Menjadi Anti Mainstream Dalam Menulis itu Baik!

Anti mainstream, kedengarannya kurang nyaman di telinga kalau ada anti-anti-an di depannya. Biasanya selalu akan diikuti oleh berbagai kontroversi dan perdebatan panjang. Padahal sebenarnya tidak juga. Tidak selamanya menjadi anti mainstream harus diimplementasikan dalam bentuk tindakan frontal dan kontroversial.

Kata ini sebenarnya hanya merujuk pada sesuatu yang melawan arus kebiasaan yang ada.

Sebagai contoh saja, dalam bidang blogging, arus utama kaum blogger untuk segera bermigrasi dari subdomain blog (blog dengan akhiran blogspot.com atau wordpress.com atau sejenisnya) ke Top Level Domain (TLD) yang lebih singkat dimana kata blospot dan wordpress dihilangkan. Alasannya beragam, tetapi terutama karena “kesan”nya lebih profesional.

Semua blogger berlomba-lomba membangun blog baru dan mengubah URL mereka agar memakai TLD. Itu sekarang menjadi arus utama atau mainstream di blogosphere Indonesia dan juga dunia.

Tetapi, blog Maniak Menulis justru tetap memakai blogspot meskipun si empunya blog mampu membiayai pembelian nama domain dan sewa hosting sendiri.

Berlawanan.

Itulah contoh sederhana dari sebuah tindakan anti mainstream dalam dunia menulis.

Mengapa saya masih menggunakan blogspot tidak akan diuraikan disini. Hal tersebut sudah dijelaskan dalam artikel sebelumnya secara panjang lebar, kelemahan dan kekuatan masing-masing pilihan. Yang pasti pilihan tersebut dijatuhkan bukan karena keterpaksaan dan ada alasan logis untuk melakukannya.

Yang dituliskan disini adalah tentang mengapa menjadi anti mainstream dalam dunia menulis, atau blogging itu sesuatu yang baik.

Kalau Anda ada wakti, silakan teruskan membaca penjelasannya.

Mengapa menjadi anti mainstream itu baik?

Boleh lah Anda mengerutkan dahi membaca pernyataan itu. Memang dengan menjadi BERBEDA dengan kebiasaan atau pandangan umum adalah sesuatu yang beresiko.

Paling sedikit, seseorang yang anti mainstream bisa mendapat pandangan sinis atau lirikan mengasihani dari orang lain. Hal itu biasa.

Dalam hal ini, paling banter saya akan disebut orang tak berduit dan tidak mau keluar modal. Blogger tidak profesional begitu istilah yang dipakai oleh banyak blogger master sebagai alasan harus pindah ke TLD. Efeknya, kemungkinan besar sekali tidak akan ada job review yang bisa diterima blog ini karena biasanya tidak ada perusahaan yang mau produknya direview oleh blogger yang masih menggunakan sub domain.

Itu memang resiko.

Tak apalah, lagi pula blog ini tidak dibuat untuk mengincar uang dari membuat review terhadap produk atau apapun. Tidak terpikir untuk itu.

Saya melakukannya karena melihat beberapa keuntungan dengan menjadi anti mainstream dan menentang pemikiran banyak orang dalam hal ini.

Menjadi berbeda

Anda tahu sulitnya untul membuat sebuah blog menonjol? Amat sangat sulit! Bahkan dengan memakai Top Level Domain berakhiran .com, .net, .id, dan seterusnya, tetap saja sangat sulit.

Tetapi, kalau sekarang mayoritas blogger berganti menjadi TLD dan Maniak Menulis tetap memakai blogspot, bukankah blog ini justru akan menjadi sesuatu yang berbeda?

Entah, kapan itu terjadi, tetapi dengan menjadi berbeda, maka ada secara otomatis akan terlihat menonjol. Kalau sulit diterima, bayangkan saja di tengah seribu orang yang semuanya berbaju merah dan bercelana putih, ada satu orang berbaju putih dan bercelana merah.

Mau tidak mau, orang itu akan menjadi “berbeda” dan mendapat perhatian.

Pencapaian dinilai lebih

Seorang anak pintar dan biasa menjadi juara kelas akan selalu diharapkan untuk mendapat nilai 9 atau 10. Tetapi, seorang anak yang biasa duduk di ranking ke 40, mendapat nilai 8, perhatian orang akan tertuju kepadanya.

Apalagi kalau ia bisa mendapatkan nilai 9 atau 10. Bisa dibayangkan respon dari orang lain?

Kalau memakai TLD, sudah pasti pembaca memiliki ekspektasi tertentu. Mereka akan berharap artikel-artikel yang ada di dalam blog tersebut adalah sesuatu yang bermutu dan berkualitas bagus.

Resikonya, ketika mereka tidak menemukan apa yang mereka cari disana, kira-kira menurut Anda, apa yang ada di pikiran mereka. Dugaan saya, sama dengan melihat seorang juara kelas mendapat nilai 5.

Sebaliknya, bila sebuah blog yang masih memakai subdomain bisa berisikan tulisan-tulisan yang bisa memenuhi harapan banyak orang, kesan bahwa blog tidak dikelola secara serius dan profesional akan segera hilang dengan cepat. Akan ada efek kagum bahwa sesuatu yang tidak berkesan profesional bisa menghasilkan sesuatu yang melebihi yang “profesional”.

Tantangan tersendiri

Bukan untuk semua orang.

Berada di posisi underdog bukanlah hal yang menyenangkan. Pandangan merendahkan dan tidak dianggap adalah bagian dari kehidupannya.

Tetapi, posisi ini justru merupakan tantangan tersendiri. Mampukah hanya dengan berbekal sebuah blog gratisan kita bisa mencapai kesuksesan? Dalam dunia dimana “kesan” profesional (yang entah apa maknanya kalau di dunia blogger) menjadi penting, bisakah sebuah blog gratisan menunjukkan kalau profesional bukanlah dilihat dari bajunya, tetapi dari siapa yang memakai baju.

It is not about the gun, but the man behind it that makes difference.

Kalau dalam fotografi, bukan kameranya yang menentukan bagus tidaknya sebuah foto. Dalam blogging, bukan URL nya (TLD atau subdomain) yang menentukan kualitas atau kadar keprofesionalannya, tetapi bloggernya lah yang menentukan.

Bagi saya hal itu menarik karena akan membuat saya terpacu untuk terus menerus menembus batas dan menjadi lebih baik. Entah bagi orang yang tidak menyukai tantangan.

Selain tiga di atas, tentunya ada keuntungan lain berupa tidak keluar biaya dan lain sebagainya seperti yang sudah ditulis dalam artikel terpisah.

Tidak mudah menjadi anti mainstream

Kalau mudah, maka tidak akan menjadi tantangan.

No. Memilih menjadi seorang blogger anti mainstream tidak akan mudah.

Pandangan meremehkan pembaca atau kolega blogger sudah pasti akan diterima. Tulisan akan dianggap tidak bermutu. Tidak dilirik untuk job review oleh perusahaan.

Itu semua adalah bagian dari kehidupan seorang anti mainstream. Resiko yang harus diterima, fakta yang harua dihadapi, dan masalah yang harus dipecahkan.

Seorang anti mainstream dalam dunia menulis harus bekerja dua kali lipat lebih keras karena bukan hanya mereka harus mencoba menarik pengunjung, tetapi mereka harus meyakinkan bahwa kalangan yang sudah memandang rendah penampilan blog mereka.

Mereka harus berpikir dua kali lebih cerdas menemukan cara membuat perhatian menoleh kepadanya. Seorang dengan jas dan dasi akan dianggap lebih pintar dibandingkan mereka yang hanya mengenakan T-shirt saja, entah kenapa, padahal soal pintar atau tidak sama sekali tak ada hubungan dengan pakaian. Tetapi, itulah manusia dan kehidupannya.

Jadi, berpikirlah dua, tiga, bahkan 100 kali sebelum memutuskan menjadi anti mainstream, baik dalam blogging atau hal lainnya. Anda akan menjadi BERBEDA dan akan membuat Anda merasa terasing serta mengalami banyak kesulitan dan tantangan.

Lagi pula, menjadi bagian dari mainstream juga tidak masalah. Tetapi, kalau Anda pikir ada manfaatnya menjadi seorang yang tidak hanya membebek dan mengikuti yang biasa, mungkin Anda bisa memilih menjadi blogger atau penulis yang anti mainstream.

Seperti saya.

Leave a Comment