untuk menulis tidaklah berbeda jauh. Sama-sama sebuah bentuk kondisi mental yang membutuhkan pelepasan .Kalau seseorang bisa kecanduan untuk mengisap asap tembakau, mengapa seseorang tidak bisa kecanduan untuk menulis?
Ternyata, kalau melihat acara TV berjudul “My strange addiction”. kita akan menemukan bahwa manusia bisa kecanduan terhadap hal-hal yang bahkan sulit dibayangkan. Seorang wanita Amerika Serikat diketahui mengidap kecanduan mengisap popok bekas pakai. Menjijikkan bagi orang lain, tetapi bagi dirinya itu adalah kebutuhan.
Luar biasa mengagetkan betapa manusia bisa kecanduan terhadap hal-hal yang tidak lazim.
Lalu mengapa seseorang tidak bisa kecanduan untuk menulis?
Jawabnya, bisa saja.
Manusia adalah makhluk yang aneh. TV show di Amerika itu menunjukkan bahwa setiap manusia punya kecenderungan untuk terobsesi atau menyukai hal-hal tertentu. Setiap manusia. Batasan apa yang bisa menjadi penyebab juga tidak terbatas, semua hal bisa menjadi candu dan menyebabkan ketergantungan.
Menulis pun bukan tidak mungkin menjadi “candu” dan menyebabkan ketergantungan.
Paksakan untuk menulis
Bagaimana membuat kegiatan menulis bisa menjadi “candu” yang menyebabkan ketergantungan? Tujuannya adalah agar dorongan atau mood untuk menulis bisa lebih sering hadir sesuai kemauan kita, seorang blogger.
Semakin sering hadir semakin baik.
Ternyata caranya tidak sulit.
Alah bisa karena biasa. Kita akan menjadi bisa dan semakin baik, kalau kita terbiasa melakukan sesuatu hal. Contoh sederhana saja, menyapu rumah. Kalau dilakukan setiap hari, tangan dan kaki kita akan terbiasa untuk berjalan dan bekerja. Mata kita juga bisa semakin jeli melihat sudut-sudut ruangan yang kotor.
Disitulah perannya seorang Enda Nasution. Pria yang dikenal sebagai “Bapak Blogger Indonesia” ini pernah menulis bahwa seorang blogger harus memaksa diri untuk menulis.
Ya, iya menyarankan hal yang sama. Paksakan diri untuk menulis.
Kalau dipikir lagi, apa yang disarankan tidak lagi seabsurd sebelumnya. Memang sih, banyak blogger sukses dengan teori-teori mereka tentang interaksi antara penulis dan pembaca tidak menyarankan seperti ini. Tetapi, saya lebih condong menyetujui apa yang dikatakan sang blogger senior itu.
Dengan menulis setiap hari, maka sedikit demi sedikit, kita akan membiasakan seluruh organ di diri kita untuk terikat dengan kegiatan ini. Bukan hanya tangan dengan jari-jarinya, mata, telinga dan lain sebagainya. Lebih daripada itu, kepala kita pun akan terkondisikan dan terbiasa untuk mengerjakan itu.
Dengan begitu, otak akan memeirntahkan pada hati agar sesering mungkin mengirimkan sinyal agar seorang penulis segera menulis.
Kecanduan istilahnya.
Hanya kali ini adalah kecanduan menulis.
Percaya atau tidak, itu terserah Anda.
Tetapi, it works! Ya. memaksakan diri untuk menulis ternyata bekerja dengan baik. Setelah dua tahun menekuni blogging dan memaksakan diri untuk menulis setiap harinya, saya menjadi terbiasa dan bahkan menjelang kecanduan.
Kalau sehari saja saya tidak menulis, seperti ada rasa kehilangan di hati. Sesuatu yang sangat tidak menyenangkan untuk dirasakan. Perasaan itu baru bisa dihilangkan ketika ada paling tidak satu tulisan dipublish.
Jeleknya ada juga. Tetapi bisa dipandang sebagai sesuatu yang bagus juga. Mata dan kepala saya seperti tidak bisa berhenti mengirimkan sinyal dalam bentuk ide-ide untuk bahan tulisan. Bahkan hal-hal kecil seperti permen karet yang menempel di pegangan kereta yang saya pergunakan setiap hari bisa membuat jari saya menekan tombol kamera dan kemudian menulis sebuah artikel.
Tidak bisa berhenti.
Aliran ide seperti mengalir deras dan justru tidak seperti tidak bisa dikekang (mungkin sudah saatnya untuk membangun dam atau bendungan untuk mencegahnya luber).
Karena saya juga seorang perokok, saya bisa membandingkan antara dorongan untuk merokok dan dorongan untuk menulis. Keduanya sama. Tidak berbeda jauh. Tidak jarang bahkan belum mandi sekalipun, saya lebih suka menyalakan komputer dan membuat satu dua tulisan hingga sang mantan pacar (istri) menyuruh saya berhenti dan segera mandi.
Itulah mengapa blog ini dinamakan Maniak Menulis, karena memang saya sudah agak seperti maniak dalam hal ini. Di dalam toilet, sambil mandi, di atas kereta, otak seperti melanglang buana dan menyusun berbagai hal terkait ide-ide apa yang bisa dijadikan artikel. Bahkan saya pun melakukan mobile blogging atau ngeblog saat bergerak, seperti yang dilakukan saat menuju ke kantor atau pulang ke rumah di atas Commuter Line.
Berdasarkan hal inilah saya berpendapat bahwa mood jangan ditunggu. Mood atau dorongan untuk menulis bisa dilahirkan agar mau lebih sering muncul.
Caranya? Paksakan diri untuk menulis.
Dengan memaksakan diri untuk menulis, maka akan lahir sebuah kebiasaan. Sebuah kebiasaan lama-lama akan berubah menjadi sebuah kecanduan. Kalau kecanduan rokok berbahaya bagi kesehatan, kecanduan menulis justru merupakan kondisi yang sangat dinanti oleh seorang penulis atau blogger.
Saya tidak bilang bahwa semua tulisan yang saya hasilkan selama proses ini diterbitkan dalam satu blog. Kebetulan saya memiliki saat ini hampir 20 blog dan beberapa diantaranya adalah blog gado-gado yang berisi berbagai macam ragam topik.
Saya menulis apa saja. Mulai dari unek-unek di hati hingga yang sangat serius bak karya tulis mahasiswa. Mulai dari yang 100 kata hingga 10,000 kata. Dengan begitu semua ide yang ada di kepala bisa tersalurkan dengan baik.
Jadi, boleh saya sarankan kepada siapapun Anda yang membaca tulisan ini (walau saya tahu Anda tertarik untuk menekuni dunia menulis, karena kalau tidak Anda tidak akan sampai disini), paksakan diri Anda menulis! Berat di awal, tetapi akan menjadi lebih mudah pada langkah-langkah berikutnya.
Jadikan diri Anda seorang pecandu, pecandu menulis.
Hallo pak anton, maaf oot dengan postingan..
Kalo boleh tau blog ini pake template apa pak anton?
Terimakasih,
Ahmad Alfan T
Halo juga….
Silakan.. bebas saja kok…
Nama Tmeplatenya "FLATNESS" dari Soratemplate. Ada versi gratis (dengan link) dan versi berbayar. Harganya tidak mahal hanya $ 6 saja