Ngeblog Tentang Berbagi, Bukan Menggurui

Beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah artikel pada sebuah blog yang dikelola seorang blogger yang sudah “sukses”. Setidaknya dalam segi materi. Blogger ini menurut salah satu tulisannya menghasilkan US$ 1700 per bulan dari kegiatan ngeblog-nya. Jadi bisa dianggap ia sudah meraup kesuksesan yang diimpikan banyak orang.

Sang blogger menulis dalam salah satu artikelnya tentang tips meraih sukses dalam blogging bahwa “cara meraup sukses ngeblog intinya adalah dengan menggurui“.

Tercenung juga saya membaca hal tersebut.

Tidak mengherankan kalau dunia blog di Indonesia penuh dengan berbagai tulisan yang bersifat “menggurui”, tutorial, berbagai tips dan trik. Semua seperti berlomba menjadi seorang serba tahu atau profesional pemecah masalah dalam kehidupan.

Semua seperti ingin menjadi guru dan master yang akan dipercaya orang akan bisa membantu menemukan solusi bagi masalah mereka.

Tidak kaget juga kalau banyak tulisan yang dimulai dengan kalimat “Kali ini saya akan menjelaskan tentang bagaimana…..”. Pembukaan yang membuat saya seperti sedang berada dalam sebuah kelas dengan guru atau dosen pengajara yang sedang menceramahi berdiri di depan.

Saya bisa memahami kalau sebagian besar mereka yang menggunakan mesin pencari Google atau Bing atau Yahoo kebanyakan adalah mereka yang mencari informasi atau solusi bagi masalah yang dihadapinya. Untuk itu mereka berusaha menemukan orang-orang yang bisa menyediakan jawaban terhadap berbagai pertanyaan mereka.

Tetapi, apakah seorang pemecah masalah identik dengan guru?

Blogger bukan guru

Bukan.

Walau mungkin bisa diperdebatkan secara panjang lebar apakah berbagi informasi adalah proses belajar mengajar seperti dalam ruang kelas, tetapi kenyataannya memang demikian. Tidak setiap orang yang membagikan apa yang diketahuinya adalah guru.

Guru adalah sebuah profesi. Di dalam kata ini ada peran tertentu dalam masyarakat sebagai seorang yang diberi wewenang mengajar orang lain tentang satu hal.

Dalam menjalankan profesinya semua orang yang mendapatkan pengajaran darinya dianggap “kurang” dalam hal yang diajarkan sang guru. Oleh karena itu guru pun memiliki wewenang dan dianggap lebih “tinggi” dari yang mereka ajar.

Oleh karena itu “menggurui” adalah sebuah kata yang mengandung makna “saya pintar dan tahu” dan “anda bodoh atau tidak tahu”. Ada arti tinggi rendah dalam maknanya.

Padahal kenyataannya di dunia internet, seorang blogger tidaklah memiliki wewenang seperti guru. Yang datang ke blog yang dikelolanya tidak dengan serta merta memang mau menjadi murid.

Mereka mencari informasi? Bisa jadi, tetapi maukah menjadi murid dan digurui, belum tentu. Kemungkinan besar tidak. Sudah cukup belasan tahun dihabiskan dalam ruang kelas dan menjadi orang yang digurui secara formal.

Lagi pula untuk menjadi seorang guru butuh pendidikan dan klasifikasi khusus sehingga mendapat hak untuk menggurui orang lain.

Blogger? Tanpa pendidikan khusus pun seseorang bisa menjadi blogger. Bahkan dalam 5 atau 10 menit saja label tersebut bisa didapat.

Seorang blogger memang dalam satu hal mirip dengan guru, yaitu tentang berbagi pengetahuan atau informasi. Biasanya mereka yang ngeblog akan berbagi tentang apa yang diketahuinya. Tetapi, tidak secara otomatis menjadikan mereka seorang guru dan memiliki hak untuk menggurui.

Dunia maya, dunia egaliter

Internet, dunia maya adalah sebuah dunia yang bisa disebut sangat bebas dan lepas dari segala bentuk hirarki. Tidak ada struktur paten.

Tidak ada komandan. Tidak ada bawahan. Tidak ada bos, tidak ada staff. Semua orang sama posisinya. Seorang office boy di kantor bisa berbicara dan berekspresi tanpa harus takut akan ada atasan yang menegurnya.

Egaliter. Sama tinggi dan sama rendah.

Menempatkan diri sebagai seorang yang “lebih” adalah sebuah hal yang aneh pada dunia seperti ini. Menggurui berarti menempatkan diri kita sebagai orang yang lebih  lebih pintar. Padahal kenyataannya di balik ribuan blog atau website yang entah dikelola oleh siapa, terdapat ribuan orang yang lebih mampu dan pandai dibandingkan kita sendiri.

Bahkan mungkin, mereka-mereka itu berkelana kesana kemari termasuk ke blog kita. Who knows?

Lalu, bagaimana bisa kita menggurui mereka-mereka itu?

Ngeblog tentang berbagi bukan tentang menggurui

Sejak awal dilahirkan oleh Pyra Lab, sebelum diambil alih Google, blog adalah sarana tentang berbagi. Mulanya memang sederhana yaitu tentang berbagi ide atau apapun yang dianggap bisa digunakan orang lain.

Sampai sekarang pun ide dasarnya tidak berubah karena karakter masyarakat dunia maya yang sangat egaliter tersebut. Masih tetap menjadi sebuah sarana berbagi, entah curhatan, foto, ide, pemikiran.

Kalau ternyata hal-hal itu kemudian bermanfaat bagi orang lain, memang itu yang diharapkan. Tetapi, tidak berarti serta merta orang yang berbagi menjadi seorang guru. Mereka tetap seorang blogger, orang yang gemar berbagi.

Bukankah seorang yang memberikan petunjuk arah tetap bukan seorang guru? Bukankah seorang yang mencetuskan ide tentang bagaimana seharusnya mengurus anak tetap saja bukan guru?

Kenyataannya memang begitu.

Lalu, untuk apa mencoba menggurui orang lain saat ngeblog?  Seperti menipu diri sendiri dan mengatakan bahwa diri sendiri lebih pandai dibandingkan orang lain. Seperti mengangkat diri sendiri sebagai orang yang berwenang menceramahi orang lain.

No way.

Pemahaman seperti itulah yang membuat akhirnya blogger-blogger Indonesia gemar menjadi guru dadakan. Mereka membayangkan berdiri di depan kelas sambil kemudian menlafalkan  kalimat khas guru “Dalam tulisan ini kita akan membahas mengenai bla bla bla…”.

Padahal belum tentu ada orang yang mau menganggap mereka sebagai guru. Sedihnya lagi, banyak yang mencoba menggurui dengan pengetahuan yang sangat terbatas.

A Blogger is a blogger . Seseorang yang bersedia berbagi tentang apa yang diketahuinya dan mungkin bermanfaat bagi orang lain. Seorang teman. Seorang sahabat.

Yang pasti bukan guru. Tidak perlu mengangkat diri kita menjadi guru hanya untuk berbagi.

2 thoughts on “Ngeblog Tentang Berbagi, Bukan Menggurui”

  1. Saya setuju, ngeblog itu berbagi dan bukan menggurui, saya juga kadang agak risih kalo di panggil suhu atau apapun itu hanya karena bisa ngejawab pertanyaan temen blogger di grup. Tog apa yg saya tau juga saya tau dari orang lain juga, jadi buat apa saya simpen sendiri.

    Reply

Leave a Reply to Anton Ardyanto Cancel reply